Share

Young Single Mom
Young Single Mom
Penulis: Meybutjuly

Being Your Mother

Nakas yang dibalut dengan cat berwarna putih dan terbuat dari bahan partikel board itu terletak rapi di sudut kanan tempat tidur.

Tercipta getaran dari nakas tersebut. Rupanya ada seseorang yang meletakkan benda yang menimbulkan getaran itu begitu saja di atasnya.

Tangan seorang wanita yang tengah berbaring di tempat tidur meraihnya pelan. Benda yang menimbulkan getaran itu adalah sebuah ponsel. Jemari lentiknya mulai menari di layar ponselnya. Ternyata ada notifikasi pesan yang masuk.

"Lula! Kamu jangan ganggu Jaka lagi, ya! Aku sama Jaka mau nikah lusa!" ~Lina

Begitulah isi pesan singkat yang dikirim oleh Lina. Ia adalah calon istri Jaka. Lina dan Jaka sudah menjalin hubungan sejak di bangku kuliah. 

Kallula adalah seorang gadis berumur 23 tahun yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. Ya, saat ini ia sedang hamil anak Jaka.

Alih-alih menikahi Kallula yang mengandung anaknya, Jaka malah memilih menikahi Lina. Lina pun tetap mempertahankan hubungannya hingga bertahun-tahun lamanya meski sudah dikhianati berkali-kali.

Meski begitu, Kallula tidak ingin mempertahankan Jaka untuk tetap berada di sampingnya. Ia merelakan Jaka menikah dengan Lina, karena bagi Kallula tidak ada gunanya mempertahankan lelaki pengecut yang lari dari tanggung jawabnya.

Setelah membuka pesan dari Lina, Lula tidak membalasnya sama sekali. Ia tak menghiraukan pesan dari Lina kemudian kembali meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia pun lebih memilih untuk beranjak dari tempat tidurnya daripada harus menggubris pesan yang tidak penting baginya.

Lula berjalan pelan menyusuri ruangan-ruangan di rumah kecilnya seraya memegangi perutnya yang besar menuju kamar mandi.

"Ibuuuk!" Lula berteriak histeris memanggil Ibunya saat dirinya terkejut melihat ada cairan bening bercampur darah yang mengalir dari paha ke kakinya hingga menetes ke lantai.

"Kenapa, La?" Ibunya berlari ke arah dapur dengan tergopoh-gopoh. Ia terlihat sangat panik.

"Ketuban itu, La!"

"Terus aku harus gimana, Buk?" Lula bingung bercampur bahagia karena ia sadar akhirnya penantiannya selama ini datang juga. Memang sudah melebihi HPL, tapi bayinya belum lahir juga. Lula sempat khawatir dengan kondisinya beberapa hari terakhir.

"Perutmu gimana rasanya?" Ibu bertanya untuk memastikan.

"Gak kerasa apa-apa tuh, Buk." Sejauh yang Lula rasakan, perutnya memang tidak terasa sakit sama sekali.

"Ya sudah kalau gitu. Sekarang kamu mandi bersihin badan dulu! Nanti sewaktu-waktu kerasa kita bisa langsung ke klinik." Setelah mendengar titah dari sang Ibu, Lula segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri.

Setelah selesai membersihkan diri ia kembali beraktivitas seperti biasanya di rumah. Hingga waktu semakin siang dan perutnya sudah mulai merasakan mulas.

Lula menunggu hingga malam hari dan rasanya masih sama. Sedangkan keluarga besarnya sudah sigap berkumpul di rumah kecil itu untuk mendampingi persalinannya nanti.

Saat tengah malam, frekuensi sakitnya semakin naik. Hingga kini, ia mulai merintih menahan rasa sakit saat perutnya terasa semakin kencang. Namun, ia tak segera bergegas ke klinik juga. Ia memutuskan untuk menunggu hingga pagi karena jarak sakitnya masih belum terlalu dekat.

Sebenarnya ia sangat gelisah. Tapi melihat seluruh keluarganya siap mendampingi, memberikan kekuatan tersendiri untuknya.

Lula tetap berada di ranjangnya. Posisi apapun yang ia lakukan tetap saja tidak mengurangi rasa sakitnya. Sepanjang malam ia terjaga hingga badannya mulai lelah. Kantung matanya menghitam, rambutnya berantakan. Ditambah nafsu makannya juga hilang. Ingin muntah rasanya setiap kali memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

"Kamu harus tetep makan lho, La! Biar nanti kuat ngedennya! Ini diminum teh angetnya!" Ibu menyodorkan satu cangkir teh hangat untuknya.

"Tapi kok aku mual ya, Bu? Memang gini ya kalau mau lahiran? Ibu dulu begini gak?" Lula mencoba menggali informasi seputar persalinan dari ibunya.

"Dulu Ibu sih enggak. Orang hamil beda-beda pengalamannya, La" Ibu memberi penjelasan sesuai pengetahuannya.

Setelah minum teh, Lula pun berjalan-jalan di depan rumahnya. Kedua Tantenya pun menemaninya. Konon, berjalan kaki memudahkan proses persalinan. Ia berjalan-jalan selama berjam-jam berharap bisa mempercepat proses persalinannya.

Tenaga Lula mulai terkuras. Keluarganya pun semakin khawatir karena sudah menunggu begitu lama tapi tak kunjung ada kemajuan.

"Nak, kita ke klinik sekarang aja yuk!" Bapaknya memutuskan untuk membawanya ke klinik terdekat untuk memastikan kondisinya.

"Iya, Pak." Ibu dan Tantenya pun sudah siap membawakan perlengkapan persalinannya. Mereka membantu Lula naik ke atas mobil.

Tak butuh waktu lama hingga sampai di klinik. Tidak ada antrian sama sekali, Lula langsung mendapat kamar bersalin. 

Seorang bidan memeriksa kondisinya. Ternyata masih bukaan 2 yang artinya perjalanan yang ditempuh masih lah sangat jauh untuk mencapai bukaan ke 10.

Perawat menyuruhnya untuk menunggu sembari berjalan-jalan hingga naik turun tangga lagi di sekitar klinik. 

Baru bukaan 2 tapi rasa nyerinya sudah sangat sakit menurut Lula. Ia pun berkali-kali meringis, menunjukkan ekspresi wajah menahan kesakitan.

Ia memandang keluarganya yang tengah menemaninya di klinik. Dalam hatinya sedih, ia dan calon anaknya sedang berjuang mempertaruhkan keselamatan dan nyawa mereka, sedangkan Jaka malah sedang mempersiapkan pernikahannya dengan wanita lain. Pada umumnya suami lah yang menemani istrinya pada proses persalinan. Bukankah itu hal yang normal untuk wanita hamil? Tapi hal normal seperti itu pun tak bisa ia dapatkan.

Mungkin Tuhan sudah menggariskan takdir seperti ini untuknya. Tak bisa dipungkiri, sedikit penyesalan pun sering terlintas. Menyesal karena pernah mengalami fase yang hampir setiap orang alami. Fase di mana menjadi manusia sangat bodoh ketika sedang mencintai seseorang.

Terbuai akan rayuan maut mulut manis Jaka yang memberikan janji-janji indah untuknya. Berhasil meyakinkan perasaan Lula yang tulus kepadanya. Hingga ia akhirnya mengingkari janji-janji yang ia buat sendiri.

Lula mengutuki kebodohannya, menyesali kebodohannya. Begitu saja percaya dengan semua kebohongan Jaka. Lelaki yang berprofesi sebagai aparat negara itu, kini hanya menjadi lelaki keparat di mata Lula. Bagaimana tidak? Hanya untuk lari dari tanggung jawabnya ia tega memfitnah Lula di depan keluarganya.

Menuduh Lula seorang wanita mata duitan bahkan tidak mengakui darah dagingnya sendiri. Lula baru mengetahui sifat asli Jaka setelah dirinya hamil. 

Demi Tuhan! Lula sama sekali tak menyesali kehadiran darah dagingnya ini. Semenjak pertama kali ia mendapati dirinya hamil pun ia sangat bahagia. Ia berharap Jaka memiliki perasaan bahagia yang sama, namun betapa terkejutnya mengetahui ternyata Jaka tak menginginkan darah dagingnya itu.

Kekuatan hati harus dimiliki Lula dengan tiba-tiba tanpa persiapan sama sekali. Keadaan seperti ini sangat jauh dari prediksi Lula. Sebelumnya Jaka sering bercerita kalau dirinya sangat menginginkan anak. Jaka sangat pandai membohonginya.

Lula tak percaya mampu menghadapi kerasnya hidup seorang diri saat hamil anak pertamanya hingga anaknya akan lahir. Sedangkan Jaka sendiri seketika membuangnya setelah mengetahui dirinya hamil.

Perlakuan buruk Jaka lah yang membuat Lula semakin kuat menjalani kehidupan beratnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status