Dua bulan setelah itu aku menikah dengan Ranti. Pernikahan sederhana berlangsung di rumah Ranti. Perceraianku dengan Najwa berjalan lancar karena tidak ada tuntutan apa pun darinya.Najwa pergi begitu saja dari rumah. Bahkan, dia tidak berpamitan denganku. Hanya beberapa baju yang ia bawa, dan menyisakan yang lainnya sebagai kenangan untukku.Awal menikah dengan Ranti memang cukup berat, karena kami menjalani tanpa cinta, tetapi karena pembawaan Ranti yang ceria membuat benih cinta mulai tumbuh.Aku bagai tersihir dengan pesona Ranti. Rasa cintaku pada Najwa mulai terganti oleh Ranti. Dia mampu membuatku kembali muda. Aku selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengannya.Tidak terasa pernikahanku dengan Ranti berjalan begitu cepat. Dua tahun berselang, Ranti belum juga hamil. Aku mulai berfikir apakah aku yang mandul? Namun, semua terbantahkan saat kami ke dokter. Ternyata yang bermasalah adalah rahim Ranti.Dokter menyarankan untuk menjalankan pengobatan dan rutin kontrol. Mama mulai
[Bu, mbak Tasya sekarang ada di klinik dekat sekolah]Satu pesan dari Nia sontak membuat Najwa terkejut, ia segera memencet tombol panggil untuk menghubungi pengasuh anaknya itu."Kenapa bisa di klinik? Tasya sakit apa?" Najwa segera bertanya setelah Nia mengucap halo."Tadi pas main ayunan ada anak yang dorong kekencengan, Bu. Maaf, saya tadi masih di toilet," ucap Nia dengan suara bergetar."Sekarang gimana? Apanya yang luka?" "Kepala sama tangan, Bu."Tanpa menjawab, Najwa segera mematikan sambungan dan bergegas menuju klinik yang di maksud. Sesampainya di sebuah klinik, Najwa segera menghubungi Nia. Setelah mendapat jawaban ia berlari mencari anaknya.Dilihatnya Tasya berbaring dengan perban di kepala sebelah kiri dan siku kirinya. Najwa mendekat lalu duduk di samping Tasya."Kok bisa gini?" tanyanya lembut, dikecupnya tangan kanan anaknya. Hati Najwa begitu sakit melihat anaknya terbaring lemah, itu mengingatkannya pada perjuangan Tasya kecil."Tadi, kan, Tasya ayunan sama Fira
"Tasya mimpi ketemu Papa, Ma."Najwa hanya diam, tidak tahu harus menanggapi seperti apa."Wajahnya nggak jelas. Papa cuma dateng buat ngasih Tasya permen," lanjut Tasya."Itu pasti karena Tasya abis minum obat. Sekarang Tasya makan sama Mbak Nia, ya. Mama mau lanjut kerja dulu."Pada akhirnya Najwa harus mematikan sambungan. Ia masih belum sanggup membahas siapa Papa Tasya.**Ai**Satu minggu berlalu dengan baik, Meski melelahkan tetapi Najwa cukup lega. "Kak Arya kok belum sampai ya, Ma?" Sudah lebih dari satu jam Tasya mondar-mandir ke depan, tidak sabar menanti sepupunya tiba."Masih di jalan. Kan, dari Bandara ke sini lumayan jauh. Duduk aja dulu, kalau udah nyampek pasti langsung ke sini, kok." "Nggak bisa, Ma, aku udah kangen banget sama kak Arya." Tasya masih setia berdiri sambil menengok ke depan."Sama kak Arya apa sama hadiah dari Mami?" goda Najwa, ia tahu persis keinginan anaknya."Itu bonus, Mama. Mami tuh bukan kasih hadiah tapi penghargaan karena Tasya mau masuk Tk B
"Nanti, kalau Ferdi datengin kamu lagi. Kamu pindah aja. Aku nggak mau kamu sakit gara-gara mikirin tuh laki," ujar Nadia saat mereka perjalanan pulang."Sebenernya aku ngerasa bersalah sama Tasya. Beberapa hari lalu, dia bilang ketemu Papanya lewat mimpi.""Terus rencana kamu apa? Mau nemuin mereka berdua?""Jujur, itu berat buat aku, Mbak. Aku belum bisa berdamai dengan masa lalu. Perlakuan mereka padaku dulu, masih sering terngiang di ingatan. Aku nggak akan siap berada di tempat yang sama dengan mereka. Apalagi sampai melihat Tasya berdekatan dengan mereka. Rasanya aku nggak bisa.""Apa pun keputusan kamu, Aku dan Mas Yogi pasti dukung. Kalau perlu bantuan, kamu tinggal bilang sama kami."Pelukan hangat dari Nadia selalu mampu menenangkan Najwa.**Ai**Mereka bersiap berangkat menuju tempat acara. Tempatnya lumayan dekat, jadi mereka memutuskan untuk berjalan kaki.Yogi dan kedua bocah kecil berjalan di depan, sementara Najwa dan Nadia beriringan di belakang."Si Papi udah pengen
"kamu suka sama Najwa?" Pertanyaan Yogi yang frontal membuat Dafa terkejut, bagaimana bisa Yogi bertanya tanpa basa-basi terlebih dahulu.Mereka kini tinggal berdua, Najwa dan Tasya sudah pergi menyusul Nadia yang tengah asyik berbincang dengan ibunda Dafa. Ya, ini adalah rumah orang tua Dafa dan Yogi adalah sahabat dari Daris, kakak Dafa.Dafa bingung harus menjawab apa, di satu sisi ia menyukai Najwa, tapi di sisi lain ia takut Yogi akan marah."Kenapa diem? Bingung kok aku bisa tau? Keliatan banget kali kalau kamu suka sama dia," ucap Yogi seraya menepuk pundak Dafa."Mas Yogi nggak marah?""Kenapa harus marah? Dia single dan kamu juga single, cuman ya sedikit ragu aja."Perkataan Yogi membuat nyali Dafa menciut, belum apa-apa aja sudah diragukan, "ragu kenapa, Mas?" tanyanya lesu."Dia itu janda anak satu dan kamu masih perjaka, apa kamu siap nerima dia dan anaknya?" tanya Yogi mulai serius."Memang kenapa kalau dia janda? Aku nggak masalah kok soal itu. Kalau emang jodoh kenapa e
Satu minggu sudah keluarga Yogi di Indonesia, hari ini mereka harus kembali ke Singapura.Tasya sudah merengek dari pagi, ia ingin ikut Papinya tetapi Najwa tidak mengizinkan. Tanggung jawab pekerjaan juga sekolah Tasya membuatnya tidak bisa menuruti kemauan Tasya."Nanti Papi pulang lagi, Tasya kan harus sekolah, jadi nggak bisa ikut dulu. Nanti kalau liburan Papi janji bakal jemput Tasya." Bujukan Yogi meluluhkan hati Tasya, tentu dengan iming-iming hadiah dari sang Papi.Sore ini Tasya meminta jalan-jalan ke lapangan komplek setelah mengantar Yogi ke Bandara, ia ingin bersepeda keliling lapangan."Ma, Tasya mau makan bakso," pinta Tasya saat mereka sudah berkeliling lapangan tiga kali."Siap, parkirin sepeda sebelah sana dulu ya."Setelah memarkirkan sepeda, Najwa memesan bakso dua porsi untuk mereka dan es jeruk untuk menyegarkan tenggorokan.Tasya makan dengan lahap, ia memang begitu menyukai bakso, tetapi Mamanya melarang Tasya untuk sering-sering makan bakso demi kesehatan Ta
"Mama, nanti sore anterin Tasya ya," pinta Tasya sesaat setelah duduk di meja makan."Mau ke mana?" Najwa mengambilkan nasi goreng untuk sarapan anaknya."Mau ke rumah Om ganteng. Katanya aku mau di ajak petik buah, tapi sore soalnya om ganteng harus kerja." Tasya begitu antusias bercerita tentang om gantengnya itu, tidak ada yang mengajari memanggil begitu karena memang sedari awal Tasya sudah suka dengan om ganteng."Sama Mbak Nia, kan, bisa?" "Nggak bisa, Ma. Mbak Nia mau pulang. Ada acara katanya." Sebenarnya Najwa tahu kalau Nia akan pulang karena Nia sudah pamit padanya."Ya lain kali aja ke sananya." Najwa hanya tidak ingin bertemu bos dari mantannya itu."Nggak bisa. Om ganteng besok udah nggak di sini." Tasya meminum susu setelah sarapannya habis. "Plis ya, Ma, Tasya mau ngeliat buah di pohonnya. Di rumah ,kan, nggak ada."Beginilah kalau manjannya lagi kumat, Tasya akan merayu sampai kemauannya dipenuhi."Ya udah sana berangkat, nanti terlambat."Tasya segera meraih tangan
Najwa membiarkan Ferdi berkata semaunya sebelum menjelaskan banyak hal. "Lalu istrimu?""Aku akan menceraikan dia. Dia masih muda, pasti bisa dengan mudah menemukan lelaki lain. Aku cuma mau kita bersama lagi, jangan pikirin orang lain. Yang penting kita bisa sama-sama lagi." Ferdi masih dengan senyum bahagianya."Ibumu?""Mama pasti setuju. Apalagi kalau beliau tau kamu sudah melahirkan cucunya, Mama pasti akan bahagia."Najwa tersenyum dan senyum itu mampu menghipnotis Ferdi, ia optimis kalau Najwa akan menerimanya kembali."Kalau ternyata yang dimaksud Tuhan kebalikannya, gimana?" tanya Najwa yang membuat Ferdi bingung."Maksudnya?""Kalau ternyata Tuhan ingin kamu melihat hidup orang yang kamu sia-siain selama ini ternyata lebih bahagia dari hidupmu, dan Tuhan juga ingin aku melihat betapa menderitanya kamu setelah menyakitiku. Melihat kamu terpuruk karena apa yang kamu harapkan tidak bisa terwujud dengan orang pilihanmu," jelas Najwa."Kenapa kamu bicara begitu, Wa?" Senyum Ferdi