All Chapters of A Wife's Diary: Chapter 1 - Chapter 10
92 Chapters
Ijin Poligami
Hari itu aku tengah sibuk berkutat membantu anak-anak yang akan tampil berpidato di acara maulid nabi. Baju berwarna hijau tosca senada dengan hijabnya sudah kupersiapkan untuk kedua putri kecilku."Mah, aku mau didandan!" pinta Kia-anak keduaku.Ia menatapku tajam sambil memonyongkan sebagian bibirnya. Ingin rasanya kucubit bibir mungil gadis kecil yang baru berusia tujuh tahun itu."Iya," jawabku sambil mengangguk."Kakak juga mau didandan?" tanyaku kepada si sulung."Enggak, ah. Malu."Luna-sulung dari tiga bersaudara itu mencebik kesal. Ia memang agak pemalu dibanding adiknya.***Waktu berjalan cepat, acara anak-anak akan dimulai selepas ashar. Kedua anakku tampil cantik dan anggun. Aku mengabadikan gambar mereka beberapa kali di layar gawai. Suasana mesjid pun semakin ramai.Semua mata tertuju pada anak-anak yang tampil di atas panggung ketika perhatianku beralih ke layar gawai yang
Read more
Penyesalan
"Ra, buka pintunya!"Suara Mas Fadil terdengar jelas dari balik pintu. Lelaki itu menekan pegangan pintu beberapa kali."Ra, kamu mau kan dimadu?" cecarnya beberapa kali, seperti anak kecil yang merengek meminta permen."Aku nggak mau. Sampai kapanpun aku nggak sudi dimadu!" pekikku histeris dari dalam kamar."Buka dulu pintunya?"Aku membuka handle pintu perlahan. Ia masih berdiri tepat di depan pintu bercat cokelat dengan muka memelas, kemudian masuk ke dalam kamar."Mah, maaf. Ayah sudah terlanjur jauh dengannya.""Maksudnya? Kamu ngapain aja sama perempuan murahan itu!""Sttt, kecilkan suaramu. Tetangga bisa dengar," ucapnya dengan mata membulat."Biar, biar semua orang denger. Biar orang-orang tahu keberengsekanmu!"Aku tidak menurunkan volume suaraku sedikitpun. Dada ini serasa akan meledak dan panas."Ayah yang salah, dia nggak salah. Dia bukan perempuan murahan. Ayah yang paksa perempuan itu buat me
Read more
Pengkhianatan
Aku gelisah sepanjang hari, menunggu kabar dari Mas Fadil. Apakah lelaki itu menepati janjinya?Warna oranye sudah menghiasi cakrawala, pertanda senja telah datang. Netraku masih terpaku pada benda pipih hitam yang tidak kunjung menyala, hingga akhirnya kuberanikan diri untuk menghubunginya terlebih dahulu.Beberapa kali mencoba menghubunginya. Namun, lelaki itu tidak mengangkat panggilan dariku. Hati semakin tidak karuan. Gelisah, cemas dan takut bercampur menjadi satu.[Yah, kumohon jangan temui lagi perempuan itu!]Sebuah pesan whattshap berhasil ku kirim. Sudah centang biru, tapi tidak ada balasan.Kemana lagi harus kubagi gelisah ini? Bayangan kehancuran berputar-putar di dalam benak. Mendorong butiran bening dari pelupuk mata dan membasahi pipi.***Seminggu terasa sewindu bagiku. Mas Fadil semakin sulit dihubungi, membuatku tetap terjaga di malam hari.Hari ini seharusnya dia pulang ke rumah. Aku sudah bersiap
Read more
Lupa Daratan
Badan Fariz semakin panas,  bocah kecil itu terlihat lemas dan menggigil.  Aku memeluknya erat sambil berlari ke rumah Ibu. "Bu,  Fariz! ""Ada apa? Astagfirullah. "Ibu terlihat sama gemasnya dengan diriku.  Fariz semakin menggigil.  Tubuhnya kejang-kejang beberapa kali. "Fariz! Fariz! " pekikku dengan air mata yang terus keluar tanpa henti. "Cepat bawa ke dokter, " ucap Ibu spontan. Aku berusaha menghubungi Mas Fadil beberapa kali. Namun nihil,  tidak ada jawaban,  bahkan direject. Aku berlari menuju rumahku untuk mengambil dompet. Kubuka perlahan benda usang berwarna merah muda itu.  Hanya ada beberapa lembar uang puluhan. "Mana cukup untuk ke dokter, " gumamku pelan. Ibu mengantar kami menuju klinik terdekat menggunakan sepeda motor.  Ibuku memang keren,  di usinya yang sudah tidak muda lagi.  Beliau masih lincah mengenda
Read more
Talak Satu
Malam semakin larut, hawa dingin menyelusup di balik selimut. Mata ini tidak hendak terpejam, suara bising dari Mas Fadil yang sedang VC dengan selingkuhannya membuat dada ini panas dan bergemuruh. Ingin rasanya melemparkan gawai yang tengah ia pegang hingga hancur berkeping-keping. Seperti hati ini yang telah hancur tak berbentuk. "Mah, Ayah berisik. Kakak nggak bisa tidur," ucap si sulung yang tiba-tiba sudah berdiri tepat di depan pintu kamar. "Iya, nanti mamah bilangin ke Ayah biar nggak berisik."Ya-Rabb, sudah hilangkah rasa malunya?  Bermesraan dan mengumbar rayuan lewat gawai hingga terdengar anaknya sendiri. Aku menggeleng kepala perlahan dan mengetuk pintu kamar Mas Fadil. Mas Fadil memang telah menjatuhkan talak satu kepadaku. Kami masih tinggal satu atap karena memang ada anjuran seperti itu di dalam syariat islam yang bertujuan agar suami istri tersebut dapat rujuk kembali sebelum habis masa idah. Lelaki it
Read more
Rujuk
Lelaki berperawakan sedang itu duduk bersimpuh di bawah kakiku. Ia menatap penuh pengharapan. Aku hanya bisa diam seribu bahasa. Jauh di lubuk hati, aku masih mengharapkan dirinya. Namun, bayangan pengkhianatan yang ia lakukan kembali menari di dalam benak. "Demi anak-anak," ucapnya lirih seraya menggenggam kedua tanganku erat. Aku mencoba melepaskan genggaman tangannya, tapi tenagaku jauh dibawah tenaganya. Setelah berfikir beberapa saat, membayangkan kehidupanku dan anak-anak tanpa Mas Fadil membuatku bergidik. "Iya, aku mau, tapi, bagaimana dengan perempuan itu?""kami putus semalam," jawabnya lesu. Terlihat gurat kecewa di wajahnya. Apa aku hanya pelariannya saja? ah, bukan aku pelariannya, melainkan wanita itu yang menjadi pelarian Mas Fadil ketika aku tidak di dekatnya. "Berjanjilah tidak akan menemui perempuan itu lagi!" pintaku dengan netra dipenuhi embun. "iya, aku janji. Ayah
Read more
Pengkhianatan
Tepat pukul delapan pagi Mas Fadil datang menjemputku. Kami pergi setelah berpamitan terlebih dahulu dengan Maya dan Adi. Mobil melaju perlahan, membelah jalanan yang mulai ramai. Mas Fadil terlihat bersemangat, senyum merekah menghiasi bibirnya sepanjang hari. "Kenapa? Kok kayak lagi seneng?" tanyaku seraya mengernyitkan dahi. "Seneng dong, kan ada kamu yang nemenin aku," jawab lelaki yang duduk disampingku itu sembari mengulum senyum. Seperti ada yang disembunyikan dariku. Senyumnya memiliki arti berbeda yang membuat hati ini kembali gelisah. "Kita makan dulu di sini, aku belum makan," ucap Mas Fadil sambil memarkirkan mobil di depan sebuah rumah makan khas Sunda. Mas Fadil makan dengan lahap dan cepat. Berbeda denganku yang sulit untuk sekedar menelan makanan.  Semua yang  aku makan terasa hambar dan pahit. Aku hanya mengaduk-aduk nasi dan lauk yang ada di depanku. "Ayo, lanjut, k
Read more
Bertahan
Aku kembali meraih gawai dan mengetik sebuah pesan. [Tolong mba, saya mohon jangan temui suami saya lagi. Mba wanita pasti bisa merasakan bagaimana klo posisi kita ditukar. saya masih menyusui anak ketiga saya, dua anak saya masih SD mba, tolong mba]Aku memohon dan memelas agar wanita itu luluh dan mau meninggalkan suamiku. Akan tetapi, syetan lebih kuat dan sudah menguasai Melati. [Hah, harusnya kamu yang mundur. Mas Fadil sudah tidak mencintaimu. kamu tahu kenapa dia pulang malam. Dia habis dari sini, klo tidak ku suruh pulang dia nggak mau pulang. Suamimu sudah jijik sama kamu, coba kamu lihat lehernya]Hatiku lebur untuk kesekian kalinya, sakit dan sesak serasa ada yang menginjak-injak harga diriku sebagai seorang perempuan. "Bnagun! Bangun, Mas!" hardikku tertahan karena khawatir si kecil terbangun. "Apaan, sih?" tanyanya dengan bola mata yang terlihat memerah. "Apa ini?" tanyaku sembari membalikkan
Read more
Luka
Mobil melaju perlahan, bersama rintik hujan yang turun teratur. Mas Fadil sesekali terdengar berdendang untuk mencairkan suasana. Baru saja hati ini merasa damai, lelaki itu kembali menabur garam di atas luka yang masih basah. "Kamu mau kan, tanda tangan surat nikah lagi?" tanyanya sembari mengulum senyum. "Astagfirullah, aku harus ngomong berapa kali. Pilih aku atau dia.""Aku nggak bisa, aku mau kalian berdua. Ayah mohon Mah, Ayah ke bayang-bayang terus Melati. Ayah nggak bisa lupain dia," ucapnya sembari memelas. "Ayah harus berusaha, demi anak-anak. Itu semua tipu daya setan, Yah. Ayah sadar, setan menjadikan nikmat sesuatu yang dilarang oleh Allah. Kuatkan iman Ayah. Ayah pasti bisa.""Sudahlah, kamu memang tidak mengerti Ayah. Jangan ceramah di sini!""Astagfirullah, setan apa yang sudah merasukimu?"Mobil pun melaju dengan kecepatan tinggi dan hampir bertabrakan beberapa kali. Aku mengeratkan tangan pada sabuk
Read more
Pulang
 Anak-anak terlihat bahagia melihat kedatanganku dan Fariz. Luna merengkuh Fariz seketika. Anak itu pasti sangat merindukan adiknya. Hampir satu minggu aku ikut bersama Mas Fadil dan belajar akan kesalahanku. Mempelajari penyebab badai ini datang dan bertekad untuk memperbaiki diri dan bersikap lebih baik kepada Mas Fadil. Bahagia rasanya kembali ke rumah sendiri. Aku segera membereskan rumah setelah Mas Fadil pamit untuk kembali bekerja. "Gimana perkembangan suamimu? Apa masih ketemua sama pelakor itu?" tanya Ibu geram yang tiba-tiba sudah duduk di ruang tamu sambil menggendong Fariz, tanpa kusadari. "Masih," ucapku lemas. "Pelan-pelan aja, Mamah udah minta bantu do'a sama Wa Haji," ucap wanita berdaster panjang itu dengan seulas senyum yang kubalas dengan anggukan. Kepada siapa lagi aku berbagi cerita, berbagi kesedihan dan beban pikiran, selain kepada orang tua dan keluarga. Terkadang, pengalaman n
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status