Nakas yang dibalut dengan cat berwarna putih dan terbuat dari bahan partikel board itu terletak rapi di sudut kanan tempat tidur.
Tercipta getaran dari nakas tersebut. Rupanya ada seseorang yang meletakkan benda yang menimbulkan getaran itu begitu saja di atasnya.
Tangan seorang wanita yang tengah berbaring di tempat tidur meraihnya pelan. Benda yang menimbulkan getaran itu adalah sebuah ponsel. Jemari lentiknya mulai menari di layar ponselnya. Ternyata ada notifikasi pesan yang masuk.
"Lula! Kamu jangan ganggu Jaka lagi, ya! Aku sama Jaka mau nikah lusa!" ~Lina
Begitulah isi pesan singkat yang dikirim oleh Lina. Ia adalah calon istri Jaka. Lina dan Jaka sudah menjalin hubungan sejak di bangku kuliah.
Kallula adalah seorang gadis berumur 23 tahun yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. Ya, saat ini ia sedang hamil anak Jaka.
Alih-alih menikahi Kallula yang mengandung anaknya, Jaka malah memilih menikahi Lina. Lina pun tetap mempertahankan hubungannya hingga bertahun-tahun lamanya meski sudah dikhianati berkali-kali.
Meski begitu, Kallula tidak ingin mempertahankan Jaka untuk tetap berada di sampingnya. Ia merelakan Jaka menikah dengan Lina, karena bagi Kallula tidak ada gunanya mempertahankan lelaki pengecut yang lari dari tanggung jawabnya.
Setelah membuka pesan dari Lina, Lula tidak membalasnya sama sekali. Ia tak menghiraukan pesan dari Lina kemudian kembali meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia pun lebih memilih untuk beranjak dari tempat tidurnya daripada harus menggubris pesan yang tidak penting baginya.
Lula berjalan pelan menyusuri ruangan-ruangan di rumah kecilnya seraya memegangi perutnya yang besar menuju kamar mandi.
"Ibuuuk!" Lula berteriak histeris memanggil Ibunya saat dirinya terkejut melihat ada cairan bening bercampur darah yang mengalir dari paha ke kakinya hingga menetes ke lantai.
"Kenapa, La?" Ibunya berlari ke arah dapur dengan tergopoh-gopoh. Ia terlihat sangat panik.
"Ketuban itu, La!"
"Terus aku harus gimana, Buk?" Lula bingung bercampur bahagia karena ia sadar akhirnya penantiannya selama ini datang juga. Memang sudah melebihi HPL, tapi bayinya belum lahir juga. Lula sempat khawatir dengan kondisinya beberapa hari terakhir.
"Perutmu gimana rasanya?" Ibu bertanya untuk memastikan.
"Gak kerasa apa-apa tuh, Buk." Sejauh yang Lula rasakan, perutnya memang tidak terasa sakit sama sekali.
"Ya sudah kalau gitu. Sekarang kamu mandi bersihin badan dulu! Nanti sewaktu-waktu kerasa kita bisa langsung ke klinik." Setelah mendengar titah dari sang Ibu, Lula segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri.
Setelah selesai membersihkan diri ia kembali beraktivitas seperti biasanya di rumah. Hingga waktu semakin siang dan perutnya sudah mulai merasakan mulas.
Lula menunggu hingga malam hari dan rasanya masih sama. Sedangkan keluarga besarnya sudah sigap berkumpul di rumah kecil itu untuk mendampingi persalinannya nanti.
Saat tengah malam, frekuensi sakitnya semakin naik. Hingga kini, ia mulai merintih menahan rasa sakit saat perutnya terasa semakin kencang. Namun, ia tak segera bergegas ke klinik juga. Ia memutuskan untuk menunggu hingga pagi karena jarak sakitnya masih belum terlalu dekat.
Sebenarnya ia sangat gelisah. Tapi melihat seluruh keluarganya siap mendampingi, memberikan kekuatan tersendiri untuknya.
Lula tetap berada di ranjangnya. Posisi apapun yang ia lakukan tetap saja tidak mengurangi rasa sakitnya. Sepanjang malam ia terjaga hingga badannya mulai lelah. Kantung matanya menghitam, rambutnya berantakan. Ditambah nafsu makannya juga hilang. Ingin muntah rasanya setiap kali memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Kamu harus tetep makan lho, La! Biar nanti kuat ngedennya! Ini diminum teh angetnya!" Ibu menyodorkan satu cangkir teh hangat untuknya.
"Tapi kok aku mual ya, Bu? Memang gini ya kalau mau lahiran? Ibu dulu begini gak?" Lula mencoba menggali informasi seputar persalinan dari ibunya.
"Dulu Ibu sih enggak. Orang hamil beda-beda pengalamannya, La" Ibu memberi penjelasan sesuai pengetahuannya.
Setelah minum teh, Lula pun berjalan-jalan di depan rumahnya. Kedua Tantenya pun menemaninya. Konon, berjalan kaki memudahkan proses persalinan. Ia berjalan-jalan selama berjam-jam berharap bisa mempercepat proses persalinannya.
Tenaga Lula mulai terkuras. Keluarganya pun semakin khawatir karena sudah menunggu begitu lama tapi tak kunjung ada kemajuan.
"Nak, kita ke klinik sekarang aja yuk!" Bapaknya memutuskan untuk membawanya ke klinik terdekat untuk memastikan kondisinya.
"Iya, Pak." Ibu dan Tantenya pun sudah siap membawakan perlengkapan persalinannya. Mereka membantu Lula naik ke atas mobil.
Tak butuh waktu lama hingga sampai di klinik. Tidak ada antrian sama sekali, Lula langsung mendapat kamar bersalin.
Seorang bidan memeriksa kondisinya. Ternyata masih bukaan 2 yang artinya perjalanan yang ditempuh masih lah sangat jauh untuk mencapai bukaan ke 10.
Perawat menyuruhnya untuk menunggu sembari berjalan-jalan hingga naik turun tangga lagi di sekitar klinik.
Baru bukaan 2 tapi rasa nyerinya sudah sangat sakit menurut Lula. Ia pun berkali-kali meringis, menunjukkan ekspresi wajah menahan kesakitan.
Ia memandang keluarganya yang tengah menemaninya di klinik. Dalam hatinya sedih, ia dan calon anaknya sedang berjuang mempertaruhkan keselamatan dan nyawa mereka, sedangkan Jaka malah sedang mempersiapkan pernikahannya dengan wanita lain. Pada umumnya suami lah yang menemani istrinya pada proses persalinan. Bukankah itu hal yang normal untuk wanita hamil? Tapi hal normal seperti itu pun tak bisa ia dapatkan.
Mungkin Tuhan sudah menggariskan takdir seperti ini untuknya. Tak bisa dipungkiri, sedikit penyesalan pun sering terlintas. Menyesal karena pernah mengalami fase yang hampir setiap orang alami. Fase di mana menjadi manusia sangat bodoh ketika sedang mencintai seseorang.
Terbuai akan rayuan maut mulut manis Jaka yang memberikan janji-janji indah untuknya. Berhasil meyakinkan perasaan Lula yang tulus kepadanya. Hingga ia akhirnya mengingkari janji-janji yang ia buat sendiri.
Lula mengutuki kebodohannya, menyesali kebodohannya. Begitu saja percaya dengan semua kebohongan Jaka. Lelaki yang berprofesi sebagai aparat negara itu, kini hanya menjadi lelaki keparat di mata Lula. Bagaimana tidak? Hanya untuk lari dari tanggung jawabnya ia tega memfitnah Lula di depan keluarganya.
Menuduh Lula seorang wanita mata duitan bahkan tidak mengakui darah dagingnya sendiri. Lula baru mengetahui sifat asli Jaka setelah dirinya hamil.
Demi Tuhan! Lula sama sekali tak menyesali kehadiran darah dagingnya ini. Semenjak pertama kali ia mendapati dirinya hamil pun ia sangat bahagia. Ia berharap Jaka memiliki perasaan bahagia yang sama, namun betapa terkejutnya mengetahui ternyata Jaka tak menginginkan darah dagingnya itu.
Kekuatan hati harus dimiliki Lula dengan tiba-tiba tanpa persiapan sama sekali. Keadaan seperti ini sangat jauh dari prediksi Lula. Sebelumnya Jaka sering bercerita kalau dirinya sangat menginginkan anak. Jaka sangat pandai membohonginya.
Lula tak percaya mampu menghadapi kerasnya hidup seorang diri saat hamil anak pertamanya hingga anaknya akan lahir. Sedangkan Jaka sendiri seketika membuangnya setelah mengetahui dirinya hamil.
Perlakuan buruk Jaka lah yang membuat Lula semakin kuat menjalani kehidupan beratnya.
Kalulla sendiri tidak yakin mulai kapan ia mencintai Jaka. Waktu itu Jaka pernah menolongnya. Namun, tak disangka. ternyata di balik kebaikannya ada maksud tertentu. Lula memang gadis yang memiliki sifat patuh jika sudah mencintai seseorang. Sedangkan Jaka masuk pada kondisi yang sangat tepat. Ia pandai membaca situasi. Itu memanglah keahlian Jaka. Setiap kali mendekati wanita, ia pasti menggunakan tak tik yang sama. Berpura-pura menolongnya ketika wanita yang ia dekati berada dalam kesulitan. Terlebih, ia memiliki profesi yang bisa ia banggakan. Jaka adalah seorang anggota POLRI. Ya, berdasarkan profesinya memang tak heran jika tugasnya adalah menolong masyarakat. Tapi terkadang ia menggunakannya untuk hal yang tidak tepat. Berulang kali ia mendekati wanita sebelum Lula. Lina sendiri pun berulang kali mendapati Jaka bermain dengan wanita lain. Namun Lina yang sudah dijejali dengan rayuan-rayuan manis dari mulut Jaka selama bertahun-tahun, membu
Lula hanya duduk terdiam di ujung kamarnya, memperhatikan kedua orang asing yang sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing - masing.Tak jarang Pak Toni dan Farhan sedikit menyelipkan candaan kepada Lula disela - sela kegiatannya untuk mengurangi hawa tegang di dalam kamar itu."Mba Lula kuliah apa kerja disini?" Pak Toni melemparkan pertanyaan pada Lula masih dengan nada sopan."Saya kerja pak." Jawab Lula jujur. Kepalanya menunduk, ia takut pikirannya pun kacau."Kerja apa kamu? LC ya?" Farhan tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang tak pantas. Lady Escort alias LC adalah wanita-wanita yang menemani tamu berkaraoke ria dan menyuguhkan minum. Mungkin Farhan mengatakan itu untuk memainkan emosi Lula agar lebih mudah menggali informasi darinya."Andaikan saya tidak punya bekal pendidikan tapi saya bisa mencari pekerjaan yang halal Pak!" Lula yang semula menundukkan kepala seketika mendongakkan kepalanya kearah Farhan dan menatapnya dengan sangat tajam.&nb
Lula hanyut dalam tangisan yang sedari tadi pagi ia pendam. Rasanya sudah tak kuasa lagi menahannya. Pelan - pelan Lula mulai menceritakan kejadian pagi tadi pada Bianca dan Fafa dengan perasaan bingung harus mulai dari mana.Beruntung didalam mushola tidak terlalu ramai, karena memang itu belum waktunya jam sholat wajib. Selain mereka bertiga, hanya ada seorang ibu - ibu saja yang berada di dalam mushola tersebut."Mak sebenarnya aku tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi, tapi tadi pagi sebelum aku berangkat kekantor ada 2 orang polisi yang datang ke kosanku, mereka mengintrogasiku dan menggeledah seluruh isi kamarku." mereka berdua mendengarkan perkataan Lula dengan seksama."Hah? kok bisa?" Fafa dan Bianca sangat terkejut mendengar perkataan Lula. Raut wajah mereka terlihat sangat serius. Tampak jelas rasa khawatir pada raut wajah mereka.Drrrrrrt.Drrrrrrrt.Drrrrrrt.Belum sempat Lula melanjutkan perkataannya, tiba - tiba ponselnya ber
"Tenanglah nduk, sebenarnya apa yang terjadi sama kamu?" tanya Bianca dengan lembut.Lula menjelaskan kejadian yang menimpanya secara rinci pada Bianca dan Fafa, termasuk semua yang dilakukan oleh Pak Toni dan Farhan di dalam kamar kosnya."Polisi yang tadi pagi menemuiku baru saja memberi kabar kalau ternyata aku dijebak sama Langit Mak." ucap Lula pelan."Loh kok bisa?" sahut Bianca dan Fafa bersamaan. Mereka mengerutkan keningnya heran."Jadi paket yang dititipkan ke alamatku berisi narkoba Mak, aku benar-benar gak ngerti kenapa dia tega melakukan ini padaku dan kenapa harus aku?" Lula berkata sambil menundukkan kepala seakan tak punya tenaga. Energinya seperti habis terkuras."Polisi memintaku untuk kerja sama dengan mereka untuk mendapatkan bukti, agar Langit bisa tertangkap dan namaku aman. Karena kalau aku tidak berhasil mendapatkan bukti yang kuat, maka akulah yang mungkin akan masuk penjara Mak. hiks... hiks... hiks." tangis Lula ke
Sesampainya di tempat makan, Lula dan Fitri segera memesan 2 porsi makanan dan mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka. Mereka berdua memilih tempat duduk lesehan karena lebih nyaman untuk makan sembari berbincang.Meski bukan tempat yang mewah, tapi tempat itu sangat ramai pengunjung. Warung tenda yang hanya buka tiap malam hari itu, terletak di lahan parkir depan pasar. Mereka berjualan disitu karena pada malam hari pasar tutup sehingga bisa mereka gunakan untuk berjualan. Hanya beralaskan tikar - tikar yang memanjang untuk duduk para pembelinya. Namun, tempat itu sudah menjadi tempat makan favorit Lula sejak ia kos di dekat situ. Tak jarang, ia selalu makan bersama Fitri atau Risti ditempat itu hingga penjualnya sudah hafal dengan menu yang biasa Lula pesan.Akhirnya makanan yang ditunggu-tunggu pun datang, mereka berdua segera menyantap habis makanan tersebut tanpa sisa. Makanan yang mereka jual memang memiliki rasa yang enak. Tak heran, jika pelangga
Sore itu sepulang kerja, Lula merebahkan badannya di ranjang (tempat ternyaman setelah seharian berkeluh). Tak lama kemudian, tiba-tiba ponsel yang Lula letakkan di atas nakas bergetar.Drrrrrt.Drrrrrrrt.Drrrrrrrt.Lula berusaha meraihnya dari nakas dan terlihat 1 notifikasi pesan di layar ponselnya. Tak butuh waktu lama, Lula segera membuka pesan singkat tersebut."Besok aku pulang, datanglah kerumah! Ibu juga ingin bertemu denganmu." pesan dari Langit.Lula terkejut bukan main, ia membulatkan kedua bola matanya sempurna kearah ponsel. Dengan gerakan cepat, ia langsung menghubungi Pak Henry terlebih dahulu untuk meminta petunjuk apa yang harus ia lakukan selanjutnya."Hallo Pak Henry, selamat malam. ini Lula Pak.""Ohh, iya La gimana?" tanya Pak Henry."Begini Pak, Langit bilang besok sudah kembali kerumah. Dia meminta saya untuk datang kerumahnya. Menurut bapak sebaiknya saya harus
Pagi harinya.Matahari mulai membiaskan sinarnya ke dalam kamar Lula, ia mulai membuka pelan matanya yang masih buram menyesuaikan pandangannya dari bias matahari yang menyinari wajahnya.Lula mulai beranjak duduk dari tempat tidur kemudian menyandarkan punggungnya ke tepi tempat tidur. Ia meraih air putih diatas nakas yang sengaja ia siapkan sebelum tidur untuk ia minum saat dirinya bangun.Setelah semua nyawanya terkumpul, ia segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Beberapa menit kemudian, Lula keluar dari kamar mandi dan segera bersiap-siap untuk pergi ke kantor.***Lula mulai melangkahkan kakinya menuju lift yang biasa membawanya untuk sampai ke lantai 7. Sesampainya didepan lift, ia menyadari bahwa ternyata lift yang biasa ia naiki mati karena sedang dalam perbaikan. Terpaksa ia harus menaikki anak tangga sebanyak 7 lantai."Ahh sial!" umpatnya kesal karena membayangkan lelahnya harus menaiki beberapa tangga. L
Tak lama kemudian, seorang pelayan datang membawa 3 gelas minuman diatas nampan yang berbentuk lingkaran dan berwarna coklat ke meja mereka, ia meletakkan dimasing-masing depan meja sesuai pesanan."Jadi kronologis lengkapnya gimana Mba Lula? Pak Henry hanya menjelaskan garis besarnya saja pada saya." Tanya Frank kepada Lula. Tugasnya memang untuk menggali informasi darinya.Lula menjelaskan semua kronologis kejadiannya dengan detail agar Frank memahami semua kejadian yang ia alami. Setelah selesai menjelaskan panjang lebar, tiba-tiba Frank memberitahu Lula bahwa akan ada dua orang rekannya yang datang. Awalnya Lula tak merasa keberatan sama sekali."Mba sebenarnya saya datang bersama dua orang teman saya, nanti tunggu sebentar ya. Dia sedang berada diperjalanan menuju kesini. Sebenarnya saya ada di divisi kriminal Mba, jadi saya akan mengalihkan kasus ini pada teman saya yang bertugas di divisi narkoba." Jelasnya pada Lula. Setelah mendengar penjela