All Chapters of Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!: Chapter 31 - Chapter 40
102 Chapters
Bab 31
"Kenapa? Kamu penasaran? Apa pun yang aku bilang, pasti kamu gak akan percaya," jawabku sambil fokus memasukkan pakaian ke dalam koper. Setelah semuanya beres, aku beranjak ke tempat tidur dan duduk di tepi. Kulihat Dewa masih mengemasi barang-barangnya.Kemudian, Dewa menyusulku. Dia duduk tepat di samping dengan tatapan yang entah. Sepertinya dia masih memikirkan apa yang kukatakan barusan."Sejauh apa kamu tau soal Nindi?" Dewa sedikit merapatkan posisi duduknya.Aku tak menjawab pertanyaannya. Kejadian tadi masih membekas di ingatan. Semakin kuingat, semakin sakit yang kurasakan. Seketika penyesalan melintas di pikiran. Seandainya kutahu akan seperti ini, lebih baik tak melihatnya. Dadaku mendadak terasa sesak.Bayangan Mami dan Papi pun seketika menyeruak di benak. Aku tak bisa membayangkan jika hubunganku dengan Dewa harus berhenti di tengah jalan, tapi jika tetap kulanjutkan pernikahan ini, dirikulah yang semakin tersiksa. Ya Tuhan, kenapa jadi seruwet ini?"Jawab pertanyaanku,
Read more
Bab 32
Dewa masih memelototi ponsel dengan kata-kata yang tidak terlalu jelas kudengar. Ocehannya itu persis seperti orang yang sedang mengomel."Ayo, angkat teleponku Nindi! Kamu ke mana aja jam segini?" racaunya yang sempat terdengar di telingaku.Kemudian, Dewa melirik pada benda yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ah, mungkin dia udah tidur. Atau dia marah sama aku gara-gara kejadian tadi?" Spontan Dewa mengacak rambutnya sangat kasar.Setelah itu, aku menarik selimut dan berusaha memejamkan mata karena esok aku tak boleh terlambat bangun.***Setelah membereskan kamar, aku keluar membawa barang-barang. Kemudian, berpamitan pada owner juga karyawan resort. Mereka tampak heran dengan kepulangan kami yang terkesan mendadak. Ya, masa liburanku dengan Dewa seharusnya masih seminggu lagi. Namun, karena kejadian menjijikkan kemarin yang membuatku tak tahan berlama-lama di sini.""Maaf, Pak, kami mendadak ada urusan penting," ucapku beralasan."Benar tidak ada sesuatu, kan, Nyonya?" balas
Read more
Bab 33
Selepas Gali dan calon istrinya pergi, Dewa langsung mencecarku. "Kamu tadi nyindir aku, ya?" Dia spontan menghempaskan bokong di kursi ruang tunggu."Kamu tersinggung?" balasku seraya ikut duduk di sampingnya."Udahlah, gak usah berdebat. Gak enak diliat orang," lanjutku sambil memasang syal."Kamu itu emang nyebelin." Dewa justru menarik syalku dan mengikat ke leherku."Eh, eh. Kamu mau bunuh aku, ya?" Namun, dia justru terkekeh. Hatiku seketika merasakan debar yang tak biasa. Semenjak di resort kemarin, Dewa selalu ingin menghabiskan waktu dengan Nindi. Sekarang dia berada di dekatku dan sudah mau bercanda. Sayangnya, potongan adegan ketika bersama Nindi melintas di pikiran. Perasaanku seketika ambyar. Entah kenapa jika mengingat kejadian itu hatiku masih merasakan sakit, bahkan melupakannya saja sangat sulit."Kamu kenapa?" Dewa memandangku lekat.Aku menggeleng. "Kamu gak ngerasa curiga sama Nindi, ya?" Segera kualihkan obrolan."Emang kenapa?""Gak ada. Cuma aku ngerasa ada yan
Read more
Bab 34
"Astaga! Dewa harus tau masalah ini." Aku spontan bergegas pergi.Namun, Mami langsung mencekal tanganku. "Jangan kasih tau Dewa dulu.""Tapi, kenapa, Mi?" jawabku pelan sambil membalikkan badan.Mataku mengitari sekitar, ternyata Dewa sudah tidak ada, entah ke mana dia pergi. Sepertinya dia ke kamar karena sempat kulihat tadi Mang Dikin membawa masuk koper kami."Kenapa Dewa gak boleh tau soal ini, Mi?" Ulangku sekali lagi.Sejenak Mami tampak menarik napas dan mengembuskannya perlahan. "Mami gak mau dia tersangkut masalah ini. Dia itu aparat yang instansinya punya aturan ketat. Kalau Dewa tau, pasti dia bakal cari tau dan Mami takut dia main hakim sendiri. Mami gak mau gara-gara kasus ini Dewa kena masalah. Jadi, biar orang-orang Papi yang selidiki."Aku seketika terdiam. Memang ada benarnya apa yang dikatakan Mami, tapi sebagai anak Dewa harus mengetahui. Terlebih lagi jika semua ini ada kaitannya dengan wanita yang dicintainya."Please, jangan kasih tau Dewa." Kedua tangan Mami men
Read more
Bab 35
Aku tetap tak mau kalah. "Bisa aja, kan. Mereka sengaja sandiwara demi menguras hartamu. Cewek kayak Nindi mah yang ada di otaknya cuma duit aja. Gimana caranya dia bisa dapet duit banyak buat biaya perawatannya ke klinik kecantikan. Atau bisa juga Jems ada kepentingan lain yang memanfaatkan Nindi."Lelaki itu sejenak mengernyitkan kening. Kemudian, dia tampak menarik napas yang kuketahui dari dadanya yang mendadak bergerak naik turun."Aku udah tanyain, kok. Dia posting foto saudaranya yang tunangan, ya wajarlah sebagai ucapan selamat. Kamu aja yang kait-kaitkan sama Jems, mentang-mentang jamnya sama. Emang yang bisa beli jam kayak gitu cuma Jems? Jems itu jelas-jelas temen baiknya Nindi. Aku udah tau lama, kok. Mereka emang sering sama-sama, ya karena urusan job doang. Gak lebih." Derai tawa Dewa seketika menghiasi ruangan.Aku terdiam sejenak. Kemudian, kucerna baik-baik alasan Dewa. Jika masalah jam tangan memang masuk akal, bisa saja itu tangan lelaki lain. Tapi, yang jadi keganj
Read more
Bab 36
"Oh, biasa. Papi cuma kecapekan aja soalnya akhir-akhir ini sering banget lembur." Mami berusaha menjawab dengan tenang. Sepertinya agar Dewa tidak terlalu mengkhawatirkan Papi."Ya udah, Mami tunggu di ruang makan." Beliau pun membalikkan badan dan beranjak keluar kamar.Selepas Mami pergi, aku dan Dewa kembali berpandangan. Sontak lelaki di sampingku itu mendorong kakiku sangat kuat hingga aku meringis kesakitan."Sana, pergi. Jangan keenakan dipijitin. Ini cuma sandiwara!""Sakit tau!" Kumonyongkan bibir beberapa senti sembari mengelus betis kaki."Cengeng. Gitu aja masa sakit?" Dewa justru meledekku.Langsung kuambil kaki dan kulakukan hal yang serupa dengan apa yang Dewa lakukan padaku. Spontan dia nyengir kesakitan."Tuh, kan sakit?""Tadi aku gak terlalu keras dorongnya. Kamu sengaja pengen nyakitin aku, ya?" Dewa menatapku sinis sambil meringis memegangi kakinya.Aku sontak tertawa seraya meremehkannya. "Halah cemen. Tentara, kok, lemah."Dewa sontak berdiri dan berkacak pingg
Read more
Bab 37
"Menyenangkan, Pi," jawab Dewa sambil menatapku dengan senyuman.Aku pun kembali tersenyum. "Iya, Pi. Menyenangkan banget. Papi gak salah milih tempat.""Gak ada masalah, kan?" lanjut Papi seraya memasukkan makanan ke mulutnya.Lagi-lagi aku dan Dewa beradu pandang. Kami kompak menggeleng bersama. "Gak ada, Pi." Jawaban itu pun nyaris terlontar bersamaan dari mulut kami.Kemudian, kami melanjutkan makan bersama. Kehangatan keluarga ini begitu terasa. Terutama Mami dan Papi, beliau benar-benar menyayangiku melebihi anak kandungnya sendiri. Kasih sayang mereka bisa kurasakan sangat tulus.Usai makan, terdengar deringan ponsel Papi yang diletakkan di sampingnya. Begitu melihat benda tersebut berbunyi, wajahnya berubah seketika. Mami pun tampak memegangi tangan suaminya itu. Sepertinya ada sesuatu sehingga membuat mereka seperti itu."Papi duluan ke kamar. Mau istirahat dulu," ucap Papi sambil meninggalkan ponselnya tergeletak di atas meja.Kemudian, Mami yang mengambil benda tersebut dan
Read more
Bab 38
Aku kembali menuju ruang keluarga. Rumah mewah ini tampak sepi, hanya sesekali terdengar kicauan burung-burung mahal koleksi Papi. Kepalaku celingukan ke seisi ruangan, tak ada satu pun orang yang melintas. Bik Marni sepertinya sedang beristirahat di kamarnya. Akhirnya, aku ke dapur menyusul Dewa.Ketika tiba di sana, tampak suamiku itu sedang duduk di ruang makan sambil menikmati salad buah kesukaannya. Dia asyik menyendok salad, tapi tangan kirinya tak kalah asyik memainkan ponsel. Begitu mengetahui keberadaanku, Dewa menoleh sejenak. Kemudian, dia kembali mengarahkan pandangan pada benda yang berada di genggamannya.Aku masih mematung sambil memperhatikan Dewa. Ingin sekali kuceritakan perihal kasus Papi, tapi seketika teringat pesan Mami. Akhirnya, kuurungkan niatku itu."Kamu mau beliin tas buat Nindi? Kamu juga sering kirimin uang buat dia?" ucapku pelan sambil berjalan mendekati Dewa.Kepala Dewa mendongak dan menatapku tajam. "Kenapa? Kamu juga mau?"Spontan aku menggeleng. "A
Read more
Bab 39
Sesaat kemudian, datang Jems seraya berkacak pinggang. Wajahnya pun tak kalah sadis dari Nindi. Dia menatapku dari ujung rambut hingga kaki."Sebaiknya kamu jangan ikut campur masalah kami," ucap lelaki bertato di bagian tangannya itu sambil mengacungkan telunjuk."Dewa sama keluarganya itu memang pantas untuk dihancurkan," lanjut Jems dengan sorot mata kebencian.Aku sedikit panik mencari ponsel. Sayangnya benda tersebut tertinggal di dalam mobil. Ah, sial. Aku harus segera mencari alasan agar bisa keluar dari rumah Nindi ini."Kenapa? Kamu mau telepon Dewa? Apa mau telepon polisi? Apa mau ngancam viralin lagi?" lanjut Nindi sambil menyeringai."Kamu benar-benar licik. Sebenarnya mau kalian itu apa! Salah keluarga Dewa apa sampai kalian tega hancurin?"Lagi, Jems maju satu langkah. "Bukan urusanmu, tapi kalau kamu terusan ikut campur, bisa-bisa kamu juga yang jadi sasaran.""Bilang! Apa rencanamu ke sini? Sebelum kita lenyapkan kamu juga dari sini." Nindi menatapku nyalang.Sejenak k
Read more
Bab 40
Setelah mengakhiri panggilan, kembali kutambah kecepatan menuju kantor Papa. Tak membutuhkan waktu lama, aku pun tiba di sana.Ketika sampai, aku langsung menuju ruangan Papa yang terletak di lantai dua. Setelah kubuka pintu, beliau tampak sibuk di depan laptop sambil memegang beberapa map. Melihatku datang, Papa langsung menyapa dan meninggalkan sejenak pekerjaannya."Sehat, Nak?" Beliau memelukku."Alhamdulillah, Pa."Kemudian, beliau mengarahkanku pada sofa di dalam ruangannya. Papa menatapku lekat. "Gimana liburannya kemarin?"Aku mengulas senyum. "Menyenangkan, Pa." Kemudian, diriku kembali terdiam. Seketika hening menguasai suasana."Ada apa? Tumben kamu temui Papa? Biasanya kalau kangen cuma nelepon atau langsung pulang." Tatapan beliau tak lepas memandangiku."Emang salah?"Beliau merapatkan posisi duduk. "Bukan gitu, tapi aneh aja. Kalau ada sesuatu bilang sama Papa." Tangannya langsung merangkul pundakku."Pa, Papa tau gak? Sebenarnya apa yang terjadi sama Papi?"Papa sponta
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status