All Chapters of Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!: Chapter 41 - Chapter 50
102 Chapters
Bab 41
Namun, Dewa segera menarik tanganku hingga aku terpaksa membalikkan badan kembali. Kupandangi wajah tegasnya lekat-lekat."Ada apa lagi?" "Mana kunci mobilnya? Jangan GR kamu!" hardik Dewa sambil menengadah.Perlahan tanganku meraih kunci dari dalam tas. Ketika hendak pergi, Mami tiba-tiba datang. Terpaksa kuurungkan dan bersikap seolah tidak terjadi sesuatu."Ada apa nih kayaknya lagi pada serius?" ucap beliau membuka obrolan."Eh, Mami. Papi gimana, Mi? Apa udah baikan?" jawabku mengalihkan pembicaraan.Mami sedikit mengulas senyum. Namun, sorot matanya tetap tak bisa dibohongi. Beliau seperti sedang menyembunyikan sesuatu."Alhamdulillah udah agak mendingan."Spontan Dewa mendekati maminya dan memegang kedua tangan beliau. "Mi, bilang! Sebenarnya ada apa?"Mami terdiam. Tatapannya mengarah padaku. Aku pun hanya bisa terdiam. Rasanya ingin memberi tahu pada Dewa tentang kasus Papi, tapi seketika teringat pesan Mami. Sedangkan jika kubuka kedok Nindi dan Jems di hadapan beliau, suda
Read more
Bab 42
"Karena kejadian ini terjadi setelah aku nikahin kamu. Dulu, keluargaku aman-aman aja. Aku pacaran sama Nindi juga gak pernah ngalami kejadian aneh kayak gini, apalagi sampe Papi diteror segala. Kenapa pas kamu masuk ke keluargaku baru seperti ini? Kan, perlu dipertanyakan." Dewa masih memandangiku dengan tatapan menghujam.Spontan kutarik napas dan mengaturnya perlahan. "Please, sekali ini aja kamu percaya sama aku. Aku yakin kalau pelakunya itu Nindi sama Jems."Lagi-lagi Dewa tertawa. "Furi, Furi. Kamu itu pinter banget ngalihin situasi. Kamu pikir aku percaya gitu aja? Ngomong aja kalau kamu itu naksir sama Jems makanya kayak gini.""Nanti aku bilangin sama Nindi suruh mak comblangin kamu sama Jems. Eh, tapi tunggu aku nikah sama Nindi dulu." Tawa Dewa semakin berderai."Gak lucu tau. Ini masalah serius," ketusku.Tak berselang lama, suara ponsel Dewa mengalihkan perhatiannya. Lelaki di hadapanku itu langsung sigap menempelkan benda tersebut ke telinganya."Iya, Sayang, gimana?" u
Read more
Bab 43
Dewa mengabaikan ucapanku begitu saja dan langsung melenggang keluar. Kemudian, suara deringan ponsel membuatku terkejut. Segera kuambil benda tersebut.[Kalau kamu masih mata-matain aku, aku akan bikin kamu semakin dibenci sama Dewa]Teks bertuliskan pesan tersebut dari sebuah nomor tak dikenal. Dugaanku kuat bahwa itu nomor Nindi. Tapi, dari mana dia dapat nomor ponselku?Setelah kupikir-pikir, tak akan kubalas pesan tersebut. Jika kuladeni juga percuma. Lebih baik kuabaikan saja. Kemudian, aku berganti pakaian dan sedikit membersihkan diri. Setelah itu, kubaringkan badan sejenak seraya melepas penat. Tak lama beristirahat, suara azan Isya berkumandang. Akhirnya, aku bangun dan menunaikan salat empat rakaat.Selepas salat dan baru melepas mukena, pintu seketika terbuka. Tampak Dewa menyembul dan berjalan masuk kamar. Wajahnya kuperhatikan sangat kusut. Cara berjalannya pun seperti tak bertenaga.Usai melipat mukena, kudekati Dewa. Saatnya kutanyakan dari mana Nindi mengetahui nomor
Read more
Bab 44
Tak berselang lama Dewa datang. Karena tak ingin kembali berdebat dengannya, aku memilih berbaring sambil berusaha memejamkan mata. ***Ketika mataku terbuka, kulihat ke arah sofa. Dewa telah tak berada di sana. Entah ke mana dia pergi. Selimut yang dia pakai pun sudah terlipat rapi. Ah, mungkin dia ke kamar mandi.Namun, cukup lama aku menunggu, sosok Dewa tak ada keluar dari kamar mandi. Setelah kucek, suamiku itu tak ada di dalam. Ke mana dia? Aku segera keluar dan menuju ke dapur. Sosok Dewa tetap tak kulihat di rumah yang besar ini. Kebetulan ada Bik Marni yang sedang membersihkan peralatan masak. Segera kutanyakan pada beliau, barangkali mengetahui keberadaan Dewa."Bik, liat Dewa gak? Aku bangun-bangun, kok gak liat dia."Bik Marni sejenak menoleh ke arahku, tapi tangannya tetap sibuk memegang panci yang hendak dia letakkan ke dalam lemari piring. "Tadi Bibik liat Den Dewa keluar pake mobil, Non."Aku mengernyit. Tidak biasanya Dewa pergi sepagi ini. Padahal, masa cutinya bel
Read more
Bab 45
"Tau lah. Kan ada mata-mataku. Emangnya kamu apa? Mata-matain Nindi malah ketahuan. Gak profesional," jawab Dewa seraya mengejekku.Aku hanya diam sambil mencebik. Dalam situasi seperti ini masih sempat-sempatnya mencelaku. Bukan Dewa namanya jika tidak membuatku kesal."Aku gak nyangka aja Papi bisa ngelakuin ini." Dewa kembali melanjutkan ucapannya seraya menghela napas panjang."Namanya manusia itu tempatnya khilaf. Kayak kamu gak kayak gitu aja. Udah nikah masih berhubungan sama Nindi," sengitku yang membuat pandangan Dewa seketika mengarah padaku.Di waktu yang bersamaan, suara deringan ponsel Dewa mengalihkan perhatian kami. Lelaki berwajah tegas itu langsung menerima panggilan tersebut."Apa? Mau ambil mobil?" Dewa sangat terkejut ketika menerima telepon barusan. Entah telepon dari siapa. Aku hanya menguping sambil berusaha menebak-nebak si penelepon. Kemungkinan teman bisnisnya."Gak, gak bisa. Itu bukan urusanku. Minta aja sama Nindi," lanjut Dewa lagi masih menempelkan pons
Read more
Bab 46
"Sampe waktunya tiba. Pokoknya aku tetap gak mau lanjutin pernikahan ini." Dewa mengacungkan jari telunjuknya ke hadapanku.Aku tak bisa berkata-kata. Lelehan bening yang sempat mengucur segera kuhapus. Percuma menangisi semua ini, tak akan bisa mengubah keadaan. Lebih baik aku pasrah seraya berdoa. Apa pun yang terjadi yakin dan percaya pasti yang terbaik dari Tuhan. Aku juga tak ingin terkesan seperti mengemis cinta."Oke kalau begitu. Aku ikuti maumu, tapi sebelum kita berpisah izinkan aku memperlakukanmu selayaknya seorang suami.""Terserah, tapi jangan harap aku mau nyentuh kamu dan bisa mencintaimu. Gak akan!"***Beberapa jam setelah kejadian tadi, Dewa tak banyak bicara. Bahkan, ketika bertemu Mami dan Papi pun dia hanya diam. Ya, mungkin dia belum bisa menerima kenyataan hidupnya. Namun, untuk masalahnya dengan Nindi sepertinya kedua orang tua Dewa tak mengetahui."Kamu kenapa diam aja?" Mami yang membuka obrolan ketika kami berempat duduk di ruang makan."Apa Papi udah gak d
Read more
Bab 47
"Kok, kamu ngomongnya kayak gitu?" Gantian Mami yang seolah terkejut dengan ucapan Dewa barusan.Dewa pun seketika salah tingkah. Dia sedikit canggung dan berusaha menutupi rasa keterkejutannya tadi. Sepertinya dia baru sadar."Harusnya kamu bersyukur bisa nikah sama Furi," lanjut Mami lagi."I-iya, Mi. Aku sangat bersyukur, kok. Tapi, kan kita perlu waspada apalagi zaman sekarang banyak yang berpura-pura baik." Dewa masih berusaha mempengaruhi maminya.Spontan aku nyeletuk, "Iya, kayak yang ngurus bisnismu. Diam-diam kabur."Dewa langsung melirikku sinis. "Namanya juga musibah, gak ada yang tau. Emangnya aku mau?""Eh, ngomong-ngomong siapa sih orang yang udah kamu percaya buat ngurus showroom-mu itu?" Mami kembali melontarkan pertanyaan.Dewa seketika mengalihkan pembicaraan, lalu bangkit dan pamitan pergi. Aku tahu, dia seperti itu agar maminya tidak bertanya lebih jauh tentang bisnisnya itu. Sepertinya Mami benar-benar tidak tahu bahwa Dewa masih berhubungan dengan Nindi.Setelah
Read more
Bab 48
"Mau ke mana, Non? Kenapa gak nyuruh Mamang yang anter aja? Papi juga gak ke kantor."Seketika aku menoleh. "Gak papa, Mang. Aku cuma mau ke rumah Mama aja, kok.""Ya udah, Non. Hati-hati."Aku kembali berjalan keluar dan langsung masuk kendaraan. Setelah itu, mobil sedan berwarna biru itu membawaku melesat menuju tempat tujuan.Setibanya di kantor Papa, aku langsung menuju ruangan beliau. Namun, lelaki yang telah membesarkanku itu tidak berada di ruangan. Setelah menunggu cukup lama, beliau akhirnya datang."Wah, datang kok gak bilang-bilang dulu. Ada apa, Nak?" ucap beliau begitu mengetahui kedatanganku."Pa, aku mau nanya sesuatu."Papa seketika memasang wajah penasaran. "Mau nanya apa?""Apa benar Papa yang punya saham terbesar di kantor ini?"Wajah Papa mendadak berubah. "Kamu tau dari mana?""Mami sama Papi. Kenapa Papa ngelakuin itu semua, Pa? Aku kira selama ini Papa karyawan biasa di sini yang dipercaya sama Papi. Kenapa juga Papa gak pernah cerita sama kami tentang bisnis Pa
Read more
Bab 49
"Oh, kebetulan Mami yang kasih tau aku. Katanya Papi sempat diteror. Terus aku kasih tau Dewa. Dewa langsung nyelidiki, Pa," kilahku berusaha menyembunyikan prahara rumah tanggaku."Terus Papa tau Jems juga dari mana?" tanyaku balik."Pak Himawan yang kasih tau karena pernah ada pemuda yang datang ke sini. Katanya mau nuntut haknya. Tapi, Pak Himawan gak mau percaya begit aja. Beliau minta bukti, tapi pemuda itu gak bisa buktikan. Pak Himawan juga sempat berniat kasih beberapa bisnisnya, tapi dia gak mau. Gak lama dari itu, bisnis papimu bangkrut. Hanya perusahaan ini yang selamat, itu pun karena Papa yang bantu. Papa kasian sama Pak Himawan. Masalahnya terlalu berat," jelas Papa panjang lebar.Aku seketika terdiam. Suasana pun menjadi hening. Hanya terdengar suara pergerakan jarum jam yang bertengger di dinding ruangan minimalis ini."Setelah diselidikinsama Dewa, makanya dia tau siapa Jems itu. Papi pun akhirnya buka suara," lanjutku lagi memecah keheningan.Papa masih diam seraya m
Read more
Bab 50
"Ibu ini siapanya Pak Himawan?" Aku memberanikan diri bertanya seperti itu untuk menuntaskan rasa penasaran.Belum sempat pertanyaanku dijawab, suara klakson mobil dari seberang jalan memekakkan telinga. Spontan aku menoleh ke sumber suara, tampak kaca mobil perlahan turun, lalu kepala Dewa melongok keluar."We, cepat!" teriaknya dari dalam mobil.TIN! TIN! Dewa terus saja membunyikan klakson. Karena tak ingin diteriaki, akhirnya aku langsung pamitan dan meninggalkan wanita lusuh itu. Kemudian, menyeberang menuju mobil Dewa. "Lama banget, sih. Kamu lagi ngobrol sama siapa?" tanya Dewa sambil mengatur volume musik, sesekali pandangannya mengarah pada wanita yang mengobrol denganku barusan.Aku bergeming, tak menjawab pertanyaannya karena khawatir lelaki di sampingku itu turut penasaran. Namun, otakku terus berputar memikirkan wanita tadi. Sejenak kusempatkan melihat wanita lusuh di seberang jalan. Dia masih berdiri di tepi jalan sambil memandangi amplop yang berada di tangannya. Siap
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status