All Chapters of Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!: Chapter 11 - Chapter 20
102 Chapters
Bab 11
Dewa mondar-mandir sambil memegangi perutnya. Berkali-kali pula dia ke kamar mandi. Melihatnya seperti itu sempat terlintas rasa iba padanya. Namun, diriku sudah kehabisan cara agar Dewa tidak terus menerus menyakiti hatiku. Entah mengapa makin hari rasa cintaku padanya semakin tumbuh subur."Ah, kenapa rencanaku setiap mau ketemuan sama Nindi selalu gagal." Dewa mengomel sambil bolak balik kamar mandi."Pasti kamu senang, kan?" Dewa bersuara lantang.Sontak aku menoleh ke arahnya lagi, lalu menunjuk diriku sendiri. "Aku? Apa hubungannya sama aku?" Kupasang wajah datar."Kamu gak suka, kan kalo aku ketemu sama Nindi?" Lelaki berwajah tegas itu menekan kalimatnya.Namun, aku berusaha tenang. "Aku sama sekali gak masalah kalo kamu ketemuan sama Nindi. Tuhan aja yang gak restui hubungan kalian. Buktinya selalu gagal, kan? Niat kamu jelek, sih.""Huh, dasar perempuan nyebelin. Kenapa juga aku dijodohkan sama kamu. Pembawa sial aja." Dewa kali ini bangkit."Pembawa sial? Gak salah, tuh? Ka
Read more
Bab 12
"Udah belum? Ambil jepit gitu aja, kok lama banget." Nindi rupanya sudah tak sabar.Namun, aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Kapan lagi kupegang kepala sekaligus menjambak rambut Nindi. Sebenarnya ini merupakan tindakan yang kurang sopan, tapi aku sudah kehabisan akal untuk memberinya pelajaran. Jika kulakukan secara bar-bar, bisa-bisa Dewa semakin ilfeel padaku. Satu-satunya cara, ya secara halus."Bentar lagi, Mbak Cantik. Beneran nih, hairspray-nya kebanyakan. Makanya jepit kecilnya ikut nyelip di dalam. Maaf, ya, Mbak kalau aku agak berantakin rambutnya." Aku berbicara sangat lembut agar Nindi tak mencurigai aksi balas dendamku."Gak papa, Fur. Yang penting jepitnya Nindi diambil. Kamu yang ambil aja susah begitu, apalagi aku? Pasti tambah sakit lagi Nindi. Sayang, sabar dulu, ya, biar Furi ambilin jepit kamu." Dewa berusaha menenangkan kekasihnya itu.Melihatnya bersikap romantis, semakin kutambah tenagaku menjambak rambutnya Nindi hingga wanita itu berteriak dan me
Read more
Bab 13
Kemudian, kuputuskan untuk mencari mobil online dan mendatangi sebuah klinik kecantikan di kota ini. Jika melihat penampilan Nindi, rasa minder seketika menyelinap di hati. Pantasan saja Dewa tergila-gila padanya. Sedangkan diriku? Hanyalah wanita rumahan dengan penampilan seadanya. Meskipun wajahku terbilang cantik, tetap saja harus ditunjang dengan perawatan.Setelah tiba di sebuah klinik kecantikan, aku memilih serangkaian perawatan. Mulai dari spa, peeling hingga laser. Aku sudah tak peduli dengan biayanya. Kali ini akan kumanjakan diriku sendiri.Ketika sedang melakukan spa, ponselku berdering. Namun, tak kuhiraukan. Aku lebih menikmati perawatan ketimbang memikirkan ponsel. Palingan telepon dari Dewa. Kurileks-kan diriku sejenak dari bayang-bayang dua manusia tak tahu malu itu. Aku benar-benar ingin menenangkan pikiran.Kurang lebih enam jam, aku menghabiskan waktu di klinik kecantikan. Ketika keluar, ternyata hari telah gelap. Segera kucek ponsel, dua puluh kali panggilan tak t
Read more
Bab 14
Segera kulihat aplikasi WhatsApp, tapi tak ada balasan dari Dewa. Pesanku yang terakhir kali kukirim juga belum dia baca, masih centang dua tanpa warna biru. Dia pasti sedang bersenang-senang bersama Nindi. Ya Tuhan, kenapa bisa nasibku semiris ini?Tepat jam setengah delapan waktu setempat, aku kembali ke resort. Setibanya di sana, Dewa belum juga pulang. Ah iya, bagaimana bisa dia masuk kamar sedangkan kuncinya kubawa? Setelah kuletakkan tas di atas meja, aku bergegas ke kamar mandi. Entah kenapa badanku masih terasa gerah. Sepertinya aku ingin merileks-kan badan dengan mandi air hangat.Kunikmati guyuran dari shower. Tiba-tiba bayangan Dewa dan Nindi berkelebat di pikiran. Terlebih lagi foto mesra mereka. Air mataku tak terasa mengalir begitu saja. Aku makin berlama-lama berdiam diri di bawah guyuran air sambil mengeluarkan semua beban yang menghimpit dada.Setelah kurasa hati ini cukup membaik, aku segera mengambil handuk dan membalut badan. Mumpung tak ada Dewa, pikirku. Jadi, a
Read more
Bab 15
"Furi, cepetan ganti baju nanti kamu masuk angin." Dewa berteriak.Sekilas kulihat dia asyik di depan lemari, sepertinya sedang memilih pakaian. Berarti dia tidak mengetahui kedatangan Nindi ke sini. Aman. Akan kumainkan rencanaku selanjutnya. Kemudian, kututup pintu sedikit agar Dewa tidak mencurigaiku."Kenapa, Mbak Cantik? Kaget?" Aku makin melebarkan bibir seraya menatapnya intens."Udahlah, Mbak Cantik. Gak usah terlalu berharap sama Dewa. Mau berharap Dewa cerai sama aku? Dewa itu tentara, gak semudah membalikkan telapak tangan. Ada aturan di dalam instansinya. Kalau pun aku gak hamil dan dituduh mandul, pasti bakal ada pemeriksaan yang membuktikan. Mending jalani hidup Mbak Cantik dengan baik dan segera move on," lanjutku gamblang. Aku berbicara sudah tak memakai basa-basi."Jangan mimpi kamu. Istri sementara aja belagu. Sampai kapan pun Dewa akan tetap jadi milikku. Awas, aku mau masuk." Nindi mendorongku sejenak, lalu hendak menyerobot ke kamar.Namun, segera kucegah. "Maaf,
Read more
Bab 16
Dewa tampak bingung. Akhirnya, dia ikut melihat ke tempat tidur. Seketika dia menepuk jidatnya. "Astaga. Itu punya Furi. Kayaknya dia lupa taruh di keranjang. Sumpah, aku gak ngelakuin apa-apa, Sayang." Dia langsung menjulurkan jarinya menyerupai huruf V.Tangis Nindi perlahan reda. "Kamu beneran gak bohong, kan?""Iya, Sayang. Aku gak bohong." Dewa seketika memangkas jarak dan langsung memeluk Nindi."Kamu yang sabar. Semua ini cuma masalah waktu aja." Dewa makin mendekap wanita itu.Melihat pemandangan menyakitkan itu, aku hanya diam seraya mencebik. Namun, dalam hati berpikir keras cara untuk menyingkirkan Nindi dan menaklukkan hati Dewa."Ya udah kalau gitu aku balik dulu." Nindi melerai pelukan Dewa."Oke, tunggu aku malam ini. Kita habiskan malam dan bersenang-senang."Hatiku kembali bergetar mendengar penuturan Dewa barusan. Apakah mereka akan bertemu malam ini? Jika benar, tak akan kubiarkan hal itu terjadi."Bener, ya. Jangan bohong lagi."Dewa mengangkat jari jempolnya. Kemu
Read more
Bab 17
"Halo, kenapa Mbak? Dewa udah tidur," ucapku pelan.Nindi malah balik marah dan tak percaya dengan ucapanku. "Kamu pasti bohong. Mana Dewa? Cepetan kasih teleponnya sama dia.""Kenapa? Udah gak sabar mau tidur sama dia, ya?" ledekku sambil tertawa."Kurang ajar kamu. Cepetan kasih sama Dewa," desak Nindi."Dewa beneran udah tidur. Kita habis aja---" Aku sengaja menggantung ucapanku begitu saja."Habis apa? Pasti kamu mau ngerjain aku lagi, kan?" Nindi langsung menutup telepon suara, lalu mengganti dengan panggilan video.Wah, dengan senang hati kuterima video call darinya. "Kenapa? Belum percaya, ya?" Kubuka selimut hingga menunjukkan sedikit bagian dadaku. Kemudian, kuarahkan kamera pada Dewa yang sedang tertidur. "Aku gak bohong, kan?""Gak! Gak mungkin Dewa ngelakuin hal menjijikkan itu. Aku gak percaya sama kamu." Nindi langsung memutus sambungan telepon.Setelahnya, aku terbahak-bahak. Namun, spontan kubekap mulutku sendiri karena khawatir Dewa terbangun. Seketika aku tersadar. A
Read more
Bab 18
"Kita sarapan di luar aja," jawabnya masih dengan suara serak, bahkan dia belum bangun dari tempat tidur.Seketika aku mengernyit. "Terus, makanan ini buat siapa?" Mataku menuju ke meja."Biarin aja di situ. Kita makan aja di luar. Sekalian jalan-jalan ke mana gitu."Aku sambil berpikir, tumben Dewa mengajakku keluar. Ah, pasti ada sesuatu di balik rencananya itu. Apa lagi kalau bukan ingin bertemu Nindi. Ck."Ya udah." Langsung saja kusetujui karena malas berdebat dengannya lagi.Kemudian, aku segera menuju kamar mandi. Selama di dalam, otakku tak henti berpikir. Seandainya Dewa mengajakku keluar hanya karena ingin bertemu Nindi, diriku harus menyiapkan sesuatu. Tenang, Furi. Kita ikuti saja permainan Dewa seperti apa.Setelah mandi, kulihat Dewa sedang menelepon. Melihatku datang, dia langsung menjauh. Kuduga dia menghubungi Nindi."Ya udah, tunggu aku di sana. Jam sepuluh aku meluncur." Dewa langsung mengakhiri panggilan. Kemudian, dia menuju tempatku berdiri. "Kamu semalam ngomong
Read more
Bab 19
"Jadi pergi gak nih?" Kuarahkan pandangan pada Dewa.Tampak dia sedang mengacak rambutnya. Sepertinya Dewa sangat kesal hingga pertanyaanku pun tidak dia hiraukan. Dia justru terfokus pada ponsel yang berada di genggamannya.Seketika aku termangu, hanya diam menatap wajah tampan Dewa. Seandainya saja pernikahan kami didasari cinta, pasti hidupku bakal sempurna. Namun, kenyataannya berbeda. Pemilik wajah tegas itu sangat tidak mengharapkan kehadiranku dan justru terang-terangan menjalin hubungan dengan wanita yang dia sebut cinta pertamanya di depanku. Sakit? Tentu sakit, tapi apa boleh buat. Aku cukup sadar diri. Diriku hanyalah ratu tanpa mahkota."Ya udah kalo gak jadi pergi." Kuayunkan tas hendak meletakkannya di atas meja.Namun, seketika Dewa menyambar tanganku dan membawa keluar. Usai mengunci pintu, tangan Dewa masih menyeretku hingga aku kesulitan untuk mengimbangi langkahnya yang panjang."Lepasin! Apa-apaan, sih, main geret-geret aja. Dikira aku ini maling?" Kuhempaskan tang
Read more
Bab 20
"Kamu niat pergi gak? Kalau mau asyik teleponan, ya mending tinggal aja." Dewa berbicara, tapi arah matanya tertuju pada layar ponselku."Kamu ngobrol sama cowok?" lanjutnya sambil memandangku lekat."Kenapa? Kamu cemburu?" Aku membalikkan pertanyaannya. Kemudian, kuambil kembali ponselku."Jangan GR. Aku gak bakal cemburu sama kamu." Dewa langsung beranjak menuju mobil dan segera masuk kendaraan tersebut.Sejenak aku mematung karena melihat Dewa masuk mobil tersebut. Biasanya kami diantar sopir, kenapa sekarang dia yang menyetir sendiri?"Kenapa diam di situ? Gak mau naik?" Dewa langsung menyalakan mesin mobil.Gegas aku naik dan duduk tepat di sampingnya. Kemudian, kuperbaiki posisi duduk sambil memangku tas kecil. "Kenapa kamu yang nyetir sendiri? Emang gak ada sopirnya?""Kenapa? Kamu ragu kalau aku yang nyetir? Tenang aja, aku gak bakal bawa kamu nyasar." Dewa menjawab sambil fokus melajukan mobil. Kemudian, dia mengambil ponsel yang diletakkan di dashboard.Seketika aku mendengk
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status