Share

BAB 3 : Gawai Itu

Tluk....

Dari balik tasnya, sebuah gawai hitam keluar dan meluncur di lantai dengan mulus.

"Ah!!" Diah terkejut. Ia lupa telah membawa gawai asing itu bersama dengannya.

Saking kagetnya ia dengan keadaan suaminya yang dinyatakan koma, Diah lupa akan kecurigaannya.

Tergopoh, Diah berusaha meraih gawai itu. Saat gawai itu menyentuh tangannya, perasaan ganjil yang asing kembali menghantuinya.

Ia tercenung menggenggam gawai itu dengan tatapan kosong.

"Ada apa, Diah?!" tanya Demas yang baru datang dari toilet.

"Ah!!" Diah tersentak kaget. "Tidak apa!"

Diah kembali ke tempat duduknya dengan tergesa. Mencengkeram gawai di tangan kanannya.

Demas menatap benda yang digenggam Diah, kemudian mengerti tanpa mendengar penjelasannya.

"Kamu sudah memeriksanya?!" tanya Demas, seraya mengikuti langkah Diah.

"Huh?!" Diah mengernyit. "Memeriksa?!"

"Apa kamu sudah memastikan bahwa itu milik suamimu?!" tanya Demas.

Diah terdiam. Ia belum memeriksanya. Selain karena ia telah melupakannya. Juga karena rasa takut yang selalu menyerangnya, setiap kali memikirkan kebenaran apa yang tersembunyi di dalam gawai tersebut.

"Bagaimana denganmu?! Apa kamu sudah memeriksanya?!" Diah balik bertanya.

Demas tersenyum tipis, senyumnya getir. Lalu mengangguk lemah.

Alih-alih memeriksanya, Diah ingin bertanya saja pada Demas, apa yang ada di dalam gawai tersebut. Namun entah kenapa lidahnya kelu untuk bertanya.

"Tidak perlu diperiksa kalau kamu belum kuat!" ucap Demas.

Dheg!!!

Kata-kata Demas melecutkan rasa penasaran di hati Diah.

"Apa maksud kamu?!" tanya Diah bingung, "Kenapa aku harus menguatkan diri segala?! Memang apa isinya?!"

Demas menghela nafas, "Kamu periksa saja dulu! Akan lebih baik kamu melihatnya langsung, ketimbang aku kasih tau!"

Dheg!!

Sekali lagi hati Diah seolah mencelos mendengar kata-kata Demas.

'Apa sih?!' batin Diah bingung. Ia menatap gawai di cengkeramannya dengan linglung.

"Paswordnya hari ulang tahun istriku, 1707!!" ujar Demas. Ada getar di suara pria itu, ia kemudian bangkit tanpa mengatakan apapun lagi. Tanpa menoleh lagi pada Diah, Demas melangkahkan kakinya untuk pergi.

Diah terpaku dalam keheningan, ia hanya bisa terdiam sembari menatap gawai di tangannya.

****

"Bagaimana cara kamu menjaga anak kami?! Kenapa dia bisa seperti ini?!" seorang wanita tua, datang dengan tergopoh-gopoh dan langsung memukul Demas tanpa peringatan

Demas yang dipukul bertubi-tubi, tidak melawan, ataupun menghindar. Ia biarkan saja wanita tua itu menghantamnya dengan tamparan dan pukulan.

Diah yang melihatnya hanya bisa tersentak kaget. Dari perkataan wanita itu, Diah menyimpulkan bahwa wanita itu adalah mertua Demas.

"Bu! Sudah Bu!" seorang pria tua dengan uban yang menutupi seluruh rambutnya, langsung merangkul wanita itu. Menahan tangan keriput itu yang terus memukul Demas.

"Ayah liat sendiri, anak kesayangan kita malah jadi begitu!" ujar wanita tua itu, air matanya luruh tak terkendali, "Putri cantik kita yang berharga sekarang koma!! Tidak tahu kapan akan sadarnya!! Bagaimana ini?!"

"Ini semua karena dia!"

Wanita tua itu menunjuk Demas dengan wajah garangnya, "Kalau saja dia tidak bersikeras tinggal di rumahnya dan tinggal bersama kita, tidak mungkin Citra jadi seperti ini!!"

"Sudah Bu! Sudah! Malu dilihat banyak orang!" ujar pria tua itu. Memaksa istrinya untuk duduk dan lebih tenang. Ia malu dengan tatapan semua orang yang tertuju pada mereka.

"Kita bicarakan ini di tempat lain, Bu!" pinta pria tua itu lagi.

Dengan nafas tersengal-sengal, wanita tua itu menghempas tangan suaminya. Ia tak lagi berusaha untuk memukul Demas, sebagai gantinya ia melemparkan tatapan tajam yang ganas. Seolah hendak memakan Demas.

"Ikut saya!!!" sentak pria tua itu kemudian.

Demas dengan patuh mengikuti keinginan ayah mertuanya. Bagai kerbau di cocok hidungnya, menolak pun ia tidak bisa.

Mengikuti kehendak kedua mertuanya, Demas mengikuti langkah pria tua itu menuju ke tempat yang lumayan sepi. Di dekat parkir, depan kamar mayat. Disanalah mereka berhenti.

Plakkk!!!

Sebuah tamparan pelak menghantam wajah tampan Demas. Namun meski semu merah muncul di pipinya, Demas hanya bergeming.

"Apa kau tidak bisa menjaga putriku?! Sampai begini dia dibuat olehmu!!?" hardik Arya, ayah mertua Demas. Tangannya sampai kebas setelah menampar menantunya. Tapi pria itu hanya diam tanpa ekspresi. Benar-benar membuat Arya merasa kesal.

Dua tahun menikahi putrinya, sikap Demas tidak berubah. Tetap saja dingin sampai ke tulang.

"Apa yang terjadi?! Apa dia hendak pulang menemui kami?! Kenapa dia bisa kecelakaan di jalan tol?!" cecar Jannah, ibu mertua Demas.

"Citra tidak menemui ayah dan ibu?!" alih-alih menjawab, Demas balik bertanya.

"Apa maksudmu?! Kenapa kamu malah bertanya pada kami?! Kau kan suaminya! Seharusnya kau lebih tau tentang Citra, setelah dia menikah denganmu!!" sentak Arya marah.

"Jika istrimu ingin mengunjungi orang tuanya. Hendaknya kau antarkan dia!! Kemana kau hingga tak bisa mengantarkan istrimu?!" imbuh Jannah.

"Begini Ayah, Ibu.." setelah hanya diam selama beberapa waktu, akhirnya Demas buka suara. "Citra yang tidak mau saya antarkan. Dia bilang ingin ikut managernya!"

"Manager?!" Arya dan Jannah saling pandang.

"Lalu dimana managernya sekarang?! Apa dia juga terluka?!" ucap Jannah.

"Begini Bu.. setelah saya cari tahu, Citra tak pernah pergi bersama managernya. Dia pergi dengan orang lain!" ucap Demas.

"Orang lain?! Siapa?!" Arya semakin bingung. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Setelah mendengar putrinya kecelakaan dan mengalami koma, ia langsung melesat ke kota sebelah. Begitu saja!! Ia tidak tahu hal-hal lainnya.

"Pria koma yang dirawat di sebelahnya! Citra bersama pria itu!" ujar Demas.

"Citra sudah pergi selama seminggu! Dia kecelakaan saat hendak pulang. Jika kalian tidak bertemu dengannya. Kemana kiranya Citra pergi selama ini?!"

Mendengar ucapan Demas, kedua orang tua itu kaget. Mereka saling melirik dengan pandangan rumit.

Demas yang melihat ekspresi terkejut mertuanya itu, hanya menghela nafas kemudian berbalik pergi.

Jika dalam cerita roman, ada siti Nurbaya yang terpaksa kawin dengan pria tua untuk melunasi hutang orang tuanya. Sedangkan di dalam kehidupannya, dirinyalah yang menjadi Siti Nurbaya.

Demi melunasi hutang-hutang milik ayahnya, Demas terpaksa menikahi Citra yang saat itu tengah hamil muda. Ia menjadi suami diatas kertas Citra selama satu tahunan.

Namun setelah Citra keguguran, bukannya menghentikan pernikahan tanpa cinta mereka. Citra malah memaksa untuk tetap melanjutkan pernikahan.

Karena hal itu juga, Ibu Demas, Ayudia meninggal dunia. Ambisinya untuk menikahkan Demas dan putri sahabatnya menjadi sirna, karena Citra.

****

Diah terdiam. Di antara ranjang suaminya dan ranjang istri Demas. Ia menatap kedua orang itu, yang berbaring tak berdaya dengan kosong.

Di hati Diah terkecamuk begitu banyak pertanyaan.

'Kenapa kalian bisa bersama?! Apa hubungan yang kalian miliki berdua?!'

Diah benar-benar penasaran. Ia ingin mengetahui kebenarannya, tapi juga takut kebenaran itu akan menyakitinya!!

Berbalik untuk keluar dari ruangan itu, langkah Diah terhenti oleh kehadiran Demas. Pipi sebelah kanan pria itu memerah. Bekas jejak tangan tercetak jelas disana.

'Pasti tamparannya sangat keras!' batin Diah. Simpati muncul di hatinya.

'Apa ini hidup yang selama ini kamu jalani?!' batin Diah sendu.

Diah yang saat itu telah menikah, mendengar kabar pernikahan Demas dari teman-temannya. Ia berharap Demas bahagia dengan pilihannya. Namun alih-alih bahagia, Demas sepertinya hidup penuh tekanan.

"Jangan menatapku dengan simpati begitu! Aku baik-baik saja, Diah!" celetuk Demas. Senyumnya tersungging dengan lembut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status