Share

Chapter 8

    Saat Gladis melihat Reska keluar dari lift, dia buru-buru mengalihkan perhatian Arsen. Dia langsung berbalik badan agar tidak ketahuan oleh Reska, mereka beruntung karena kondisi hotel lebih ramai dari hari biasanya.

    'Tuh kunyuk satu pasti nyariin gue, karena gue bilang bakal balik ke hotel hari ini,' batin Gladis. 

    Dan benar saja, ponsel Gladis kemudian berdering, telfon masuk dari Reska.

    Gladis tidak menggubrisnya, dia hanya melihat sekilas layar ponselnya itu. Wanita berambut coklat itu masih berdiri di depan Arsen sambil menhalau jalan sambil cengengesan.

    Setelah Reska pergi, Gladis menghembuskan nafas terasa lega. Tetapi dia masih was-was.

    'Semoga gak ketemu si asisten itu, sudah cukup Reska yg bikin jantungan,' Gladis bermonolog sambil memasukkan ponselnya kedalam tas kecil yang di bawanya.

    Arsen kebingungan melihat gelagat aneh wanita di depannya, "Kamu kenapa? kok gak di angkat, dari siapa?" 

    Yang ditanya hanya bisa nyengir kuda dan beralibi, "Ini gak penting, telfon spam aja kok."

    "Udah ayo ke kamar aja, kamu kan masih harus banyak banyak istirahat" sambungnya lagi.

    "Hemm, bilang aja kalau kamu mau berduaan sama aku" kata Arsen menggodanya sambil mencubit gemas pipi Gladis.

    "Ih, apaan sih, gak lah, kan kamu masih sakit, jadi harus banyak banyak istirahat dong" sanggahnya.

   Lalu mereka menaiki lift dan menuju ke kamar mereka, tetapi saat pintu lift terbuka terlihat Kevin mondar mandir di depan kamar dan tentu saja membuat Gladis spontan kaget dan panik.

    'Baru aja dibatin di bawah udah seneng-seneng gak ada dia eh, gak taunnya malah nungguin di sini,' gumannya dalam hati.

    "Emm, kita ke taman dulu aja ya," ajaknya kepada Arsen agar mereka tak bertemu dengan Kevin.

    "Loh katanya mau istirahat?" jawab Arsen yang bingung dengan perubahan sikap dan gelagat Gladis.

     Gladis melontarkan alibinya, agar Arsen tidak curiga kepadanya, "I-itu aku tiba-tiba pengen aja ke taman hotel, katanya taman hotel disini bagus, dan kita belum pernah kesana." 

    'Please setuju aja, jangan banyak tanya,' batinnya lagi.

    Dia sangat cemas sampai sampai tanpa sadar dia menghalangi Arsen yang ingin keluar dari dalam lift, karena Gladis takut ketahuan oleh kevin.

    Jarak lift ke kamar Arsen cukup dekat, tetapi posisi lift di pojok ruangan dan terhalang oleh tanaman besar yang di letakkan di tengah ruangan untuk dekorasi.

    "Baiklah" jawab Arsen sambil mengangguk dan tersenyum.

    Lalu mereka kembali ke bawah untuk menuju ke taman hotel, dan mereka duduk di ayunan sambil menikmati pemandangan. Gladis merasa lega untuk saat ini dia terbebas dari Reska maupun Kevin.

    Tetapi dia masih merasa khawatir bagaimana jka nanti lagi dan lagi mereka harus bermain kucing-kucingan seperti ini karena takut ketahuan.

    Sementara itu Reska masih mencoba menghubungi Gladis untuk memberi tau bahwa owner proyek memilih mereka untuk mengerjakan proyeknya kali ini.

    Karena kubu dari Arsen tidak ada kabar dan tidak ada yang tau dia berada di mana, sementara Kevin sibuk mencari bosnya.

    "Ah, akhirnya setelah sekian purnama," kata Reska begitu telfonnya diangkat oleh Gladis.

    "Alah lebay lo, apaan sih? gangguin orang mulu kerjaannya."

    "Lo di mana sih? tau gak gue habis meeting sendiri dan lo tau gak kita berhasil dapetin proyek kali ini."

    "Ah, yang bener jangan bohong deh, gak mempan gue kalo lo kibulin."

    "Ya Tuhan, ini anak curigaan banget, pake acara gak percaya."

    "Paling juga ini alibi lo kan, supaya gue mau ketemu sama lo? ngaku deh?"

    "Gue berani sumpah, bakal jomblo 5 tahun deh kalo bohong kali ini," jawab Reska yang selalu tidak dipercaya oleh Gladis, karena Reska memang pandai bersilat lidah.

    "Mana buktinya?"

    "Udah gue email tuh tanda tangan kontrak sama berkas berkasnya," kata Reska.

    "Ini beneran?hahaha, yes" sambung Gladis sesaat setelah dia melihat email masuk di ponselnya dari Reska.

    Dia merasa bahagia seperti menang lotre kali ini.

    "Nanti kita ketemu di kamar lo deh, ada yang harus gue tanyain sama lo."

    "Hemm," Lalu mereka mengakhiri percakapan mereka di telfon.

    Arsen yang dari tadi duduk di ayunan sebelah Gladis terheran melihat ekspresi Gladis yang kegirangan setelah menerima telfon tersebut.

    "Ada apa?" tanyanya penasaran.

    "Ini aku dapat telfon dari bosku, katanya berhasil dapetin proyek yang aku inginkan di sini," jawab Gladis penuh semangat.

    "Wah bagus dong, selamat ya sayang."

    "Iya sama-sama," jawab Gladis sambil tersenyum kegirangan.

    Tetapi setelah mendengar kata proyek Arsen seperti mengingat sesuatu dan kepalanya menjadi sakit. Dia berteriak sambil memegang kepalanya yang masih di balut perban, tentu saja membuat Gladis terkejut.

    "Aarrgghhh!"

    "Ada apa? apa terasa nyeri? pusing?" tanyanya dengan penuh perhatian kepada Arsen.

    "Sekilas seperti mengingat sesuat tetapi tidak jelas".

    Mendengar jawaban dan respon Arsen, Gladis jadi merasa bersalah. Dia hanya bisa mengeluhkan keadaan dalam hatinya.

    'Andai lo gak hilang ingatan, pasti proyek ini lo yang dapet, maaf,' gumannya dalam hati.

    "Laper nih cari makan yuk," ajak Arsen yang tak mau wanita di hadapannya menjadi khawatir kepadanya walau kepalanya masih terasa nyeri.

    "Oke ayo, aku juga laper nih."

    Kemudian mereka bergegas ke luar mencari restoran.

   Tibalah mereka di resto dekat hotel, tetapi apesnya di sana ada Kevin yang terlihat sedang berbicara dengan seseorang. Bisa di pastikan dia berbicara dengan seseorang dari kantornya untuk memberitahukan bahwa Arsen belum bisa di hubungi, serta tidak seorangpun tau keberadaannya hingga saat ini.

    'Owh shit, lagi lagi asisten itu,' batin Gladis sambil menghentikan langkahnya.

    "Emm, pindah resto aja ya," ucapnya kepada Arsen. 

    Dia tidak mau kalau Kevin sampi tau keberadaannya.

    "Kenapa? sudah sampai di sini loh, ini tadi juga resto kamu yang pilih kan?" ucap Arsen membuat Gladis kehabisan kata-kata.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status