Semua Bab KUKEMBALIKAN GAJI SUAMI PADA IBUNYA: Bab 31 - Bab 40
71 Bab
31 Terbakar Sendiri
Pov : Vina|Alhamdulillah, bisa berlibur juga akhirnya.|Status Arina dengan fotonya di depan Monas benar-benar membuatku panas. Dia enak jalan-jalan, sementara aku di rumah kerepotan. Meski baju-baju ibu di laundry tetap saja ribet. Aku harus masak, ngurusin dua bocah, ngepel, nyuci piring, antar jemput Fano sekolah TK ditambah ibu yang selama Arin nggak ada sering minta makanan aneh-aneh. Seharusnya ibu bersyukur aku mau ribet masakin ini itu sesuai permintaannya. Bukannya berterima kasih malah bilang masakanku tak seenak masakan Arina segala. Menyebalkan bukan?"Masak apa, Vin?" tanya ibu singkat saat aku sibuk menumis kacang panjang dengan campuran tahu. Ibu melongok ke panci begitu saja lalu mundur ke belakang. Perlahan duduk di kursi makan sambil memijit lengannya sendiri. "Tadi aku masak sop ayam buat ibu kalau memang nggak suka tumis kacang," ucapku kemudian saat ibu membuka tudung saji. Ibu mengangguk pelan. "Arina sama Feri kapan pulang, Vin?" tanya ibu singkat. Entah me
Baca selengkapnya
32 Pilihan Sulit
Pov : Vina Rencana pertama untuk membuat Feri dan Arina pulang ternyata manjur juga. Mereka yang tadinya masih ada jatah liburan tiga hari lagi, mendadak akan pulang lebih cepat setelah aku sengaja memberi kabar bahwa ibu sakit. Benar saja, ibu memang sakit setelah jalan-jalan dengan Delima kemarin. Mungkin dia kecapekan hingga tensinya sedikit naik. Kuminta ibu untuk tiduran di ranjang lalu klik. Foto dengan caption ibu kambuh lagi pun sudah terpasang di status whatsapp. |Mbak, ibu beneran sakit? Kambuh lagi tensinya?| Pesan dari Arina yang kuyakini dia begitu mengkhawatirkan ibu. Senyumku mengembang seketika. |Iya. Gara-gara kamu pelit dan perhitungan. Kamu sengaja bujuk Feri supaya nggak ngajak ibu jalan-jalan ke Jakarta, ibu jadi kepikiran, kan? Padahal ibu pengin banget lihat Monas! Untung saja Delima pengertian, dia ngajak ibu jalan ke kebun binatang sama aku dan anak-anak. Lumayan daripada nggak sama sekali||Ya Allah, Mbak. Mas Feri nggak ngajak ibu juga ada sebabnya. Taku
Baca selengkapnya
33 Keputusan Feri
Pov : Feri Bingung. Dilema. Nggak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi aku ingin melihat ibu bahagia tapi di sisi lain aku juga ingin membuat Arina bahagia. Aku nggak mungkin tega jika kebahagiaan ibu nanti di atas luka dan tangisan istriku sendiri. Urusan anak sudah aku jelaskan berulang kali pada ibu, jika itu HAK mutlak Allah yang kita tak bisa mendikte apalagi memaksa kehendakNya. Jika memang aku dan Arina diizinkan memiliki anak, pastilah esok atau lusa DIA akan menitipkan malaikat kecil itu di rahim Arina, namun jika tidak? Bisa dengan jalan lain yang tak menyakitkan untuk keduanya, untuk ibu dan Arina tentunya. Bukan dengan jalan menikahi perempuan lain hanya untuk mendapatkan buah hati. Ibu baru saja pulang ke rumah setelah tiga hari di rumah sakit. Dia masih belum sembuh benar sepertinya, namun ingin lekas pulang karena tak betah dengan selang infus yang menancap di tangannya. Kedatangan Delima membuat Arina menatapku beberapa saat lamanya, hingga dia pamit padaku untuk
Baca selengkapnya
34 Siapa Laki-laki Itu
"Tadi siang bahas apa sama ibu dan Delima, Mas? Kamu beneran mau nikah siri sama mantan tunanganmu itu?" tanyaku sedikit serak saat menyiapkan makan malam. Mas Feri menghembuskan napas perlahan lalu menatapku beberapa saat lamanya. Dia pun mengulum senyum lalu menarik kursi ke belakang, memintaku untuk duduk di sampingnya. "Aku nggak mungkin mengecewakanmu lagi dan lagi, Arina. Percaya lah. Ibu memang memaksaku untuk menikahi Delima. Aku sudah menolaknya, tapi ibu minta sebuah perjanjian," ucap Mas Feri dengan wajah ditekuk. "Perjanjian, Mas? Perjanjian apa?" tanyaku kaget. Perjanjian apalagi coba? Ada-ada saja pakai acara perjanjian segala. "Ibu bilang, jika kamu tak setia maka aku harus mau menikahi Delima. Maafkan ibu, Arin. Ibu terlalu berambisi memiliki cucu, jadi sikapnya akhir-akhir ini makin tak menentu. Ah entahlah. Aku sudah berusaha menenangkan dan menjelaskan betapa setianya kamu, namun nyatanya sia-sia. Ibu masih tetap memintaku untuk menikah dengan Delima jika kamu k
Baca selengkapnya
35 Cerita Masa Lalu
Kamu Arina, kan?" tanya laki-laki di hadapanku itu lagi sembari mengingat-ingat. Senyumnya mengembang seketika saat melihatku menganggukkan kepala."MasyaAllah, Om. Nggak nyangka bisa ketemu di sini," ucapku dengan senyum lebar. Laki-laki bertubuh tinggi dan sedikit gemuk itu pun berbinar bahagia. Aku dan Om Hermawan memang sudah bertahun-tahun nggak ketemu sejak beliau dan keluarga kecilnya pindah ke luar negeri. Aku sendiri tak pernah menyangka jika akhirnya dipertemukan di sini, di kantor tempat Mas Feri bekerja. Sudah cukup lama Mas Feri bekerja di kantor ini, tapi entah mengapa baru kali ini aku bertemu dengan Om Hermawan.Ketiga orang di sampingku melirik sekilas, tampak begitu jelas di wajah mereka yang cukup kaget karena aku mengenal laki-laki yang kupastikan usianya lebih dari 60 tahun itu."Arina, ayo ke ruangan Om. Ada beberapa hal yang mau Om tanyakan sama kamu selama ini," ucap Om Hermawan lagi. Aku hanya sedikit membungkukkan badan lalu tersenyum tipis.Om Hermawan ada
Baca selengkapnya
36 Balasan Telak
Pov : Feri Meeting hari ini selesai sudah. Perkenalan dengan direktur baru terpaksa ditunda karena Pak Alfin belum siap ke kantor hari ini karena dia masih ada sedikit urusan. Kemungkinan besok Pak Alfin baru masuk kantor, memperkenalkan dirinya sebagai direktur baru pengganti papanya-- Pak Hermawan.Syukur lah, biar aku siapkan dulu berkas-berkas yang akan kulaporkan dan membutuhkan tandatangannya. Jadi besok saat meeting semua sudah siap tersedia. Ponselku berdering saat aku baru saja menyandarkan tubuh ke kursi kerja. Mbak Vina menelepon. Kulirik jam di tangan menunjuk angka sepuluh lebih lima belas menit. Tumben sekali dia menelepon jam-jam segini, biasanya dia cukup tahu waktu, menelepon saat jam makan siang atau sebelum jam masuk kantor. Entah apa yang akan ditanyakan atau dilaporkannya padaku. "Assalamu'alaikum, Fer. Kamu di mana?" tanya Mbak Vina sedikit gugup. "Wa'alaikumsalam, Mbak. Aku di kantor lah jam segini. Kenapa, Mbak? Ada masalah dengan ibu? Tumben jam segini tel
Baca selengkapnya
37 Ketahuan Mendua
Pov : ArinaHari ini adalah hari syukuran Mas Alvin. Sejak siang aku sudah mempersiapkan timlo, nasi dan risoles untuk acara itu, persis seperti yang diperintahkan Om Hermawan tempo hari. Acaranya berlangsung malam hari sebelum isya. Aku pun mengantar pesanan Om Hermawan dengan Mas Feri setelah salat ashar."Mas, kamu masih marah soal kemarin?" tanyaku singkat saat Mas Feri mulai memacu mobilnya ke jalanan beraspal yang mulai ramai dengan lalu lalang kendaraan. Apalagi ini weekend, biasa digunakan para remaja untuk jalan-jalan."Soal apa?" tanya Mas Feri singkat, tanpa menoleh. Dia begitu fokus dengan laju mobilnya. Jika ada celah yang memungkinkan untuk menyalip, sebisa mungkin dia menyalip cukup cepat."Soal Mas Alvin lah, soal apalagi," balasku. Mas Feri menoleh sekilas lalu kembali menatap jalanan di depannya."Aku lebih percaya kamu sama penjelasan Mbak Mirna kok dibandingkan laporan Mbak Vina," ucap Mas Feri kemudian, membuatku cukup lega sekarang. "Syukurlah kalau percaya sam
Baca selengkapnya
38 Kaget dan Heboh
Pov : Feri "Feri ... pulang cepat, Fer. Vina ngamuk ini. Ibu takut dia makin meledak-ledak. Tetangga sudah banyak yang datang pula," ucap ibu gugup dari seberang. "Memangnya ada apa sih, Bu? Acara Pak Hermawan belum selesai, Arina juga masih ada kewajiban buat nungguin tempat timlo dan nasinya," ucapku lagi. "Aduh itu urusan belakangan. Kakakmu lebih gawat ini, dia teriak-teriak begini. Sudah pokoknya cepat pulang. Si Sony bikin ulah, dia sudah punya bini baru dan Vina nggak sudi dimadu," ucap ibu lagi. "Pulang cepat, Fer. Jangan banyak tanya lagi, itu Si Sony malah lebih condong ke bini barunya" Ibu mematikan teleponnya tanpa salam sepertinya dia sangat gugup. Meski aku kesal dengan sikap Mbak Vina pada Arina beberapa bulan belakangan, tapi mau gimanapun dia tetap kakakku. Dan aku wajib untuk membantunya saat ini. Mengesampingkan ego yang belakangan ini selalu merajai benakku.Aku pun pamit pada Arina, meminta dia untuk tetap tinggal sampai acara selesai, nggak enak juga kalau k
Baca selengkapnya
39 Jebakan Untuk Delima
Pov : Feri"Assalamu'alaikum." Terdengar salam dari pintu. Kujawab salam itu lirih. Arina masuk dengan senyum manisnya, menatapku beberapa saat lalu beralih ke arah ibu yang tiduran diranjang. Ibu hanya menatapnya sekilas lalu membuang muka. Aku yakin ibu masih kesal karena kejadian kemarin malam saat melihat Arina dengan Pak Alvin di mini market. "Ibu lihat kemarin malam kamu diantar laki-laki, Rin. Ngobrol sambil bercanda di depan mini market sebelum masuk perumahan kita. Bukannya prihatin atau khawatir mertuanya masuk rumah sakit, malah asyik ketawa-ketiwi sambil jajan," ucap ibu ketus saat Arina baru sampai kamar dengan membawa beberapa buah favorit ibu. Dia melirikku sekilas lalu menghela napas."Itu Pak Alvin, Bu. Atasannya Mas Feri yang kebetulan teman kecilku," balas Arina lirih sambil tersenyum tipis menatap wajah ibu yang menoleh keheranan."Maksudmu apa?" tanya ibu singkat masih dengan ekspresi tak bersahabat."Iya, Bu. Ternyata Mas Feri bekerja di kantor Om Hermawan. Bel
Baca selengkapnya
40 Kepergok Feri dan Ibu
Pov : VinaAku tak paham kenapa Bang Sony tega menduakan aku. Aku yang sudah membersamainya selama delapan tahun belakangan, bahkan memberikannya dua orang putera yang tanpan. Aku pun benar-benar tak habis pikir, kenapa dia sampai berinisiatif untuk menikah lagi hanya karena begitu menginginkan seorang anak perempuan. Atau itu hanya sebuah alasan padahal aslinya dia memang sudah bosan?Aku heran, mengapa Bang Sony tak pernah ada rasa bersyukurnya. Padahal selama tinggal di rumah ini, aku selalu menerima berapapun uang yang dia berikan, karena memang sudah tak pusing membayar komtrakan tiap bulan. Aku juga jarang sekali protes soal gaji dari ngojeknya yang pas-pas an. Kupikir memang segitu lah penghasilan darinya, tak kusangka jika semua memang sudah dibagi dua. Iya, dibagi dengan istri keduanya."Siapa dia, Bang?" tanyaku kemarin saat Bang Sony pulang kerja bersama seorang perempuan dengan perut buncitnya. Bang Sony hanya menunduk, sembari mempersilakan perempuan itu duduk di sofa. S
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status