Все главы Bukan Suami Biasa: Глава 11 - Глава 20
106
Perempuan Bernama Sinta
Emily melihat Abian yang melangkah cepat memasuki pagar. Dia tampak acuh. Laki-laki itu tak menghiraukan sapaan dari perempuan berkulit pucat yang tampak sangat bersemangat menyapanya itu. Entah karena laki-laki itu yang terlalu dingin, atau karena dia tidak menyukai perempuan itu. Sebab tadi dia hanya sesaat menoleh untuk kemudian acuh berjalan pulang.Abian masuk dan melihat Emily yang sedang berdiri di dekat jendela. Dia langsung bisa menebak apa yang Emily lakukan di sana. Abian pun menatap Emily masih dengan wajah dinginnya hingga Emily seperti dipaku di tempatnya berdiri."Kenapa ngintip-ngintip seperti itu? Kamu seperti ibu-ibu gosip yang sedang mengintip tetangga untuk dijadikan bahan gosipnya," komentar Abian tanpa senyum."Saya cuma sedang melihat keluar," sahut Emily cepat."Kamu udah mandi?" tanya Abian merubah topik pembicaraan.Emily mengangguk. "Sudah," sahutnya segera."Inung bilang kamu mau ikut ke toko?" tanya Abian lagi.E
Читайте больше
Ancaman Sinta
Abian melihat pada jam tangannya. Kemudian dia membuka celemeknya dan menghampiri Inung yang baru saja selesai melayani seorang pembeli."Gue ke bengkel dulu, Nung. Mau ambil motor."Inung menoleh. "Nggak habis makan siang aja, Bi? Tanggung sebentar lagi jam makan siang. Karyawan bengkelnya juga pada istirahat."Abian menggeleng. "Sekarang aja. Mumpung lagi nggak banyak kerjaan. Dion bisa ngerjain sendirian."Setelah itu Abian pun melangkah pergi dengan tergesa. Inung dan Emily memperhatikan kepergian laki-laki jangkung itu dari dalam toko. Abian tampak menghampiri tukang ojek yang mangkal tak jauh dari situ lalu segera menaikinya dan pergi."Kenapa dia tergesa seperti itu? Cuma ambil motor dari bengkel kok seperti orang mau ambil gaji?" tanya Inung yang merasa bingung dengan kelakuan sepupunya itu."Mungkin Mas Abi mau menghindari perempuan yang janji mau datang siang ini untuk mengantarkan makan siang," celetuk Emily yang tiba-tiba saja teringat
Читайте больше
Terusir
Emily duduk di ruang tamu Abian dengan lemas. Perasaan kesal dan bingung berjejal di hatinya hingga membuatnya ingin menangis. Oh, bagaimana ini? Barusan Pak RT datang dan menyampaikan kabar tentang keberatan warga atas kehadirannya di rumah Abian sebagai tamu yang menginap. Mereka protes. Ini tidak pantas, katanya. Masyarakat di sini menganggap tabu tentang semua ini. Tidak boleh gadis menginap di rumah seorang perjaka. Apa lagi si perjaka hidup sendirian. Itu dalih mereka untuk meminta Emily pergi.Di hadapan beberapa orang ibu yang ikut datang, Emily telah berusaha menjelaskan kalau Abian tak tinggal di rumahnya selama dia berada di sana. Tapi mereka tak mau menerima penjelasan itu. Mereka bilang tak ada yang bisa menjamin jika Abian benar-benar tak tidur di sana. Oh, tuhan! Emily gusar mendengar semua itu. Kenapa mereka begitu senang berprasangka buruk terhadap orang lain? Kenapa tak bisa percaya kalau Abian benar tak tidur satu atap dengan dirinya?Melawan para ib
Читайте больше
Ke Rumah Monik
Emily keluar dari rumah Abian pagi-pagi benar. Inung bilang memang sebaiknya begitu. Agar dia tak perlu bertemu dengan ibu-ibu penggosip yang menginginkan kepergiannya. Emily menurut. Rasanya memang sebaiknya tak bertemu dengan mereka. Sebab Emily pasti akan merasa risih nanti. Alangkah tak enaknya jika ada sekelompok orang yang berbisik-bisik di depan kita dan kita tahu jika yang mereka bicarakan itu adalah kita. Oh, benar-benar menyebalkan!Akhirnya, disaat langit belum diterangi oleh cahaya mentari, Emily pun pergi. Tujuannya adalah rumah Monik, sahabatnya. Dan seperti kemarin, Emily diantarkan oleh Adam. Abian yang meminta Adam untuk mengantarkannya pulang. Hm, rupanya dia sungguh mengkhawatirkanku, pikir Emily sedikit senang. Entahlah, mungkin rasa senang yang tak beralasan. Tapi Emily selalu merasa seperti itu tiapkali Abian memberikannya sedikit perhatian.Ketika Emily pergi tadi, Abian dan Inung mengantarkannya sampai ke depan rumah. Inung banyak berpesan, member
Читайте больше
Bertemu Monik
Emily duduk diam di sofa ruang tamu Monik. Segelas minuman dingin dipegangnya erat-erat hingga embun dinginnya membasahi telapak tangannya. Emily menikmati rasa dingin itu. Digerakkannya jari jemarinya hingga embun yang menempel di gelas itu mengalir perlahan di sela-sela jarinya. Semua itu dilakukannya untuk menutupi rasa gugup yang menyelimuti hatinya. Ya, rasa gugup yang mengganggu. Bahkan sudah menguasai hatinya sebelum pertanyaannya untuk Monik dia lontarkan.Sementara itu Monik sedang sibuk menghidangkan aneka macam kue dan biskuit untuk Emily. Dia mondar-mandir membawa toples kue juga piring-piring berisi aneka kue basah yang Emily tahu kalau semua itu bukanlah hasil buatannya. Monik tak pandai memasak. Bahkan masuk dapur pun dia tak suka. Yah, sebelas dua belas-lah dengan Emily. Sama-sama perempuan yang tidak bisa memasak dan tak suka dapur. Tapi doyan ngemil. Karena itulah selalu tersedia kue dan berbagai macam jenis camilan di rumah.Sambil terus memegang gel
Читайте больше
Aku Ingin Mati
"Gue kecewa, Nik...," lirih Emily sedih."Tenangin dulu hati lo, Mil. Lo jangan berpikiran orangtua lo nggak peduli sama perasaan lo. Karena itu nggak mungkin. Lo juga anak mereka. Mereka pasti sayang sama lo," kata Monik sambil menggenggam tangan Emily.Emily menggeleng pelan. "Kalau mereka peduli sama perasaan gue, mestinya mereka ngejauhin Kak Sandra dan Tomy dari gue. Karena hidup satu atap dengan mereka pasti akan bikin hati gue tambah hancur. Tapi nyatanya mereka malah meminta Kak Sandra dan Tomy untuk tinggal di sana. Lo bisa bayangin gimana perasaan gue?"Monik terdiam. Dia bisa merasakan bagaimana pedihnya hati Emily. Rasanya Monik ingin ikut menangis bersama dengan sahabatnya itu. Tapi itu tak mungkin dia lakukan. Monik harus bisa membuat Emily menjadi kuat. Bukannya malah membuat Emily lebih terhanyut lagi dalam kesedihannya itu."Ya, Mily. Gue ngerti gimana perasaan lo. Tapi gue harap lo nggak terus hancur seperti ini. Jangan peduliin kebahagi
Читайте больше
Satu Jalan Keluar
Adam menatap Emily tak percaya. Sedangkan gadis cantik itu masih terus menangis dengan tubuh yang terasa lemas. Perlahan Adam menyentuh pundak Emily hingga gadis itu menoleh dan menatap Adam dengan matanya yang basah."Kenapa seperti ini, Neng Emily?" tanya Adam trenyuh.Emily tak menyahut. Dia cuma menatap Adam sambil terisak."Bapak kenal dengan gadis ini?" tanya seseorang pada Adam.Adam mengangguk. "Ya. Gadis ini..., kerabat saya," sahutnya.Lalu orang yang bertanya menoleh pada Emily dan melontarkan pertanyaan yang serupa."Kamu kenal dengan bapak ini? Apa benar bapak ini kerabatmu?"Emily mengangguk pelan."Ya sudah kalau begitu cepat dibawa pulang saja, pak. Jangan dibiarkan dia pergi sendirian. Nanti dia berbuat nekat lagi," nasihat orang yang bertanya tadi.Adam mengangguk. "Terima kasih atas pertolongannya, bapak-bapak semua," ucapnya pada orang-orang yang tadi telah menolong Emily.Kemudian Adam kembali
Читайте больше
Awal Pernikahan
Pernikahan itu berlangsung tanpa sebuah pesta. Bahkan tanpa dihadiri oleh orang banyak. Abian hanya mengundang Pak RT Karim dan beberapa orang yang dituakan di kampung itu. Sebuah pernikahan dadakan pun terjadi tanpa hambatan apa-apa. Pagi itu Abian dan Emily pun resmi menjadi sepasang suami istri.Inung dan Adam menyambutnya dengan penuh suka cita. Meski hanya sebuah pernikahan di atas kertas, tapi mereka berharap setidaknya pernikahan itu akan menghapus bisik-bisik buruk tentang Abian yang selama ini terus berkembang di kampung mereka. Sebab telinga Inung sudah lelah mendengar gosip tak benar tentang sepupunya itu. Dan sekarang Inung berharap semoga pernikahan ini bisa membungkam mulut-mulut tajam ibu-ibu yang tak bertanggungjawab itu hingga gosip itu pun akan menghilang dengan sendirinya.Benarkah Abian menikah? Rupanya benar ada hubungan istimewa antara Abian dengan Emily! Itu, buktinya mereka menikah hari ini! Jadi Abian itu bukan jeruk makan jeruk, ya? Ah, dia cu
Читайте больше
Sebuah Perhatian
Emily terbangun dari tidurnya saat matahari belum memancarkan cahayanya. Dengan malas dia menggeliat, merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Oh, Emily merasakan seluruh tubuhnya sakit. Nyeri dan pegal! Kenapa ini? Apa karena beberapa hari ini dia lelah mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga yang belum pernah dia kerjakan sebelumnya? Ya ampun! Emily merasa remuk!Aahh, Emily merintih pelan saat mencoba untuk bangun. Bagaimana dia bisa mengerjakan semua pekerjaan itu kalau badannya begini? Mungkin hari ini tak perlu mengepel lantai, cukup menyapu saja. Mungkin hari ini juga tak perlu mencuci dan menyetrika. Toh, baju bersih di lemari masih banyak. Dan mungkin hari ini tak perlu mencoba memasak dulu. Rasa masakannya pun selalu tak karuan. Tak layak untuk dimakan!Hari ini aku ingin istirahat.... rintih hati Emily. Sekadar menghabiskan waktu di depan televisi atau santai di atas kasur. Pasti rasanya nikmat tak harus bergumul dengan berbagai macam pekerjaan ya
Читайте больше
Kedatangan Sinta
Menjelang siang Emily duduk di ruang tamu sambil memijit-mijit pelan kakinya yang sakit. Hm, sudah jauh lebih baik dari pada tadi pagi. Rasanya sudah bisa untuk dipakai beraktivitas, mengerjakan sedikit pekerjaan rumah. Tapi mengerjakan apa, ya? Dapur sudah rapi dibersihkan Abian tadi pagi. Memasak tidak boleh karena siang ini Abian akan pulang membawakan makan siang untuknya. Lantas apa? Mencuci pakaian? Menyetrika? Ah, besok sajalah. Dan akhirnya, Emily kembali duduk santai di tempatnya tanpa melakukan pekerjaan apa-apa.Tiba-tiba sebuah ucapan salam terdengar dari teras rumah. Emily mengangkat kepalanya melihat ke arah pintu. Tak lama wajah Sinta muncul. Perempuan yang pernah menyebabkan Emily terusir dari rumah Abian itu pun tanpa perasaan bersalah berdiri di depan pintu sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling."Cari siapa? Saya ada di sini," kata Emily tak senang dengan sikap Sinta yang dirasanya tak sopan."Mas Abi ke toko?" tanya Sinta tak peduli de
Читайте больше
Предыдущий
123456
...
11
DMCA.com Protection Status