Share

Kehilangan barang

Bab 4 : Kehilangan barang 

"Mas nggak menonton TV?" tanyaku. 

Mas Lucky yang baru saja masuk kaget melihatku. Lalu dengan pura-pura menguap melanjutkan langkahnya menuju kamar. 

"Nggak, Mas mau tidur udah ngantuk! Kamu nggak tidur?" tanyanya balik. 

"Ayu blom ngantuk, ya udah Mas dulu tidur sana!" ucapku bohong lalu menoleh kembali ke TV. Padahal aku penasaran kemana tadi Mas Lucky keluar setelah sholat. 

Lima menit, sepuluh menit hingga setengah jam sengaja aku menunggu agar Mas Lucky tertidur. Masuk ke kamar, aku pura-pura akan tidur dan mengetes Mas Lucky. Menggoyang tubuhnya tapi Mas Lucky tidak bangun juga. 

Segera aku sambar kunci mobil di meja dan menutup pintu kamar dengan pelan. Tiba di garasi, memasukkan kunci lalu pintu mobil terbuka gegas aku masuk ke dalam. Mengambil kotak coklat dan membukanya dengan berdebar. Lalu saat melihat isinya, aku terkejut dan mulut mendadak kelu. 

Kotak besar itu berisi pakaian seksi wanita, sebuah lingerie hitam. Begitu cantik dipadu celana dalam yang bolong sana sini. Aku bergidik melihat modelnya, bagaimana cara memakai bila semuanya bolong gini, gumamku heran. 

Untuk siapa Mas Lucky membeli ini, tidak mungkin untukku. Selama setahun menikah bahkan Mas Lucky tidak pernah membeli lingerie seksi. Palingan cuma daster yang murah karena katanya itu lebih cocok untukku. 

Mas Lucky pasti ingin memberikan ini pada Maya. Huh, semakin keterlaluan saja kamu Mas. Perhatian banget pada wanita lain tapi pada istri sendiri tidak. Awas kamu! Aku akan balas kalian berdua. 

Saat akan memasukkan lingerie ke dalam kotak, mataku terpaku pada kotak mungil di dalamnya. Apa ini? Dengan penasaran aku pun membukanya. 

Cahaya kemilau dari lingkar kecil itu menyilaukan mataku. Aku lebih terperanjat, ya aku melihat sebuah cincin berlian. Cincin itu aku ambil dan memasangkan ke jari manis. Pas! 

Aku pun mencoba menggoyangkan tangan, begitu cantiknya cincin ini di jariku. Sayangnya ini bukan untukku, tiba-tiba hatiku sedih. Sebagai istri Mas Lucky tidak pernah membelikan barang mahal, saat menikah hanya cincin emas biasa yang diberikannya. 

Tunggu, kalo aku tidak mendapatkannya maka Maya juga. Terlintas ide untuk mengambil cincin ini tanpa sepengetahuan Mas Lucky. Ya, aku lebih memilih cincin daripada lingerie. Karena aku lebih berhak daripada Maya. 

Dengan mengulum senyum, aku pun merapikan kembali seperti semula. Kemudian segera keluar dari mobil lalu menutup pintu dengan pelan. Masuk ke dalam rumah sudah tidak ada siapapun. Semua orang pasti sudah tidur termasuk Bi Inem. 

Sebelum masuk kamar, aku akan ke ruang kerja dulu untuk menghapus rekaman diriku yang menuju garasi. Untung saja pintu ruangan ini tak pernah dikunci karena Mas Lucky mengira aku bodoh dan tak tau apapun hingga dia merasa aman saja. 

Selesai dihapus tanpa meninggalkan jejak, aku masih duduk sebentar memikirkan di mana akan aku sembunyikan cincin berlian ini. Kalo disimpan kamar ibu maka ibu akan disiksa bila ketahuan. Tidak, aku harus cari tempat yang aman. 

Bagaimana kalo aku simpan di kamar Bi Inem saja. Mungkin dia akan menolak karena takut dipecat mertua. Akan tetapi, di kamarnya tempat yang paling aman. Semoga saja Bi Inem belum tidur. 

Dalam gelapnya ruangan, aku berjalan mengendap-endap ke kamar Bi Inem. Mengetuk pelan pintu lalu terdengar suaranya dari dalam. "Siapa?" 

"Ini aku Bi, Ayu!" jawabku pelan seperti berbisik. 

Pintu dibuka Bi Inem, gegas aku masuk dan menutup pintu. Mata Bu Inem yang sudah mengantuk mendadak bulat. "Non Ayu sedang apa?" tanyanya heran. 

"Sssttt, jangan kuat-kuat Bi!" kataku sambil meletakkan jari dibibir. 

"Ayu ingin minta tolong, Bi. Tolong simpan cincin berlian ini ya!" pintaku memohon. 

"Punya siapa, Non?" 

"Punya Ayu, Bi! Ini Ayu ambil dari mobil Mas Lucky." 

"Jangan, Non! Bibi takut entar Den Lucky dan Nyonya akan marah. Kalo dilaporkan ke polisi bagaimana, Bibi nggak mau dipenjara," tolak Bi Inem sambil menggeleng. 

"Tolonglah, Bi! Cuma di kamar Bibi yang aman. Mas Lucky nggak akan mencurigakan Bibi kan nggak mungkin Bibi bisa buka mobil," kataku menjelaskan sambil merayunya. 

Sekilas Bi Inem bergeming dan menatap cincin itu. Aku menangkupkan tangan tanda memohon. "Please, Bi! Apa Bibi nggak kasihan sama Ayu? Cincin ini akan Mas Lucky berikan pada Maya," Isak ku. 

Akhirnya Bi Inem mengangguk dan mencoba mencari tempat aman di kamarnya. Bi Inem lalu melongok ke kolong tempat tidur dan menggesernya. Bi Inem membuka sepetak keramik lalu terlihat sebuah tempat menyimpan barang. 

Aku terkejut melihatnya, ternyata di kamar Bi Inem ada tempat rahasia. "Ini Bibi temukan saat mulai kerja disini, saat itu Bibi juga ingin menyimpan barang  kemudian menemukan ini. Mungkin sebelum Bibi disini pembantu sebelumnya yang membuat," jelas Bi Inem. 

Aku mengangguk lalu menyerahkan kotak mungil itu. Bi Inem menerimanya dan memasukkan ke dalam lalu menutup dengan keramik lagi dan menggeser tempat tidur ke semula. 

Bi Inem dan aku bernafas lega, akhirnya aman. Aku tersenyum dan menggenggam tangan Bi Inem. "Bi, makasih ya udah bantu Ayu. Cincin itu kelak berguna untuk kita bila suatu saat kita keluar dari sini." 

"Tapi, Non! Kalo Bibi keluar mau kerja di mana?" tanya Bi Inem galau. 

"Percayalah, Bi! Ayu nggak akan melupakan kebaikan Bibi dan akan membantu Bibi semampu Ayu," kataku lalu bangun. 

"Ayu mau ke kamar dulu ya! Kalo lama-lama ntar Mas Lucky curiga. Ini rahasia kita berdua." 

Bi Inem mengangguk kemudian menutup pintu saat aku keluar. Melewati kamar Ibu lalu membuka pintunya dan beliau sudah tidur. Sebelum masuk kamar aku juga mengambil minum di dapur dan membawanya masuk. 

Mas Lucky masih tertidur nyenyak, sudut bibirnya tersenyum mungkin lagi bermimpi Maya. Aku hanya tertawa dalam hati mengingat ekspresi Mas Lucky akan pucat setelah tau kehilangan cincin. Rasain kamu Mas! 

Pagi hari, usai sarapan Mas Lucky pamit kerja. Bi Inem membersihkan meja dan aku melihat Ibu. Sedangkan mertua yang mengantar Mas Lucky hingga ke depan. Mertua selalu melarang bila aku yang mengantar karena beralasan ingin mengenang almarhum Papa mertua. 

Daripada berdebat aku mengalah dan membantu Bi Inem di dapur. Keadaan ibu sudah sedikit membaik dan sudah bisa berjalan sendiri. Alhamdulillah, aku bersyukur ibu cepat pulih. 

"Bu, kita makan saja di dapur ya!" ajakku. 

Ibu mengangguk dan aku gandeng ke kamar mandi untuk bersihkan diri dulu baru makan. Namun, belum juga sampai di kamar mandi terdengar teriakan Mas Lucky memanggilku. 

"Ayu!" Akhirnya Mas Lucky menemuiku di dapur. 

"Ada apa, Mas? Blom pergi kerja?" tanyaku sambil mendudukkan ibu di kursi. 

"Apa tadi malam kamu masuk ke mobil?" selidik Mas Lucky. 

"Nggak kok, aku kan nonton TV trus tidur," jawabku tegas tapi di hati cekikan pasti Mas Lucky ingin menanyakan cincin. 

"Lalu kemana ya?" gumam Mas Lucky bicara sendiri. 

"Sudah dapat blom, Ky?" tanya mertua berjalan mendekat. 

Mas Lucky menggeleng frustasi, lalu mertua menatap ibu tajam. "Pasti ibu Ayu yang mengambilnya!" 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status