All Chapters of Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!: Chapter 51 - Chapter 60
102 Chapters
Bab 51
"Oh, ini anak saudara Mama. Ini waktu masih umur satu bulan, Mama juga lagi hamil Furi," jawab Mama dengan raut wajah seperti kaget."Ya udah, kalian tunggu dulu. Mama mau bikinin minuman," lanjut beliau dan berjalan gontai menuju dapur sambil membawa album foto tersebut.Aku seketika tercenung. Kenapa Mama bersikap tak seperti biasa ketika melihat Dewa melihat foto tadi? Pikiranku langsung tertuju pada obrolan bersama Papa. Apa jangan-jangan itu fotonya Dewa ketika bayi?"Iya, itu tadi fotonya sepupuku," jawabku berusaha mencairkan suasana agar Dewa tak curiga dengan sikap Mama barusan.Dewa hanya manggut-manggut dan membulatkan bibir. "Aku kira kamu punya kakak cowok."Aku cepat-cepat menggeleng. "Bukan."Kemudian, aku beranjak ke kamar. Ketika di dalam, kupandangi seluruh ruangan. Mataku langsung tertuju pada boneka Panda berukuran jumbo. Seketika aku teringat ketika awal perjodohan dengan Dewa. Kuajak boneka tersebut berbicara sambil menangis tersedu-sedu. Jika mengingat kejadian
Read more
Bab 52
Diri ini masih mematung memandangi Dewa penuh iba. Aku sangat prihatin dengan masalah yang menimpanya. Kakiku perlahan melangkah mendekati. Kutatap wajahnya yang masih dipenuhi kobaran emosi. Setelah kurasa amarah Dewa agak mereda, kumulai membuka obrolan."Total utangmu berapa? Boleh aku bantu?" ucapku lirih, sedikit berhati-hati karena kutahu situasi seperti ini sangatlah sensitif.Kepala Dewa menoleh ke arahku. "Aku gak mau ngerepotin orang lain. Aku juga gak mau nantinya jadi berutang budi. Kamu pasti mau manfaatin keadaan, kan?"Aku sejenak terdiam. Seketika hening merajai suasana. Entah harus dengan cara apa lagi agar hati Dewa sedikit terbuka."Kenapa kamu masih mau bertahan dengan pernikahan ini?" Lelaki di hadapanku itu kembali berbicara."Pernikahan itu bukan permainan. Saat kamu ijab qabul di depan penghulu itu adalah sakral. Urusannya sama Allah. Udahlah, lupakan sebentar soal masalah kita. Sekarang kita selesaikan dulu masalahmu," lanjutku memberi saran.Dewa hanya menata
Read more
Bab 53
"Bisa lah. Dulu kita rencana nabung bersama buat acara pernikahan. Rencananya nanti kita akan menggelar resepsi yang megah dan mewah. Makanya aku suruh Nindi yang pegang semua hasil penjualan mobil."Mendengar penuturan Dewa, aku seketika tertawa. "Dewa, Dewa. Kasian banget nasibmu. Luarnya doang gagah, tapi dalamnya kalah sama cewek kayak Nindi."Dewa langsung menatapku tajam. "Jangan ngeledek aku kamu. Namanya juga musibah, siapa yang mau.""Kalau ini bukan musibah, tapi percobaan bunuh diri," kelakarku sambil terbahak.Tampak Dewa menghela napas seraya meraup wajahnya. Dia sepertinya benar-benar pusing menghadapi masalah yang menimpa."Habis ini kita mau ke mana?""Kita ke asrama dulu. Oh iya, makasih ya, kamu udah bantuin aku," ucap Dewa lembut, tidak seperti biasa. "Santai aja. Udah kewajibanku sebagai istri bantuin suami. Iya, kan?" ledekku sambil mengerlingkan sebelah mata."Iya, deh. Terserah kamu." Dewa langsung berjalan menuju mobil, meninggalkanku.Aku pun segera mengikuti
Read more
Bab 54
"Oh, saudara. Aku kira itu istrimu," ucap Winda sedikit menyunggingkan senyum masam."Kalau istri emangnya kenapa, Mbak?" timpalku memberanikan diri.Sontak Dewa memelototiku, tapi segera kuinjak kakinya. Akhirnya lelaki di sampingku itu terdiam seketika."Ya, aku patah hati, dong." Winda menjawab terang-terangan. Benar-benar Nindi kedua."Emangnya Mbak belum nikah?" sengitku lagi. Aku sudah tak peduli dengan Dewa.Wanita bernama Winda itu tampak seperti bingung. "Em, sebenernya udah, tapi hubunganku dengan suami lagi gak harmonis." Kulihat Dewa mengernyit. "Oh, ya? Terus kamu kerja di mana?" Dia seperti ingin mengalihkan pembicaraan.Namun, Winda justru mengarahkan kami ke bagian ujung restoran. "Kita duduk di sana aja, yuk. Gak enak ngobrol sambil berdiri gini."Dewa pun menuruti permintaan Winda. Mau tidak mau, aku juga mengikutinya meski dalam hati sangat kesal. Namun, sejenak kutepikan rasa cemburuku. Kuikuti ke mana permainan ini akan berakhir.Setelah duduk di tempat yang Wind
Read more
Bab 55
Usai makan, Winda mengajak Dewa berbelanja ke mal. Namun, suamiku itu meminta izin padaku terlebih dahulu. Karena ingin mengetahui arah pertemuan ini, akhirnya kusetujui. Ya, sekalian memantau kegenitan si wanita aneh itu.Ketika berada di mal, Winda terus menarik tangan Dewa seolah ingin menggandengnya. Melihat tingkah konyol wanita itu, hatiku sangat geram. Beruntungnya Dewa selalu menolak. Kemungkinan karena dia khawatir diketahui oleh temannya. Berbeda dengan Nindi saat di Bali. Di sana memang tak ada rekannya sehingga dia bisa berbuat seenaknya."Kamu mau belanja apa? Oh iya, sodaramu juga mau dibeliin apa?" Winda memberi penawaran pada Dewa."Kamu mau dibeliin apa?" bisik Dewa sembari menyenggol lenganku.Aku seketika menggeleng. Semangatku mendadak hilang semenjak kehadiran wanita itu. Jangankan mau memilih belanjaan, melihat tingkah mereka berdua saja mataku sudah pedih."Apa aja, deh. Terserah kamu." Akhirnya Dewa angkat bicara.Setelah itu, kami berkeliling menemani Winda be
Read more
Bab 56
"Oke, gak masalah. Aku bisa memaklumi." Dewa pun mengalihkan tatapannya. Hening seketika merajai suasana.Perlahan kakinya menginjak pedal gas dan melajukan mobil dalam diam. Namun, riak wajahnya tampak bahagia. Senyumnya sesekali merekah dan sedikit mencuri-curi menatapku. Mentari yang telah meninggi serta pesona awan putih berarak-arakan di atas sana pun turut mengiringi perjalanan kami. Beberapa saat kemudian, tangan kirinya melepas kemudi dan meraih jemariku hingga membuat jantungku berdentum tak beraturan. Suasana tenang dan nyaman pun seketika tercipta."Kita mau ke mana ini?" tanyaku yang akhirnya memecah kesunyian."Kamu maunya ke mana?" Dewa balik bertanya padaku. Tangannya masih memegang jemariku. Tatapannya kali ini terbagi antara fokus mengemudi dan sesekali menatapku penuh perhatian.Sejenak kukernyitkan kening. "Loh, bukannya katanya tadi mau beli perabotan?" Segera kulepaskan tangan seraya berpura-pura merapikan rambut, padahal sebenarnya menyembunyikan riak kecanggung
Read more
Bab 57
Mendengar ucapannya barusan membuatku tak berhenti tertawa. "Wah, bagus juga itu. Kelakuanmu selama ini kan persis sayton."Dewa seketika mencebik sembari memegang dadanya. "Astaghfirullah, masa kamu bilang aku sayton?" Nada bicaranya terdengar begitu pasrah.Aku makin terkekeh dan tak mau berhenti. Benar-benar momen yang sangat menghibur diri."Kita jadi belanja gak nih? Kelamaan cerita malah keburu tutup tokonya nanti," ujarku mengalihkan pembicaraan.Dewa lalu mengembalikan ponselku dan perlahan melajukan mobil menuju pertokoan yang ada di depan sana.Kemudian, kami turun dan berjalan beriringan. Karyawan toko menyapa sangat ramah dan menampilkan senyum terindah mereka. Aku dan Dewa menyusuri tiap lorong toko seraya memilih produk yang akan kami beli.Ketika sampai di bagian kasur, aku seketika melirik Dewa. Dia asyik memilih dan sesekali bertanya harga pada karyawannya."Kamu gak butuh sofa? Biasanya kalau mau tidur yang dicari sofa," kelakarku seraya mengingatkan Dewa. Sontak De
Read more
Bab 58
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" Ternyata Dewa memperhatikan gerak-gerikku.Namun, aku seketika menyembunyikan perasaanku. "Oh, itu. Aku tiba-tiba ingat aktingmu sama Winda tadi. Padahal dia udah ke-PD-an mau deketin kamu. Eh, ternyata kena prank.""Hahaha." Gelak tawa Dewa pun pecah.Ketika hendak berbelok ke arah batalyon, melintas motor melewati mobil kami. Spontan Dewa menambah kecepatan."Sialan! Itu Nindi sama Jems. Aku harus bisa berhentikan mereka. Kayaknya mereka pura-pura kabur dari kota ini." Dewa makin menambah laju kecepatan hingga menerobos lampu merah. Untung saja tidak ada kendaraan dari arah berlawanan.Kutajamkam penglihatan ke arah depan. Memang benar, tampak Nindi sedang berboncengan dengan Jems.Tepat di samping toko bangunan, Dewa berhasil menghentikan motor yang dikendarai mereka berdua. "Turun." Dewa melongokkan kepala, lalu turun dari mobil.BUGH!Satu pukulan melayang ke arah kepala Jems. Sontak lelaki yang menjadi tunangan Nindi itu segera memarkir motor
Read more
Bab 59
"Asal jangan tambahin embel-embelnya aja," kekeh Dewa sembari menyambar ponsel yang berada di dashboard. Matanya tak lepas memandangi benda yang kini sedang dia pegang."Terus apa, dong?" sahutku datar. Jujur, aku sangat canggung jika harus memanggil Dewa dengan sebutan lain. Apalagi dengan panggilan sayang. Ah, rasanya bibir ini kelu. Aku sengaja berpura-pura menyisir rambut untuk menghalau riak kecanggungan.Dewa seketika menjauh dari mobil seraya menegakkan badannya ketika ada seorang lelaki berseragam loreng melintas mengendarai sepeda motor. "Siang, Bang."Kemudian, Dewa kembali melongokkan kepala dan menatapku tajam, sementara tangan kanannya menempel di pintu mobil. "Terserah kamu aja, deh. Yang penting aku manggil kamu Yang, ya? Boleh, kan?" Dia memandangiku makin lekat.Perlahan kukembalikan sisir berwarna pink ke dalam tas. "Boleh, asal bukan Yangti aja."Tampak kening Dewa berkerut. "Yangti? Apa artinya itu?" Sepertinya dia benar-benar tak paham dengan selorohan yang kulont
Read more
Bab 60
"Ya udah, aku ke depan dulu, ya?" pamitku seraya melangkah keluar.Ketika di teras, Bu Soni mengambil alih Zara dari gendonganku. Kemudian, seorang wanita mengendarai motor melintas di depan. Begitu melihatku, wanita tersebut berhenti."Bu Soni, siapa yang nempatin rumah itu?" tanyanya sambil mengarahkan pandangan pada tetangga sebelah."Om Dewa, Bu Dar," balas Bu Soni setengah berteriak.Sontak wanita pemilik nama Bu Dar itu menepikan motor dan berjalan menuju pekarangan rumah. "Oh, Om Dewa yang dulu pacarnya selebgram itu, ya? Denger-denger gak jadi nikah, kan? Duh, sayang banget, ya. Padahal serasi lho. Omnya ganteng, mbaknya juga cantik."Bu Soni seketika melirikku, seperti ada rasa tak enak hati. "Ya, namanya juga jodoh, Bu. Mau dikejar sampe mana juga kalau gak jodoh ya percuma. Ya kan, Tante?"Aku hanya tersenyum tipis. Rupanya orang di asrama telah mengetahui hubungan Dewa dan Nindi. Namun, aku tidak terlalu mengambil pusing. Toh, sekarang yang menjadi istri sahnya adalah aku.
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status