Share

Wanita Idaman CEO
Wanita Idaman CEO
Penulis: Harumi Aina

Dituduh mencuri

"Dasar pencuri! Sana pergi, bawa ibumu yang miskin itu keluar dari rumah ini!" hardik Ratna, mertuaku yang sombong. 

"Besan, sungguh saya nggak mencuri kalung. Dari tadi saya ada di belakang bersama Inem," ungkap ibu cemas. 

"Nggak usah bohong kamu, dari awal saya nggak suka dan nggak percaya kamu masuk ke rumah ini. Ayo, ambil dan  buka tas kamu!" hardik mertua. 

Aku yang melihat ibu diseret mertua segera mencegah dan melerai mereka. "Ma, apa yang Mama lakukan pada ibuku?" 

"Tanya aja sama ibu kamu!" 

"Yu, Ibu nggak tau! Ibu nggak ada mencuri kalung besan, sungguh nggak melakukannya," isak ibu menangis. 

Aku memeluk Ibu, kasihan. Kenapa mertuaku semakin beringas, tanpa rasa belas kasihan sama sekali. 

"Sudah, Tante! Kita periksa aja tasnya biar lihat langsung," hasut Maya mengompori mertua. 

Aku menatap tajam Maya, dia orang luar tapi seenaknya saja ikut campur. Mertua lalu merampas tas dan membuka isinya dengan kasar. Lalu saat mengeluarkan tangannya bersamaan dengan kalung yang dicarinya. 

Aku begitu shock, begitu juga ibuku. Beliau menggeleng tidak mengerti, tidak mungkin. Bagaimana bisa kalung itu ada dalam tas ibu. 

"Ini apa, hah? Masih juga nggak mengaku!" bentak mertua. 

"Ma, demi Allah! Ibuku nggak ada mencuri kalung Mama," kataku  memohon. 

Namun, rengekan demi rengekan ibuku tidak digubris mertua. Malah dia tega menendang ibu hingga jatuh tersungkur. Aku memeluk ibu yang meringis kesakitan. Belum puas, mertua juga melempar tas pakaian ibu keluar rumah. 

"Cukup, Ma! Jangan sakiti ibuku lagi. Bagaimana mungkin Mama lebih percaya wanita itu daripada menantu Mama sendiri," teriakku emosi sambil menunjuk wanita yang sedari tadi berdiri di sebelah mertua. 

"Halah, nggak usah mengelak kamu! Bukankah udah terbukti kalung Tante ada di tas ibu kamu," cetus Maya mencibir, pelakor sekaligus dalang di balik keributan ini. 

Dengan amarah meluap, aku berjalan ke arah Maya lalu menampar pipinya. 

Plak!! 

"Kamu yang sudah memfitnah ibuku, apa kamu pikir aku nggak lihat kalo kamu yang sdah masuk ke kamar Mama, hah!" teriakku lantang. 

"Ayu, apa-apaan kamu?" pekik mertua kaget. 

Semua orang di ruangan itu kaget melihatku menampar Maya. Mertua menghampiri Maya yang berakting dengan menangis memegang pipinya.  

"Sakit, Maya?" tanya mertua sambil mengelus pipinya. 

Maya mengangguk dan ekspresi wajahnya dibuat sesedih mungkin. Huh, dasar pelakor masih saja bisa bersandiwara. Sepertinya tamparan dariku belum cukup untuk membuatnya jera. 

"Ada apa ini?" tanya Mas Lucky--suamiku, tiba-tiba sudah berdiri bergabung. 

"Ini, istrimu menampar Maya yang nggak tau apa-apa. Padahal ibunya sendiri yang mencuri kalung Mama dan itu sudah terbukti kalung Mama ada di tas ibunya Ayu," jelas mertua sambil marah. 

"Benar itu?" tanya Mas Lucky ketus. 

"Mas, itu nggak benar. Ibu nggak mencuri tepatnya nggak mungkin mencuri," jawabku sambil memeluk ibu. 

"Itu benar, Mas! Buktinya aku dan Tante melihat sendiri kalung itu ada di tas ibunya Ayu," timpal Maya nyengir, mertua juga ikut mengangguk membenarkan. 

Mas Lucky menatapku dan ibu dengan tajam. Aku tak mungkin mendapat pembelaan darinya. Mas Lucky selalu percaya pada mamanya, selain itu juga tidak menyukai ibuku. 

"Jadi ini kelakuan ibumu, Yu! Kemarin kamu masih marah kalo Mas nggak mengajak ibu ngobrol tapi kenyataannya malah mencuri. Buat malu aja kamu!" hardik Mas Lucky. 

"Mas, udah aku katakan ibu nggak mencuri karena saat itu ibu lagi di belakang rumah dengan Bi Inem. Malah aku lihat Maya lah yang masuk ke kamar Mama. Maya ..." Aku berteriak keras karena sangat marah. 

Mama melotot demi mendengar suaraku yang keras. Masa' bodoh dengan mereka, hatiku sudah sangat kesal. Tidak ada satupun dari mereka yang membela apalagi percaya padaku dan ibu. 

"Ayu! Nggak usah kamu teriak-teriak di rumah ini, mana buktinya kalo Maya yang mengambil kalung Mama?" protes mertua sambil berkacak pinggang. 

"Oh, ternyata kalian semua bodoh! Walaupun kalian nggak percaya apa yang aku tuduh, lihat di sana ada cctv. Kalian bisa memeriksa sendiri." 

Aku menunjuk ke arah cctv dan mereka semua mengikuti tanganku. Mertua dan Mas Lucky terlihat seperti orang yang minim ilmu. Ya di rumah yang besar ini mertuaa memang menyuruh orang memasang kamera pengawas itu. 

Dulu saat aku baru menikah, melihatku yang miskin mertua tidak percaya. Selalu memantau gerak gerik diriku, sampai memasang cctv. Namun, aku selalu berbuat yang wajar karena aku tahu bagaimana bersikap di rumah besar ini. 

Bila ada yang bertanya kenapa mertua tidak menyukai ibuku. Karena saat menikah dulu dia tidak hadir. Pernikahan kami sendiri diadakan secara sederhana di rumahku jadi mertua malu untuk datang. 

Mas Lucky sendiri yang merayu mamanya agar mengizinkan aku tinggal di rumah. Sengaja Mas Lucky tidak membeli rumah karena tidak mengizinkan suamiku jauh darinya. Mertua kesepian tinggal sendiri sebab Papa mertua sudah berpulang ke Rahmatullah. 

Hari demi hari saat melewati hidup bersama mertua, awal yang penuh kesukaran hingga jalan dua tahun sedikit demi sedikit mulai menerima kehadiranku. Tapi, bukan berarti mertuamemberi kebebasan, bila aku dan Mas Lucky ada masalah beliau pasti ikut campur hingga kami jadi bertengkar. 

Seketika aku sadar dari lamunan, melihat wajah Maya yang berubah pucat. Ya aku tau rekaman  itu pasti bisa membuktikan siapa pelaku sebenarnya. Aku menyungging senyum kemenangan saat Maya melirikku. 

Kamu tidak bisa lari, Maya. Sebentar lagi, kamu pasti akan malu akibat perbuatan tanganmu sendiri, batinku menyeringai. 

Mas Lucky lalu berjalan ke ruang kerja tempat memeriksa rekaman cctv itu. Sebelum melangkah jauh, Maya berlari ke arah Mas Lucky dan mencekal tangannya. Mereka terlihat berbicara pelan sambil melirikku. 

Entah apa yang mereka bicarakan hingga Mas Lucky berbalik dan kembali ke tempat semula. Mertua masih tetap tak bergerak dan terus memperhatikan kami. Saat Maya mengejar Mas Lucky pun dia diam saja membiarkan. 

"Ayu, cctv itu nggak hidup karena Mama bilang sudah rusak. Iya nggak, Ma?" tanya Mas Lucky menodong mertua. 

"Eh, iya, iya! Cctv itu sebenarnya sudah nggak berfungsi seminggu ini," jawab Mertua gelagapan. 

Aku mengerinyitkan dahi heran. Melihat sikap mertua yang gugup aku tau pasti berbohong. Tatapanku beralih pada Mas Lucky yang terlihat santai dan Maya yang menyunggingkan senyum. 

Sebenarnya apa yang terjadi? Mereka masih berpura-pura terus, aku tidak bisa tinggal diam. Aku yang akan memeriksa sendiri rekaman itu. 

"Kalian bohong, kan? Cctv itu nggak mungkin mati, lihat lampu kecil di bawahnya itu pertanda kamera aktif. Apa kalian masih mau bersandiwara, baiklah aku sendiri yang akan memeriksanya," kataku sambil berjalan menuju ruang kerja. 

Langkahku berhenti kala dicegat Mas Lucky. Aku tetap menerobos tapi Mas Lucky menangkap tanganku dan memegangnya kuat. Terpaksa aku tidak bisa melanjutkan berjalan. 

"Lepas, Mas! Aku akan buktikan sendiri dan melapor ke polisi agar Maya dan Mama kamu ditangkap," kataku keras. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status