Kalulla sendiri tidak yakin mulai kapan ia mencintai Jaka. Waktu itu Jaka pernah menolongnya. Namun, tak disangka. ternyata di balik kebaikannya ada maksud tertentu.
Lula memang gadis yang memiliki sifat patuh jika sudah mencintai seseorang. Sedangkan Jaka masuk pada kondisi yang sangat tepat. Ia pandai membaca situasi.
Itu memanglah keahlian Jaka. Setiap kali mendekati wanita, ia pasti menggunakan tak tik yang sama. Berpura-pura menolongnya ketika wanita yang ia dekati berada dalam kesulitan. Terlebih, ia memiliki profesi yang bisa ia banggakan.
Jaka adalah seorang anggota POLRI. Ya, berdasarkan profesinya memang tak heran jika tugasnya adalah menolong masyarakat. Tapi terkadang ia menggunakannya untuk hal yang tidak tepat.
Berulang kali ia mendekati wanita sebelum Lula. Lina sendiri pun berulang kali mendapati Jaka bermain dengan wanita lain. Namun Lina yang sudah dijejali dengan rayuan-rayuan manis dari mulut Jaka selama bertahun-tahun, membuatnya selalu lapang dada ketika dibohongi Jaka.
Dari penuturan Lina sendiri, Jaka juga pernah menghamili orang lain dan tidak mau tanggung jawab juga. Keluarganya selalu membela Jaka sehingga membuatnya tak memiliki rasa jera. Ia selalu berani karena ada keluarga yang menangani segala permasalahannya.
Bahkan sebelum ia menjadi anggota POLRI pun perlakuan keluarganya juga sama. Tak peduli apa pun itu, nama baik keluarganya lah yang harus mereka utamakan meskipun menindas orang lain.
Entah setan apa yang saat itu hinggap di hati Lula. Ia begitu percaya dengan semua ucapan Jaka. Kemampuannya bersilat lidah memang tak bisa diragukan lagi. Apalagi Lula yang saat itu hatinya sedang tidak stabil, membuat Jaka dengan mudahnya menerkam Lula yang bodoh. Jaka benar-benar pandai membaca situasi dan mengenali titik kelemahan mangsanya.
Seingat Lula, setahun yang lalu ia adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan keuangan di kota Y. sudah hampir 2 tahun Lula bekerja di perusahaan tersebut sejak lulus kuliah.
Lula menjabat sebagai Financial Consultant yang biasa menangani client tentang bisnis yang mereka jalankan setelah sebelumnya ia menjabat sebagai marketing di perusahaan itu.
Pagi itu, waktu baru menunjukkan pukul 06.00 wib. Waktu yang masih sangat pagi jika ada yang datang untuk berkunjung ke tempatnya. Lula terkejut karena tiba - tiba ada yang mengetuk pintu kamar kosnya.
Ya, Lula tinggal di sebuah kamar kosan yang tidak terlalu besar. Namun, lokasinya sangat strategis karena berada di pusat kota dan berada di lantai 2. Membuatnya betah berlama-lama tinggal di tempat itu. Lula sudah sekitar empat tahun tinggal di kos itu sejak dirinya masih kuliah.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar suara pria bersamaan dengan beberapa kali ketukan pintu dari luar kamar, "Pagi? Pagi? Mba Lula?" Sontak Lula terbangun dengan sedikit terkejut mendengar ketukan pintu kamarnya.
Memang biasanya Lula belum bangun di jam tersebut karena jam masuk kantornya adalah jam 9 pagi. Apalagi lokasi kantornya yang tak terlalu jauh dari kosannya, membuat Lula biasa bangun tidak terlalu terburu-buru.
"Siapa pagi - pagi begini?" Lula bertanya-tanya dalam hati. Ia mulai beranjak dari tempat tidurnya dan sedikit membuka tirai jendela kamarnya bermaksud mencari tahu siapa yang datang.
"Siapa dia? Aku tak mengenalinya, di mana ibu kos? Kenapa dia mengijinkan orang asing masuk dan naik ke lantai 2 seperti ini?" Banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam hati Lula.
Pelan Lula membuka sedikit pintu kamarnya "Mba Lula?" tanya lelaki yang ada di depan pintu.
"Iya saya. Ada perlu apa, Pak?" tanya Lula ingin tahu maksud kedatangannya.
"Saya Toni dari POLDA." Sambil menunjukkan selembar kertas yang merupakan surat perintah pemeriksaan.
"Tunggu sebentar, Pak! Saya ganti baju dulu." jawabnya cepat dan langsung mengambil parka besar yang ada di belakang pintu, karena Lula hanya memakai celana dan kaos pendek (seragam kebesaran saat tidur).
"Jangan ditutup, Mba!" titah Pak Toni.
Tanpa menyahuti Pak Toni, Lula merapatkan sedikit pintu dan membalutkan parka ke tubuhnya. Setelah selesai memakai parka, Lula segera membuka pintu dengan lebar.
Drrrrrt
Suara dan getaran ponsel milik Pak Toni terdengar, pria paruh baya itu segera menjawab panggilan suara tersebut.
"Ya, orangnya ada di sini. Cepat naik!"
Perintah Pak Toni pada rekannya yang berjaga di lantai 1 kosan Lula.Tak lama kemudian datanglah seorang pria yang terlihat sedikit lebih muda dari Pak Toni.
"Selamat pagi, Mba Lula?" sapanya.
"Pagi, Pak. Ada perlu apa ya?" Lula masih berdiri di depan pintu dengan rasa penasaran dan campur takut.
"Perkenalkan nama saya Farhan rekan Pak Toni dari POLDA." Dengan tatapan seriusnya.
"Mba apa benar bernama Kalulla?" tanya Farhan.
"I - iya, Pak" jawabnya terbata.
"Mbak sudah lama tinggal di sini?" Farhan kembali bertanya.
"Sudah jalan sekitar 4 tahun Pak." jawabnya.
"Baik, begini Mba. Maksud kedatangan kami pagi-pagi kemari adalah untuk menanyakan sesuatu kepada Mba Lula yang mana, apa benar sekitar seminggu yang lalu Mba Lula menerima paket dari Bali? Karena kami mendapatkan laporan bahwa Mba Lula menerima paket tersebut. Sebaiknya Mba Lula kooperatif dan menjawab pertanyaan-pertanyaan kami dengan jujur, karena kalau tidak, kami akan membawa anda ke kantor sekarang juga!" tanya Farhan penuh penekanan.
"Ja-jangan bawa saya ke kantor, Pak. Ini sebenarnya ada apa saya tidak mengerti? Baik, saya akan kooperatif menjawab pertanyaan Bapak yang saya tahu. Tapi tolong jangan bawa saya ke kantor, Pak." Lula menjawab dengan suara yang bergetar dan air mata yang hampir jatuh.
"Ya Tuhan ada apa ini, apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba jadi begini?" Dalam batin Lula, ia tidak pernah membayangkan akan didatangi polisi seperti ini, entah apa yang terjadi.
"Jadi paket itu ada di mana sekarang, Mba? Apa isinya?" selidik Farhan.
"Sebenarnya itu bukan paket saya, Pak. Teman saya menitipkan paketnya ke alamat saya. Saya tidak tau apa isinya karena saya tidak berani membukanya. Ketika paket datang, saya langsung menyerahkannya pada teman saya, Pak." jawabnya jujur.
"Temanmu ya? Siapa namanya?" tanya Farhan .
"Namanya Langit, Pak." jawabnya.
"Di mana dia sekarang? Bisa kamu antarkan kami ke rumahnya?" ajak Farhan .
"Terakhir kali saya menghubunginya, dia sedang berada di luar kota, Pak."
"Coba sekarang hubungi kembali! Setelah itu kemarikan ponselmu! Setelah ini, kami akan mengecek isi ponselmu memastikan ada atau tidaknya keterkaitanmu dengan paket itu. Kami juga akan menggeledah kamar ini untuk mencari barang bukti." Suara Farhan penuh ancaman .
"Ba-baik, Pak. Saya sudah menghubunginya dan kita tinggal menunggu balasannya. Ini ponselnya, Pak!" Lula kemudian menyodorkan ponsel miliknya.
Pak Toni dan Farhan segera menggeledah seluruh isi kamarnya, Entah apa yang sebenarnya mereka cari. Mereka mengobrak - abrik kamarnya dengan sangat teliti. Tak lupa mereka juga mengecek seluruh isi ponselnya.
Lula hanya duduk terdiam di ujung kamarnya, memperhatikan kedua orang asing yang sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing - masing.Tak jarang Pak Toni dan Farhan sedikit menyelipkan candaan kepada Lula disela - sela kegiatannya untuk mengurangi hawa tegang di dalam kamar itu."Mba Lula kuliah apa kerja disini?" Pak Toni melemparkan pertanyaan pada Lula masih dengan nada sopan."Saya kerja pak." Jawab Lula jujur. Kepalanya menunduk, ia takut pikirannya pun kacau."Kerja apa kamu? LC ya?" Farhan tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang tak pantas. Lady Escort alias LC adalah wanita-wanita yang menemani tamu berkaraoke ria dan menyuguhkan minum. Mungkin Farhan mengatakan itu untuk memainkan emosi Lula agar lebih mudah menggali informasi darinya."Andaikan saya tidak punya bekal pendidikan tapi saya bisa mencari pekerjaan yang halal Pak!" Lula yang semula menundukkan kepala seketika mendongakkan kepalanya kearah Farhan dan menatapnya dengan sangat tajam.&nb
Lula hanyut dalam tangisan yang sedari tadi pagi ia pendam. Rasanya sudah tak kuasa lagi menahannya. Pelan - pelan Lula mulai menceritakan kejadian pagi tadi pada Bianca dan Fafa dengan perasaan bingung harus mulai dari mana.Beruntung didalam mushola tidak terlalu ramai, karena memang itu belum waktunya jam sholat wajib. Selain mereka bertiga, hanya ada seorang ibu - ibu saja yang berada di dalam mushola tersebut."Mak sebenarnya aku tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi, tapi tadi pagi sebelum aku berangkat kekantor ada 2 orang polisi yang datang ke kosanku, mereka mengintrogasiku dan menggeledah seluruh isi kamarku." mereka berdua mendengarkan perkataan Lula dengan seksama."Hah? kok bisa?" Fafa dan Bianca sangat terkejut mendengar perkataan Lula. Raut wajah mereka terlihat sangat serius. Tampak jelas rasa khawatir pada raut wajah mereka.Drrrrrrt.Drrrrrrrt.Drrrrrrt.Belum sempat Lula melanjutkan perkataannya, tiba - tiba ponselnya ber
"Tenanglah nduk, sebenarnya apa yang terjadi sama kamu?" tanya Bianca dengan lembut.Lula menjelaskan kejadian yang menimpanya secara rinci pada Bianca dan Fafa, termasuk semua yang dilakukan oleh Pak Toni dan Farhan di dalam kamar kosnya."Polisi yang tadi pagi menemuiku baru saja memberi kabar kalau ternyata aku dijebak sama Langit Mak." ucap Lula pelan."Loh kok bisa?" sahut Bianca dan Fafa bersamaan. Mereka mengerutkan keningnya heran."Jadi paket yang dititipkan ke alamatku berisi narkoba Mak, aku benar-benar gak ngerti kenapa dia tega melakukan ini padaku dan kenapa harus aku?" Lula berkata sambil menundukkan kepala seakan tak punya tenaga. Energinya seperti habis terkuras."Polisi memintaku untuk kerja sama dengan mereka untuk mendapatkan bukti, agar Langit bisa tertangkap dan namaku aman. Karena kalau aku tidak berhasil mendapatkan bukti yang kuat, maka akulah yang mungkin akan masuk penjara Mak. hiks... hiks... hiks." tangis Lula ke
Sesampainya di tempat makan, Lula dan Fitri segera memesan 2 porsi makanan dan mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka. Mereka berdua memilih tempat duduk lesehan karena lebih nyaman untuk makan sembari berbincang.Meski bukan tempat yang mewah, tapi tempat itu sangat ramai pengunjung. Warung tenda yang hanya buka tiap malam hari itu, terletak di lahan parkir depan pasar. Mereka berjualan disitu karena pada malam hari pasar tutup sehingga bisa mereka gunakan untuk berjualan. Hanya beralaskan tikar - tikar yang memanjang untuk duduk para pembelinya. Namun, tempat itu sudah menjadi tempat makan favorit Lula sejak ia kos di dekat situ. Tak jarang, ia selalu makan bersama Fitri atau Risti ditempat itu hingga penjualnya sudah hafal dengan menu yang biasa Lula pesan.Akhirnya makanan yang ditunggu-tunggu pun datang, mereka berdua segera menyantap habis makanan tersebut tanpa sisa. Makanan yang mereka jual memang memiliki rasa yang enak. Tak heran, jika pelangga
Sore itu sepulang kerja, Lula merebahkan badannya di ranjang (tempat ternyaman setelah seharian berkeluh). Tak lama kemudian, tiba-tiba ponsel yang Lula letakkan di atas nakas bergetar.Drrrrrt.Drrrrrrrt.Drrrrrrrt.Lula berusaha meraihnya dari nakas dan terlihat 1 notifikasi pesan di layar ponselnya. Tak butuh waktu lama, Lula segera membuka pesan singkat tersebut."Besok aku pulang, datanglah kerumah! Ibu juga ingin bertemu denganmu." pesan dari Langit.Lula terkejut bukan main, ia membulatkan kedua bola matanya sempurna kearah ponsel. Dengan gerakan cepat, ia langsung menghubungi Pak Henry terlebih dahulu untuk meminta petunjuk apa yang harus ia lakukan selanjutnya."Hallo Pak Henry, selamat malam. ini Lula Pak.""Ohh, iya La gimana?" tanya Pak Henry."Begini Pak, Langit bilang besok sudah kembali kerumah. Dia meminta saya untuk datang kerumahnya. Menurut bapak sebaiknya saya harus
Pagi harinya.Matahari mulai membiaskan sinarnya ke dalam kamar Lula, ia mulai membuka pelan matanya yang masih buram menyesuaikan pandangannya dari bias matahari yang menyinari wajahnya.Lula mulai beranjak duduk dari tempat tidur kemudian menyandarkan punggungnya ke tepi tempat tidur. Ia meraih air putih diatas nakas yang sengaja ia siapkan sebelum tidur untuk ia minum saat dirinya bangun.Setelah semua nyawanya terkumpul, ia segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Beberapa menit kemudian, Lula keluar dari kamar mandi dan segera bersiap-siap untuk pergi ke kantor.***Lula mulai melangkahkan kakinya menuju lift yang biasa membawanya untuk sampai ke lantai 7. Sesampainya didepan lift, ia menyadari bahwa ternyata lift yang biasa ia naiki mati karena sedang dalam perbaikan. Terpaksa ia harus menaikki anak tangga sebanyak 7 lantai."Ahh sial!" umpatnya kesal karena membayangkan lelahnya harus menaiki beberapa tangga. L
Tak lama kemudian, seorang pelayan datang membawa 3 gelas minuman diatas nampan yang berbentuk lingkaran dan berwarna coklat ke meja mereka, ia meletakkan dimasing-masing depan meja sesuai pesanan."Jadi kronologis lengkapnya gimana Mba Lula? Pak Henry hanya menjelaskan garis besarnya saja pada saya." Tanya Frank kepada Lula. Tugasnya memang untuk menggali informasi darinya.Lula menjelaskan semua kronologis kejadiannya dengan detail agar Frank memahami semua kejadian yang ia alami. Setelah selesai menjelaskan panjang lebar, tiba-tiba Frank memberitahu Lula bahwa akan ada dua orang rekannya yang datang. Awalnya Lula tak merasa keberatan sama sekali."Mba sebenarnya saya datang bersama dua orang teman saya, nanti tunggu sebentar ya. Dia sedang berada diperjalanan menuju kesini. Sebenarnya saya ada di divisi kriminal Mba, jadi saya akan mengalihkan kasus ini pada teman saya yang bertugas di divisi narkoba." Jelasnya pada Lula. Setelah mendengar penjela
Hari itu Lula menjalani rutinitas pekerjaannya dengan semangat penuh karena mengetahui besoknya adalah hari libur, rasanya tidak sabar ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya meski hari masih pagi.Tak terasa waktu berlalu begitu cepat hingga tanpa sadar sudah menunjukkan waktu pulang, beruntung semua pekerjaannya sudah selesai. Jadi Lula bisa kembali kekos tepat waktu.***Malam harinya.Saat sedang bersiap-siap untuk mengistirahatkan badannya, tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi.Drrrrrrt.Drrrrrrrt.Drrrrrrrrt."Siapa malam-malam begini?" gumamnya sambil meraih ponsel yang ia taruh diatas nakas. Terlihat nama kak Ayya tertera di layar ponselnya. Tak butuh waktu lama, Lula segera menggulir tombol berwarna hijau dilayar ponselnya."Hallo Kak Ayya, ada apa telpon malam-malam begini? tumben." tanyanya penasaran karena tak biasanya Ayya menghubunginya seperti itu."Hallo La, b