Aku berpacaran dengan Najwa saat kami masih kuliah, dia adalah wanita yang sabar dan pendiam. Tidak pernah sekali pun ia marah padaku.Kami memutuskan menikah setelah lulus kuliah, aku yang baru memulai bekerja tidak membuat Najwa ragu. Meski ibunya tidak setuju saat Najwa ingin menikah denganku, tetapi Najwa berhasil meyakinkan ibunya dan akhirnya kami menikah. Satu tahun kemudian ibunya meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya.Mamaku sangat menyayangi Najwa karena Najwa adalah menantu yang penurut dan pengertian, mereka sering pergi bersama saat belanja ataupun ke salon. Aku dua bersaudara, aku dan kakakku bernama Nisa.Enam tahun berlalu dengan damai, pernikahan kami pun berjalan dengan baik, tidak pernah ada pertengkaran yang terjadi. Najwa selalu menurut apa yang ku katakan, kemana pun ia pergi ia akan selalu mengatakannya padaku. Bagiku sudah cukup hidup dengan Najwa meski sampai kini kami belum dikaruniai keturunan.Satu tahun belakangan ini Mama mulai membahas tenta
"Akan saya berikan jawaban secepatnya, Ma." Setelah berucap Najwa berlari menuju kamar."Tolong beri Najwa waktu, Ma. Biarkan dia tenang dulu. Ferdi yakin Najwa pasti setuju.""Sampai kapan, Fer? Apa Mama bunuh diri aja kalau kamu nggak mau nurutin Mama. Mama nggak kuat, Fer.""Mama jangan ngomong kayak gitu, Ferdi sayang sama Mama." Segera kupeluk Mama dan kuhapus air matanya."Tiap kumpul dibilang mungkin menantumu mandu. Ada juga yang bilang mungkin anakmu yang mandul. Mama mau kamu buktiin kalau kamu bisa punya anak, Mama nggak mau kamu dihina kayak gitu." Mama masih sesenggukan."Iya, Ma, Ferdi janji kalau tiga bulan lagi Najwa nggak hamil, Ferdi bakal nikahin Ranti." Entah apa yang aku katakan, aku hanya ingin menenangkan Mama dan berdoa semoga Najwa benar-benar bisa hamil.Semoga saja kali ini Tuhan sudi mengabulkan doaku. Aku mencintai Najwa, dan tidak pernah berniat untuk berpisah dengannya.Perjuangan kami untuk bersama cukup berat. Tidak rela rasanya kalau aku harus berpisah
Dua bulan setelah itu aku menikah dengan Ranti. Pernikahan sederhana berlangsung di rumah Ranti. Perceraianku dengan Najwa berjalan lancar karena tidak ada tuntutan apa pun darinya.Najwa pergi begitu saja dari rumah. Bahkan, dia tidak berpamitan denganku. Hanya beberapa baju yang ia bawa, dan menyisakan yang lainnya sebagai kenangan untukku.Awal menikah dengan Ranti memang cukup berat, karena kami menjalani tanpa cinta, tetapi karena pembawaan Ranti yang ceria membuat benih cinta mulai tumbuh.Aku bagai tersihir dengan pesona Ranti. Rasa cintaku pada Najwa mulai terganti oleh Ranti. Dia mampu membuatku kembali muda. Aku selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengannya.Tidak terasa pernikahanku dengan Ranti berjalan begitu cepat. Dua tahun berselang, Ranti belum juga hamil. Aku mulai berfikir apakah aku yang mandul? Namun, semua terbantahkan saat kami ke dokter. Ternyata yang bermasalah adalah rahim Ranti.Dokter menyarankan untuk menjalankan pengobatan dan rutin kontrol. Mama mulai
[Bu, mbak Tasya sekarang ada di klinik dekat sekolah]Satu pesan dari Nia sontak membuat Najwa terkejut, ia segera memencet tombol panggil untuk menghubungi pengasuh anaknya itu."Kenapa bisa di klinik? Tasya sakit apa?" Najwa segera bertanya setelah Nia mengucap halo."Tadi pas main ayunan ada anak yang dorong kekencengan, Bu. Maaf, saya tadi masih di toilet," ucap Nia dengan suara bergetar."Sekarang gimana? Apanya yang luka?" "Kepala sama tangan, Bu."Tanpa menjawab, Najwa segera mematikan sambungan dan bergegas menuju klinik yang di maksud. Sesampainya di sebuah klinik, Najwa segera menghubungi Nia. Setelah mendapat jawaban ia berlari mencari anaknya.Dilihatnya Tasya berbaring dengan perban di kepala sebelah kiri dan siku kirinya. Najwa mendekat lalu duduk di samping Tasya."Kok bisa gini?" tanyanya lembut, dikecupnya tangan kanan anaknya. Hati Najwa begitu sakit melihat anaknya terbaring lemah, itu mengingatkannya pada perjuangan Tasya kecil."Tadi, kan, Tasya ayunan sama Fira
"Tasya mimpi ketemu Papa, Ma."Najwa hanya diam, tidak tahu harus menanggapi seperti apa."Wajahnya nggak jelas. Papa cuma dateng buat ngasih Tasya permen," lanjut Tasya."Itu pasti karena Tasya abis minum obat. Sekarang Tasya makan sama Mbak Nia, ya. Mama mau lanjut kerja dulu."Pada akhirnya Najwa harus mematikan sambungan. Ia masih belum sanggup membahas siapa Papa Tasya.**Ai**Satu minggu berlalu dengan baik, Meski melelahkan tetapi Najwa cukup lega. "Kak Arya kok belum sampai ya, Ma?" Sudah lebih dari satu jam Tasya mondar-mandir ke depan, tidak sabar menanti sepupunya tiba."Masih di jalan. Kan, dari Bandara ke sini lumayan jauh. Duduk aja dulu, kalau udah nyampek pasti langsung ke sini, kok." "Nggak bisa, Ma, aku udah kangen banget sama kak Arya." Tasya masih setia berdiri sambil menengok ke depan."Sama kak Arya apa sama hadiah dari Mami?" goda Najwa, ia tahu persis keinginan anaknya."Itu bonus, Mama. Mami tuh bukan kasih hadiah tapi penghargaan karena Tasya mau masuk Tk B
"Nanti, kalau Ferdi datengin kamu lagi. Kamu pindah aja. Aku nggak mau kamu sakit gara-gara mikirin tuh laki," ujar Nadia saat mereka perjalanan pulang."Sebenernya aku ngerasa bersalah sama Tasya. Beberapa hari lalu, dia bilang ketemu Papanya lewat mimpi.""Terus rencana kamu apa? Mau nemuin mereka berdua?""Jujur, itu berat buat aku, Mbak. Aku belum bisa berdamai dengan masa lalu. Perlakuan mereka padaku dulu, masih sering terngiang di ingatan. Aku nggak akan siap berada di tempat yang sama dengan mereka. Apalagi sampai melihat Tasya berdekatan dengan mereka. Rasanya aku nggak bisa.""Apa pun keputusan kamu, Aku dan Mas Yogi pasti dukung. Kalau perlu bantuan, kamu tinggal bilang sama kami."Pelukan hangat dari Nadia selalu mampu menenangkan Najwa.**Ai**Mereka bersiap berangkat menuju tempat acara. Tempatnya lumayan dekat, jadi mereka memutuskan untuk berjalan kaki.Yogi dan kedua bocah kecil berjalan di depan, sementara Najwa dan Nadia beriringan di belakang."Si Papi udah pengen
"kamu suka sama Najwa?" Pertanyaan Yogi yang frontal membuat Dafa terkejut, bagaimana bisa Yogi bertanya tanpa basa-basi terlebih dahulu.Mereka kini tinggal berdua, Najwa dan Tasya sudah pergi menyusul Nadia yang tengah asyik berbincang dengan ibunda Dafa. Ya, ini adalah rumah orang tua Dafa dan Yogi adalah sahabat dari Daris, kakak Dafa.Dafa bingung harus menjawab apa, di satu sisi ia menyukai Najwa, tapi di sisi lain ia takut Yogi akan marah."Kenapa diem? Bingung kok aku bisa tau? Keliatan banget kali kalau kamu suka sama dia," ucap Yogi seraya menepuk pundak Dafa."Mas Yogi nggak marah?""Kenapa harus marah? Dia single dan kamu juga single, cuman ya sedikit ragu aja."Perkataan Yogi membuat nyali Dafa menciut, belum apa-apa aja sudah diragukan, "ragu kenapa, Mas?" tanyanya lesu."Dia itu janda anak satu dan kamu masih perjaka, apa kamu siap nerima dia dan anaknya?" tanya Yogi mulai serius."Memang kenapa kalau dia janda? Aku nggak masalah kok soal itu. Kalau emang jodoh kenapa e
Satu minggu sudah keluarga Yogi di Indonesia, hari ini mereka harus kembali ke Singapura.Tasya sudah merengek dari pagi, ia ingin ikut Papinya tetapi Najwa tidak mengizinkan. Tanggung jawab pekerjaan juga sekolah Tasya membuatnya tidak bisa menuruti kemauan Tasya."Nanti Papi pulang lagi, Tasya kan harus sekolah, jadi nggak bisa ikut dulu. Nanti kalau liburan Papi janji bakal jemput Tasya." Bujukan Yogi meluluhkan hati Tasya, tentu dengan iming-iming hadiah dari sang Papi.Sore ini Tasya meminta jalan-jalan ke lapangan komplek setelah mengantar Yogi ke Bandara, ia ingin bersepeda keliling lapangan."Ma, Tasya mau makan bakso," pinta Tasya saat mereka sudah berkeliling lapangan tiga kali."Siap, parkirin sepeda sebelah sana dulu ya."Setelah memarkirkan sepeda, Najwa memesan bakso dua porsi untuk mereka dan es jeruk untuk menyegarkan tenggorokan.Tasya makan dengan lahap, ia memang begitu menyukai bakso, tetapi Mamanya melarang Tasya untuk sering-sering makan bakso demi kesehatan Ta