"Ya, kok di sini, Pak?" tanya Najwa saat memandang orang yang menyapanya.
"Lagi anterin Mama belanja, Mbak sendiri lagi ngapain di sini?" Kenapa Dafa merasa ia memang ditakdirkan untuk sering bertemu Najwa, meski kecewa dengan status Najwa, tetapi dia tetap senang bisa melihat Najwa.
"Lagi anterin anak saya main, silahkan dilanjut, Pak. Mungkin ibunya sudah menunggu."
Dafa tersenyum lalu pergi dari sana, dia tau kalau Najwa tidak nyaman dengan kehadirannya. Sekarang dia semakin yakin kalau Najwa sudah memiliki pasangan.
"Siapa tadi?" Tania, ibu dari Bian yang duduk di samping Najwa mulai kepo pada sosok yang baru saja diusir oleh Najwa.
"Klien yang kemarin sewa resort buat acara."
"Kok kayaknya udah akrab, udah kenal lama emang?" Feni, ibu dari Erlin ikut menanggapi.
"Nggak juga, sih, kemarin cuma sempat ngobrol karena rumah Mamanya satu komplek sama rumahku cuma beda blok aja," jelas Najwa.
"Kayaknya ada sinyal suka, tuh. Ketipu ama umurmu kayaknya. Dikira masih seumuran dia kali yak." Feni terbahak mengingat begitu banyak lelaki yang tertipu dengan penampilan Najwa yang masih terlihat berusia pertengahan dua puluhan.
"Iya, nih, wajah baby face banget, sih. Kasian, kan, anak orang pada ketipu." Tania pun ikut tertawa mengingat hal itu. "Untung Papi nggak tau, ya. Kalau dia di sini pasti udah abis tuh cowok."
"Minggu depan mau pulang katanya." Mereka memang dekat selayaknya keluarga karena seringnya pergi bersama.
"Tumben belum ada sebulan udah mau pulang lagi, pasti gara-gara Tasya, nih," tebak Feni. "Bisa nih kita kumpul, mumpung suamiku juga lagi di rumah."
"Boleh, tuh, udah lama nggak jalan bareng. Kalau suamiku, kan, siap setiap saat." Tania menimpali. "Seneng, tuh, pasti mereka bisa kumpul."
Tidak terasa waktu dua jam telah berlalu, setelah berbelanja mereka memutuskan pulang ke rumah masing-masing.
"Papi jadi pulang, kan, Ma?" Pertanyaan Tasya memecahkan keheningan di dalam mobil.
"Papi mana bisa ingkar janji, sih, sama kamu. Kalau boong nanti bisa-bisa nggak boleh pulang ke rumah. Emang selain dibeliin baju, apa lagi yang lain?"
"Mana ada, cuma baju aja, Ma. Kan, emang buat pentas di sekolah. Kalau Papi beliin yang lain itu bukan Tasya yang minta." Najwa sanksi kalau hanya itu yang diminta Tasya, karena Papinya itu pasti akan menuruti semua yang di inginkan Tasya.
Sesampainya di rumah, Tasya segera berlari ke dalam meninggalkan Najwa yang harus memarkirkan mobil.
Saat akan meninggalkan mobil, ponsel Najwa berdering. Segera ia geser layar untuk menerima panggilan video masuk.
"Kok di mobil?" Pertanyaan si penelepon setelah Najwa menjawab salam.
"Abis jalan sama Tasya dan gengnya," jawab Najwa.
"Pantesan tadi Bimo tanyain kapan pulang, kukira dia udah bisa ngeramal. Eh, nggak taunya istrinya abis ngumpul." Tawa di seberang sana menular pada Najwa. "Ngajakin ngumpul katanya, hari sabtu Eza juga pulang, jadi bisa kumpul semua." Bimo adalah suami Tania dan Eza suami dari Feni. Mereka memang selalu berkumpul kalau Papi Tasya pulang.
"Pulangnya hari apa? Acaranya Tasya jum'at pagi, loh ya." Najwa mengingatkan tentang jadwal pentas anaknya.
"Hari kamis udah terbang, mana berani aku telat. Ngingetinnya aja udah kayak ngingetin ibadah, sehari lima kali kadang bisa lebih." Meski bernada kesal, tapi suara tawa tidak luput dari seberang sana.
"Makanya jangan dimanjain. Mas, sih, nggak tiap hari ketemu, kalau pas manja ke aku bisa naik darahku," protes Najwa.
"Nggak, lah, kamu tuh wanita tersabar yang aku kenal di dunia ini. Tasya adalah harta paling berharga, nggak mungkin kamu bisa marahin dia." Najwa mengaminkan dalam hati. Tasya adalah alasan dia satu-satunya untuk bisa bertahan hidup hingga sekarang.
"Aku tutup dulu ya, nanti kalau Tasya nggak bisa hubungin aku, bilang sama dia kalau aku lagi rapat biar kerjaan bisa cepet kelar trus cepet pulang."
Sambungan diputus lalu Najwa segera masuk menemui anaknya, terlihat Tasya sedang asyik menonton televisi dengan eskrim di tangan kanan.
"Asyik banget nontonnya, acaranya apa, sih?" Najwa memilih duduk di samping anaknya.
"Nonton kartun lucu banget, Ma." Tasya tengah fokus menonton acara favoritnya. Saat Najwa akan beranjak, Tasya memanggilnya. "Ma."
"Kenapa, Sayang?" Tasya terdengar ragu saat memanggul Mamanya.
"Boleh Tasya tanya sesuatu? Tapi Mama janji jangan marah."
"Nggak, kok, emang mau tanya apa? Mbak Nia nggak bisa jawab ya?" Najwa mengira anaknya menanyakan tentang pelajaran di sekolah.
"Kata Fira kalau keluarga itu harus setiap hari bersama, kok kita nggak?"
Najwa terdiam. Pertanyaan yang ia takutkan akhirnya ditanyakan juga oleh anaknya. Dia harus menjawab apa?
Setelah hening cukup lama, akhirnya Najwa punya cara untuk menjelaskan pada putrinya tentang keluarga yang mereka jalani."Kamu cuma tau dari Fira, kan, kalau keluarga harus kumpul setiap hari, tapi nggak semua harus gitu, Sayang. Contohnya Erlin, Papa Erlin juga nggak pulang tiap hari, kan? Tapi Erlin baik-baik aja. Najwa membelai rambut anaknya, anaknya yang dulu begitu kecil dalam gendongannya kini telah tumbuh dengan cepat."Kok Tasya nggak inget ya kalau Papanya Erlin juga nggak pulang, yang penting uangnya pulang." Sontak ucapan Tasya membuat Najwa terkejut, bagaimana bisa anaknya berfikiran seperti itu."Siapa yang ngajarin gitu?""Tante Feni, pas Erlin tanya gitu tante Feni jawab yang penting uangnya pulang biar bisa beli-beli yang dimau." Tawa Najwa tidak bisa ditahan saat mendengar jawaban polos Tasya. Feni memang terkenal ceplas-ceplos kalau bicara."Sekarang nggak sedih lagi, kan? Atau mau ikut Papi aja, sekolahnya pindah?" tanya Najwa menahan tawa."Nggak mau, Oma galak. T
"Cantik bener, mau ke mana?" Dilihatnya putri kesayangan yang sudah rapi."Jemput Papi. Katanya, kan, mau dateng hari ini," ujar Tasya gembira."Ini masih jam dua, Papi sampek Bandara jam lima, kelamaan, Sayang. Ngapain juga nunggu di sana lama-lama, panas loh.""Kenapa nggak bilang dari tadi? Tau gitu Tasya nggak mandi dulu, mbak Nia, sih, nggak ngomong gitu," omel Tasya pada pengasuhnya."Tadi katanya pengen cepet-cepet biar nggak terlambat, mbak Nia, kan, udah bilang kalau masih lama," ucap Nia menjelaskan."Udah, dong, jangan ngambek, nonton tivi aja dulu. Nanti kalau udah mau berangkat Mama panggil." Dengan pasrah Tasya menurut pada sang Mama, terlalu bersemangat membuat Tasya menjadi rajin mandi.Najwa kembali berkutat pada laptop di depannya, hari ini ia bekerja dari rumah karena sore nanti akan menjemput orang spesial. Terselip rasa rindu dan keinginan untuk bercerita banyak hal.Najwa bersyukur memiliki asisten seperti Linda, dia sangat cekatan dan jujur. Bekerja selama empa
"Kok, sudah siap semua, Mama nggak dibangunin?" Pemandangan pagi yang begitu menyejukkan hati. Tasya duduk dalam pangkuan Papinya dengan mulut penuh makanan, Najwa benar-benar terlelap hingga matahari sudah terlihat."Mama, sih, bangunnya kesiangan. Baju Tasya cantik nggak, Ma?" Tasya segera turun dari pangkuan sang Papi demi memperlihatkan baju yang dibawakan Papinya."Cantik banget, yang pakek juga cantik. Siapa yang dandanin?""Mbak Nia, dong, dia, kan, bisa segalanya. Yang ajarin baca puisi sampai bisa juga Mbak Nia. Pokoknya Mbak Nia the best, deh." Semua tertawa menanggapi celotehan Tasya, Tasya yang selalu ceria memang membuat semua orang sayang padanya.Setelah selesai sarapan, Tasya bersama Papi dan pengasuhnya segera berangkat menuju sekolah Tasya. Najwa pun bersiap untuk pergi bekerja.Pukul sembilan Najwa sudah tiba di resort, suasana cukup ramai meski ini masih hari jum'at.Najwa segera masuk ruang rapat karena semua sudah menunggu di sana. Akan ada parade budaya di lapan
"Kamu ngapain ngelamun di sini?" pertanyaan itu menyentak ingatan Najwa, ia tersadar dari bayangan masa lalu."Jangan banyak melamun, nanti sakit, loh. Kamu kurus banget sekarang, kayak nggak tak kasih uang buat makan," celoteh sang pria sontak membuat Najwa terkekeh."Aku emang lagi diet, biar bisa jadi model kaya cita-cita Tasya," sahutnya masih dengan tawa berderai."Mana ada model kerempeng kayak kamu. Yang ada bajunya kedodoran semua. Mikirin apa, sih?""Sebenarnya tadi cuma pengen duduk aja di sini, tapi karena sendirian jadi keinget kejadian dulu-dulu." "Jangan diinget terus, dong. Nanti kamu sakit, aku yang repot. Udah makan, belum?" "Udah tadi pas baru dateng, Tasya masih tidur?" tanya Najwa saat tidak melihat anaknya."Udah, kecapean kayaknya. Tadi keren banget, loh, dia, bagus banget pas baca puisi. Tingkat pedenya itu nurun aku banget." "Emang, banyak banget yang nurun sifat kamu, Mas. Akunya cuma dikit doang." Mereka pun tertawa bersama."Masih belum siap membuka hati?
Bayi itu di lahirkan saat usianya belum genap delapan bulan. Khawatir kondisi ibunya yang semakin memburuk, bayi yang baru dilahirkan itu harus berada di ruang NICU selama lima hari.Setiap hari Najwa harus meminum banyak obat untuk menjaga kewarasannya. Saat melihat sang putri, ia akan merasa sangat bahagia tetapi ada kalanya ia begitu sedih jika mengingat anaknya tidak bisa bersama ayahnya."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Yogi saat melihat Najwa memandang lekat bayi berusia dua bulan itu."Bagaimana kalau suatu saat dia akan bertanya tentang Papanya? Apa yang harus aku ucapkan?" "Kenapa harus bingung. Dia anakku, aku Papinya. Aku yang akan bertanggung jawab atasnya dan akan menjamin kebahagiaannya. Jangan pernah membahas pria itu di depan anakku." Yogi menggendong bayi mungil yang diberi nama Tasya itu."Tapi kamu sudah punya kehidupan sendiri, Mas. Mbak Nadia pasti akan keberatan." Najwa tidak ingin anaknya menjadi beban sepupunya itu."Siapa yang bilang aku keberatan, kamu itu ad
"Aku tidak punya anak dari Ranti." Ferdi menghela napas berat. "Izinkan aku bertemu dengannya, aku mohon."Najwa berbalik lalu memandang Ferdi. "Lalu apa urusannya denganku? Bukankah kamu yang memilih wanita itu? Dengan begitu, kamu pun percaya kalau aku mandul." Najwa masih berusaha menahan emosinya."Mama mengancamku akan bunuh diri kalau aku tidak menikahi Ranti. Bagaimana aku tega mengabaikan permintaannya? Sampai sekarang aku masih cinta sama kamu, aku nggak pernah cinta sama Ranti.""Cinta?" Najwa tersenyum mendengar kata itu. "Kalau seandainya kalian mempunyai anak, mana mungkin kamu bilang tidak mencintainya? Aku bersyukur bisa terbebas dari manusia picik seperti kalian. Kamu dan Mama kamu sama saja. Apa kamu pikir wanita diciptakan hanya untuk mencetak anak? Kalau sekarang kamu tidak bahagia, itu bukan urusanku. Jangan ganggu kami, urusi saja hidupmu sendiri." Najwa segera pergi meninggalkan Ferdi, lama-lama di sini ia bisa saja menjadi pusat perhatian.Tak ia hiraukan Ferdi
Tiga hari berlalu setelah kejadian itu, semua mulai berjalan normal. Najwa sudah bisa mengontrol pikirannya dan tidak perlu meminum obat sebelum tidur."Ma, Tasya mau makan nasi goreng buatan Mama ya." Tasya berjalan menuju meja makan lalu menarik kursi untuk ia duduki."Siap, kamu duduk dulu ya. Mama masakin nasi goreng." Najwa segera berkutat dengan peralatan dapur untuk memenuhi permintaan anaknya.Tasya menunggu dengan sabar masakan Mamanya, saat masakan Mamanya sudah selesai Tasya segera memakannya dengan lahap.Sementara Yogi sudah kembali ke singapura kemarin pagi, pekerjaan yang sudah menumpuk membuatnya tidak bisa menunda kepulangannya lagi.***Setelah mengantar anaknya ke sekolah, Najwa melajukan mobilnya untuk berangkat bekerja. Ia harus kuat demi anaknya."Apa jadwal hari ini?" Tanya Najwa pada Linda setelah ia sampai di ruangannya."Nggak ada, Bu. Besok baru pertemuan dengan Pak Beno, orang dari pameran budaya kemarin," jelas Linda seraya menyerahkan laporan. "Pak Ferdi
"Kalau Papa tahu gambar Tasya, Papa pasti bangga ya, Ma?""Pasti. Sekarang Tasya main dulu, ya. Mama mau ke kamar dulu." Najwa segera keluar dari kamar anaknya. Akhir-akhir ini Tasya sering membicarakan tentang ayahnya. Apakah ini bukti dari ikatan batin antara anak dan ayahnya?**Ai**Meeting hari ini telah usai. Dari janji temu yang semula pagi menjadi usai makan siang. Akan ada sekitar dua puluh orang yang menginap mulai hari senin pagi sampai minggu pagi. Penyewa meminta disediakan sarapan dan makan malam untuk mereka.Dengan harga yang sudah disepakati, pihak Najwa menyetujui keinginan penyewa.Meeting usai pukul empat sore, Najwa segera bersiap untuk pulang. Ingin rasanya segera sampai rumah dan merebahkan tubuh lelahnya. Selain karena pekerjaan, juga karena pertemuannya kembali dengan orang dari masa lalunya. Najwa sudah tiba di parkiran, saat akan membuka pintu, tangannya dicekal seseorang."Wa, plis jangan pergi dulu. Beri aku kesempatan buat jelasin semua sama kamu." Najwa b