All Chapters of Bukan Suami Biasa: Chapter 21 - Chapter 30
106 Chapters
Urusan Dapur Dan Kasur
Emily berbelanja pagi ini. Rencananya dia ingin belajar memasak sayur asem yang inung bilang adalah sayur kesukaan Abian. Karena itulah ketika terdengar seruan nyaring dari tukang sayur barusan, Emily pun bergegas menghampiri.Beberapa orang ibu pun ikut datang menghampiri. Mereka ramai bercanda dan sedikit bergosip. Emily hanya mendengarkan sekilas tanpa berminat untuk menyimak, apa lagi menimpali. Selalu seperti ini, pikir Emily sebal. Selalu gosip jadi menu rutin yang harus ada tiapkali mereka berkumpul untuk berbelanja. Emily tahu jika dia dan Abian pun pasti telah jadi bahan gosip dari ibu-ibu ini. Jika sekarang mereka tak membicarakannya, itu karena dia masih berada di situ. Tunggulah sampai dia selesai berbelanja dan kembali pulang ke rumah. Pastilah dia akan jadi bahan yang empuk untuk digosipkan. Bukan berprasangka buruk, tapi sudah terbukti berita tentang dirinya yang tidak bisa masak saja bisa tersebar secepat kilat dan secara merata sampai ke telinga or
Read more
Cuma Kekaguman Biasa
Emily sampai ke toko Abian. Dia langsung duduk dengan raut wajah yang cemberut. Abian, Inung dan Dion yang melihatnya pun saling pandang dengan bingung. Mereka memperhatikan sikap Emily yang tak seperti biasanya itu dan langsung bisa menebak jika ada sesuatu yang telah mengganggu perasaan perempuan cantik itu."Ada apa, Mily? Kok datang-datang cemberut?" tanya Inung segera."Kesal sama ibu-ibu itu," sahut Emily."Ibu-ibu yang mana?""Itu, yang suka belanja sayur di depan rumah.""Kenapa memangnya? Kamu digosipin?" Emily menggeleng. "Bukan. Tapi mereka membanding-bandingkan saya dengan Sinta.""Membandingkan kamu dengan Sinta?""Ya, mereka bilang saya nggak bisa masak. Nggak seperti Sinta yang jago masak.""Lalu?""Mereka bilang Mas Abi nanti bisa direbut Sinta." Emily bicara dengan nada yang kesal.Mendengar itu, Abian pun segera menoleh sedangkan Inung langsung tersenyum lebar menatap pada sepupunya
Read more
Ketika Mati Lampu
Abian pulang agak cepat. Entah mengapa pikirannya sejak tadi terpusat pada Emily. Mungkin karena tadi siang Emily pulang dari toko dalam keadaan ngambek, marah padanya karena perkataannya itu. Andai kejadian awalnya berbeda, pasti Abian akan mempertahankan Emily untuk berada di sisinya selamanya. Tapi Abian sadar, pernikahannya dengan Emily tak seperti pernikahan pada umumnya. Bukan karena cinta. Bukan karena ingin membangun rumah tangga bersama. Tapi hanya sekadar memberi jalan buat Emily agar bisa tetap tinggal di sini selama masa pelariannya.Abian tahu, dia tak boleh terbawa oleh perasaannya. Dia harus bisa menjaga semuanya tetap seperti kesepakatan mereka semula. Jika Emily mulai terbawa oleh perasaannya, maka Abian harus bisa mengingatkan. Jangan sampai jika saatnya untuk berpisah tiba, Emily menyesal karena telah berbuat kebodohan bersamanya."Kok, pulang cepat?" tanya Emily yang membukakan pintu."Kenapa memangnya? Nggak boleh kalau saya pulang cepat?" A
Read more
Gelisah Abian
Abian berdiri dengan gelisah di depan etalase tokonya. Ketika itu hari masih pagi. Toko roti itu baru saja buka. Belum banyak pembeli yang datang. Dan sejak tadi Abian menghabiskan waktunya dengan melamun dan gelisah di sana.Inung memperhatikan sikap sepupunya yang tidak biasa itu. Sikap dan pembawaan Abian yang biasa selalu terlihat tenang, pagi ini jadi terlihat gelisah dan serba salah. Inung tahu pasti ada yang terjadi dengan sepupunya itu. Sesuatu yang mengganggu pikirannya hingga dia terus merasa resah.Tak lama, Inung pun menghampiri dan ikut berdiri di etalase bersama Abian. Dia melirik memperhatikan Abian yang seolah tak menyadari kehadirannya. Pandangan Abian terus lurus ke depan tapi tak terpusat pada apa pun. Seperti sebuah pandangan kosong seseorang yang sedang dibebani satu masalah. Tapi, masalah apa yang membuat Abian jadi begini? Inung pun mencoba menerka-nerka. Namun tetap dia tak bisa menemukan jawaban dari pertanyaannya itu."Bi." Akhirnya Inu
Read more
Cemburu Emily
Emily duduk sendirian di ruang tamu. Entah kenapa kecupan dari Abian semalam masih terasa sampai sekarang. Kecupan itu hanya sesaat. Tapi sungguh terasa begitu indah dan mengesankankan. Bahkan masih begitu hangat rasanya di bibir Emily hingga sekarang.Apakah semua itu karena dia yang terlalu pandai melakukannya? Ataukah karena aku yang telah terpikat oleh pesonanya? Hingga sedikit saja sentuhan darinya bisa sangat berarti untukku?Ah, Emily terus bertanya-tanya kenapa satu kecupan yang sesaat saja bisa begitu berarti untuknya? Jujur saja, kini Emily mulai membanding-bandingkan antara Tomy dan Abian. Mereka sama tampan. Tapi Abian terlihat lebih gagah. Pembawaannya lebih kalem, lebih tegas dan bijaksana. Dan Emily yakin Abian pun pasti lebih bertanggungjawab dari pada Tomy, mantan kekasihnya itu.Duh, Emily jadi bingung. Kenapa semua penilaian untuk Abian selalu lebih bagus? Apa mungkin memang dia adalah laki-laki yang lebih baik dari Tomy? Ya, rasanya begitu. Dulu
Read more
Jangan Lepaskan
Abian dan Inung memperhatikan Emily yang tampak marah memandang Sinta. Mereka tahu, perempuan muda itu sedang diselimuti rasa cemburu. Tapi mereka bisa memakluminya. Sebab apa yang dilakukan Sinta ini memanglah keterlaluan. Istri mana yang tak kan marah jika ada perempuan lain yang mengirim makan siang untuk suaminya? Apa lagi perempuan itu sudah jelas-jelas mencintai suaminya sejak lama. Istri mana pun pasti akan terbakar cemburu dan mengamuk karenanya."Dasar perempuan tidak punya malu! Tidak punya harga diri! Sudah tahu Mas Abi telah menikah, tapi masih dikejar juga! Mestinya kamu tahu kalau Mas Abi itu nggak suka sama kamu! Karena kalau Mas Abi suka sama kamu, pasti sejak dulu dia nikahi kamu, bukannya malah memilih saya untuk jadi istrinya! Mengerti kamu?!" Suara Emily terdengar tajam.Sinta menatap Emily dengan mata membulat marah. Jelas terlihat jika dia sangat tersinggung dengan ucapan Emily tadi. "Jaga ucapan kamu, ya! Dasar perempuan sok cantik!"
Read more
Percakapan Tomy Dan Monik
Monik menghapus peluh yang membasahi wajahnya dengan handuk kecil yang dilingkarkan di lehernya. Sore itu seperti biasa dia mengisi waktu luangnya dengan berolahraga di taman yang ada di tengah komplek rumahnya. Hanya lari santai beberapa putaran dan senam kecil saja. Sekadar menggerakan otot-otot tubuhnya dan membakar lemak agar tak berlebih. Cuaca sore itu cukup cerah. Taman tampak ramai oleh orang-orang yang berolahraga dan anak-anak kecil yang ceria bermain. Monik pun berdiri di pinggir taman dan melakukan sedikit peregangan otot sebagai penutup olahraganya sore itu. Kemudian dia menarik napas dalam-dalam lewat hidungnya dan menghembuskan secara perlahan lewat mulut. Dilakukannya dengan baik beberapakali sebelum dia duduk di bangku taman dan asyik memperhatikan sekeliling."Selamat sore, Monik. Apa kabar?" sapa sebuah suara mengejutkannya.Monik pun menoleh dengan cepat ke asal suara. Dan dia segera mendapati Tomy yang sedang berdiri di belakangnya. Wa
Read more
Tantangan Dari Abian
Sudah beberapa hari ini Emily sibuk belajar memasak. Setiap sore dia menunggu Inung pulang dari toko untuk mengajarinya memasak menu makanan kesukaan Abian. Meski sulit tapi Emily tetap tekun mempelajarinya. Banyak ilmu yang Emily dapat dari Inung. Bahkan ada istilah-istilah dalam dunia dapur yang kini baru Emily tahu. "Harus diaduk terus, Mily. Sebab kalau nggak, nanti santannya bisa pecah," kata Inung kemarin sore ketika Emily sedang memasak gulai."Huh?" Kening Emily berkerut. Pecah? Jadi santan bisa pecah? Bagaimana bentuknya jika santan pecah?"Kenapa bengong? Bingung, ya?" Senyum Inung mengembang."Apa santan bisa pecah?" tanya Emily dengan wajah yang polos."Ya, Mily. Kalau kita masak santan, harus terus diaduk perlahan sampai santannya itu mendidih. Kalau kita biarkan tanpa diaduk, nanti santannya bisa menggumpal terpisah dengan airnya. Nah, itu namanya santannya pecah. Mengerti, Nona Manis?" kata Inung menjelaskan.Emily mengangguk,
Read more
Cerita Untuk Monik
"Mas, saya mau main ke rumah Monik siang ini," pamit Emily pada Abian.Abian yang sedang asyik mengelap motornya pun cepat menoleh. Didapatinya Emily yang ternyata sudah berdiri di depan pintu dengan rambut yang dililit handuk tanda dia baru saja selesai mandi."Pulang?" tanya Abian dengan hati yang sedikit berdebar gelisah."Ke rumah Monik, bukan pulang," sahut Emily cepat."Oh." Abian menegakkan tubuhnya."Kenapa memangnya? Mas Abi takut saya tinggal ke rumah papa, ya?" Senyum Emily terbias di sudut bibirnya. Rupanya dia bisa melihat gelisah Abian."Nggak usah ge-er. Saya cuma tanya," kata Abian sambil kembali melanjutkan pekerjaannya."Oh, kirain takut saya tinggal," goda Emily.Abian tak menanggapi. Dia terus asyik mengelap motornya yang sudah tampak mengkilap."Boleh kan, mas?" tanya Emily kemudian."Sampai sore?" Abian balik bertanya."Mungkin sampai sore. Jadinya Mas Abi beli makan aja ya, hari ini?
Read more
Pagi Itu Sebelum Berpisah
Pagi itu Emily berkemas. Sesuai keinginan Abian, dia harus pulang ke rumah orangtuanya dan menjalani kehidupan sebagai gadis kaya raya dan berteman dengan pemuda-pemuda kaya yang status ekonominya setara dengannya. Emily mengikuti meski pun sesungguhnya dia tak ingin melakukannya. Untuk apa melakukan itu? Toh, di dalam hatinya Emily telah memiliki cinta yang tulus untuk suaminya itu. Cinta yang bukan hanya sesaat seperti sangkaan Abian selama ini. Tapi demi membuat Abian percaya pada cintanya itu, Emily mengalah dan terpaksa mengikuti.Emily hanya membawa beberapa daster yang Abian belikan untuknya. Juga sebuah t-shirt kesayangan suaminya itu."Untuk apa kamu membawa semua itu?" Abian yang datang menghampiri pun bertanya bingung."Untuk obat kangen," sahut Emily tersenyum malu."Huh?" Abian memperhatikan Emily yang sedang melipat t-shirt miliknya dan memasukkannya ke dalam tas kecil yang akan dibawanya."Daster-daster ini akan saya pakai supaya say
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status