Semua Bab Kerah Baju Bernoda Merah: Bab 11 - Bab 20
60 Bab
11. Mengalah
Rani bergegas lari saat tahu Adi mendekati dirinya. Berlari tanpa melihat ke arah depan. Cemas sekali karena Adi berlari mencoba meraih tubuhnya."Rani! Tunggu! Jangan lari!" "Berhenti! Jangan ikuti aku!" Rani berteriak sambil terus berlari.Rani sama sekali tidak menghadap ke depan. Adi terus mengejar tanpa peduli orang di sekitar. Padahal hampir semua orang memerhatikan tingkah polah mereka. Suasana mendadak ikut riuh. Adi dan Rani seolah sudah tidak peduli lagi."Aduh! Sakit!" teriak Rani cukup keras."Rani!" Adi berteriak saat melihat Rani tersandung hingga tersungkur ke jalanan.Adi sigap membantu berdiri. Namun, dengan cepat Rani menangkis agak kasar. Kedua tangan Adi refleks terangkat ke atas. Rani berdiri sempoyongan sendiri tanpa bantuan suami. Pandangan Adi menyapu sekitar. Banyak orang yang berbisik dan sibuk melihat istrinya."Rani, ayo masuk ke mobil!""Aku gak mau! Aku mau pulang ke Solo!" teriak Rani menyingkirkan tangan Adi.Adi masih menoleh kanan dan kiri. Semakin
Baca selengkapnya
12. Bumbu Cinta
Tubuh Rani seolah kaku dan tidak dapat bergerak sedikit pun. Selang beberapa detik dari ujung rambut hingga ujung kaki terasa bergetar dan bulu kuduk berdiri. Berusaha sekuat tenaga melepas pelukan Adi tetapi tidak berhasil. "Rani, jangan bergerak! Ada Bapak di belakang. Beliau tersenyum melihat kita." Adi berbisik sangat pelan di telinga istrinya.Rani menjadi lemas seketika. Tidak ada kekuatan untuk menolak dan mendorong tubuh suami ke belakang. Dia hanya bisa pasrah dan menerima semua perlakuan Adi."Bagus. Bapak, mulai berjalan ke sini. Kamu tetap diam, ya."Sedikit memiringkan kepala sama sekali tidak ada keberanian untuk menoleh ke samping atau bahkan ke belakang. Adi masih erat memeluk istrinya dengan hati berdebar kencang. Mencium aroma wangi Rani dan tanpa sadar memeluk lebih erat sambil memejamkan mata.Rani serasa mati rasa sudah tidak bisa membedakan mana pelukan dan jantung berdebar karena Bapak. Hanya diam dan terpaksa dipeluk suami sangat kencang. Sengaja dilakukan ag
Baca selengkapnya
13. Salah Ucap
"Jangan mendekat! Aku bilang jangan mendekat!" teriak Rani mundur ke belakang.Adi terus mendekati Rani penuh tatapan menjijikkan bagi Rani. Baru pertama itu melihat wajah pria yang sangat menyebalkan dan membuat Rani ingin muntah."Rani, sini Sayang! Ayo, ke sini? Ke pelukanku, Sayang," rayu Adi seraya mengedipkan mata genit ke istri."Mundur! Jangan macam-macam!" Rani menabrak sesuatu benda keras di belakang. Dia meraba penuh getaran. Ada dinding di belakang Rani. Terpojok di sudut ruangan kamar. Adi tambah semangat untuk lebih mendekat karena nafsu."Diam kamu, Sayang! Ayolah, sini aku peluk.""Jangan!" Rani berteriak sangat kencang."Rani, ada apa? Kenapa kamu teriak?" Adi bergegas berdiri mendekati istri.Pundak Rani naik turun memburu sangat cepat. Sangat susah mengatur napas. Meraba dada seraya berdiri di dekat jendela. Mengelap kucuran keringat dingin yang membasahi seluruh wajah."Kamu kenapa?" tanya Adi sangat panik.Rani masih sibuk mengatur napas. Memberi tanda ke suami s
Baca selengkapnya
14. Suara Perempuan
Air mata Adi menetes dengan sendirinya. Bibir bergetar tidak sanggup menatap wajah istri. Hati ikut terasa sesak mendengar pertanyaan yang sama sekali tidak terbayang akan diucapkan istrinya."Rani, kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya Adi seraya mengusap air mata. Kelopak mata sebelah kembali meneteskan air mata. Dengan cepat dihapus sambil membelakangi istri."Mas, aku tidak tahu kalau menikah akan menyedihkan seperti ini." Rani menangis lemas di atas lantai. Membungkuk sangat dalam terdengar menyayat hati. Meremas ujung jilbab yang basah terkena air mata.Adi menghela napas panjang mulai susah bernapas. Menahan tangis dan air mata agar tidak keluar sangat tidak mudah. Wajar jika Adi merasa dadanya sesak."Aku takut kalau pernikahan ini tetap dilanjutkan."Adi berlari diiringi air mata lalu memeluk istrinya dengan erat. Mereka menangis bersama dengan alasan yang tidak sama tanpa mereka sadari. Ada alasan Rani mengatakan semua itu. Tetapi, berbeda dengan Adi. "Sayang, kamu jang
Baca selengkapnya
15. Bimbang
"Rani!" Lintang ikut berteriak. Namun, langkahnya terhenti tiba-tiba saat melihat Dika ikut jongkok di dekat Rani. Deg..."Ya Allah, kenapa hatiku berdebar cepat seperti ini. Aku merasa tidak suka kalau Rani dan Dika dekat." Lintang kembali masuk ke dalam rumah. Mengawasi dari balik tirai ruang tamu. Masih memegang dada yang tidak berhenti berdetak kencang."Rani, kamu kenapa? Astaga, muka mu pucat sekali. Ada apa, Ran?" Dika cemas sekali seraya mengambil ponsel yang jatuh di bawah."Halo, Rani! Sayang! Halo!"Dika menyerahkan ponsel ke Rani dengan hati-hati. Rani tertunduk lesu memalingkan wajah. Dika paham betul gelagat teman baiknya itu. Segera mematikan panggilan telepon lalu menyimpan ponsel ke dalam saku."Tenangkan dirimu dulu, Ran. Ayo, masuk ke dalam! Kamu bisa cerita sama aku dan Lintang."Rani perlahan berdiri sempoyongan berjalan pelan sekali. Adi mengikuti dari belakang dengan perasaan yang bercampur aduk jadi satu kebingungan. Lintang segera berlari melihat Rani menangi
Baca selengkapnya
16. Rencana Bahaya
Rani masih terus tak kuasa menahan butiran air mata. Sekilas saja sangat terlihat kalau dirinya sangat hancur. Tidak terhitung jari entah berapa Kali Lintang menyeka air mata sahabatnya. Sama halnya dengan Dika, masih lemas dan berusaha menguatkan Rani. Telinga kanan Rani banyak sekali mendengar asupan nasihat kebaikan dari sahabat yang alim dan saleh itu."Ran, kamu gak sendiri karena ada aku," ucap Lintang menatap dua bola mata indah Rani."Aku tahu pasti sangat berat. Apalagi kayak kita memang sama-sama menjaga jarak dari laki-laki. Aku paham sekali yang kamu rasakan, Ran." Lintang mengusap hijab Rani perlahan."Lin, aku gak tahu harus bagaimana lagi. Pelakor itu semakin gencar mendekati suamiku. Aku takut kalau mereka sampai menikah. Lalu nasibku bagaimana nanti?" Rani sangat resah. Terbayang suami tercinta menikah dengan perempuan lain akan sangat menyakitkan. Istri mana yang bisa kuat hati menyaksikan sendiri suami menyanding perempuan lain. Apalagi Rani yang baru saja merasak
Baca selengkapnya
17. Pilihan Sulit
Lintang tersenyum geli tidak sadar merasa lucu dengan ekspresi kaget Rani. Dika ikut senyum geli. Entah Rani lupa atau bagaimana. Hati memang tidak memungkiri dalam keadaan kalut dan bingung."Ran, kamu lupa beneran atau gimana?" tanya Lintang heran."Lupa apanya sih, Lin?" Rani menggaruk kepala."Dika, kamu gak perlu ke Jakarta. Serius aku gak papa kok, Dik," tolak Rani merasa sangat tidak enak.Dika sengaja senyum-senyum sendiri menggoda Rani. Lintang ikut geli menahan tawa. Benar. Rani bingung sekali hingga lupa kalau Dika bekerja di kota Jakarta. Merintis karir dari nol seperti Adi. Namun, mereka beda perusahaan. Dika juga sudah mempunyai rumah sendiri dan belum menikah."Ran, aku 'kan kerja di Jakarta. Jadi, nanti kalau kamu butuh sesuatu ada aku. Kalau suamimu macam-macam sama kamu tinggal hubungi aku saja."Rani masih bengong masih berusaha mengingat. Dalam hitungan beberapa detik kembali ingat dan merasa sangat malu. Bersembunyi di belakang punggung Lintang. "Maaf ya, Dik? Ak
Baca selengkapnya
18. Bapak Curiga?
"Kamu ganti baju terus kita makan. Nduk, Bapak kangen sekali sama kamu," ucap Bapak terharu masih tidak percaya bisa makan dengan putri tercinta."Iya, Pak. Rani, juga kangen sekali sama Bapak." Rani menahan air mata yang menumpuk di pelupuk mata.Langkah kaki berlalu meninggalkan Bapak sendirian di meja makan. Termenung dengan keraguan dan kecurigaan yang berputar mengelilingi kepala. Sekilas teringat kembali pesta pernikahan Rani yang sederhana tapi sangat membuat Bapak bahagia. Tidak menampik banyak yang terharu melihat putri semata wayangnya duduk berdampingan dengan pria yang menjadi jodohnya. Tidak terasa senyuman bahagia dan bangga tersungging di bibir tua renta itu."Bapak, maaf kalau sedikit lama. Rani, mandi dulu tadi." Pandangan Rani menyapu semua makanan di meja makan."Iya, Rani. Biar kamu tambah ayu dan segar. Ayo, makan sini!" Bapak melambaikan tangan dari meja makan."Wah, semua kesukaanku. Bapak, yang masak?" tanya Rani sedikit heran.Jauh dari Rani membuat Bapak leb
Baca selengkapnya
19. Menjemput Istri
Napas Rani memburu sangat cepat. Semakin lama dada terasa sesak. Menutup telepon lalu menarik napas panjang perlahan. Memukul kepala berulang kali sangat kesal dan emosi."Apa hebatnya perempuan itu hingga kamu bisa memilih dan betah jauh dari aku? Mas, kemarin aku terima dan masih ada keinginan mengalah. Lama-lama melihat kamu lebih memilih wanita itu sangat membuatku naik pitam! Aku tidak terima kamu perlakukan seperti ini!" Rani menutup jendela kamar sangat kencang.Bapak tersentak kaget mendengar suara keras dari kamar sebelah. Meletakkan koran perlahan lalu mengayunkan kaki ke dekat pintu. Kembali duduk di ranjang tidak jadi mengetuk pintu kamar putrinya."Ada apa dengan Rani? Suara apa tadi? Apa masalah rumah tangga mereka berat?" gumam Bapak seraya mengambil ponsel di atas meja kecil sudut.Bapak melihat layar ponsel cukup lama. Jemari tangan meraba ponsel dari depan hingga belakang. Menyalakan ponsel yang berukuran sedang. Kembali diletakkan di atas meja dengan gusar."Aku tid
Baca selengkapnya
20. Sindiran Pedas
"Bilang kok, Pak. Kok kaget sih, Pak?" Rani ikut bingung."Kasihan kalau sampai terlambat. Kamu udah perjalanan pulang ke Jakarta dan dia di sini sama siapa nanti?" kekeh Bapak."Ih, Bapak. Pasti selalu godain aku. Ran, Bapak mulai iseng nih."Rani merapikan hijab lalu mengambil tas yang sudah disiapkan di kamar. Hati sangat gelisah menanti kehadiran suami. Entah Adi akan bersikap baik atau sebaliknya."Lintang, ayo masuk ke kamar! Sebentar ya, Pak?" Rani menarik tangan sahabatnya hingga hampir terjatuh.Senyuman mengembang di wajah lintang. Melambaikan tangan ke Bapak sedikit menunduk. Lintang dari dulu juga sangat dekat dengan Bapak Rani. Bahkan, terkadang menginap di rumah Rani tidak hanya sehari atau dua hari.Dari kecil hanya tinggal bersama kakek dan nenek. Bisa bertemu Rani membuat Lintang bahagia bisa mengenal sosok seorang Bapak lagi."Ran, suamimu sampai mana?" tanya Lintang sangat pelan. Tidak enak kalau Bapak sampai dengar."Perkiraan sudah mendarat di bandara. Jarak banda
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status