Share

2 | Pesona Istri Sah

Steve dan Maria bergandengan tangan seraya memasuki villa. Sesuai janji Nathan, ia hanya akan menghantar saja, tidak akan mengganggu acara honeymoon sang atasan.

Mereka bersitatap terus sambil mengulas senyum manis. Maria masih malu-malu pada suaminya, Steve. Terlihat pada rona wajahnya seperti warna buah persik.

“Apa kamu baru sadar, kalau aku itu sangat tampan?” goda Steve bertanya pada Maria.

“Iya, aku baru menyadarinya.” Tantang Maria dengan terkekeh malu setelah itu, hingga menutupi wajahnya dengan telapak tangannya sendiri.

Sesaat kemudian Steve meraih tangan istrinya, “Jangan ditutupi begitu, aku suka senyum kamu sayang.” Maria tak sanggup dihujami rayuan pulau dari Steve. Suami itu langsung saja melahap candu merekah dengan intens. Tangan Steve memegang dagu Maria, kemudian bergeser ke leher, lalu berkelana menyusuri tengkuknya yang polos. Memberikan sengatan kecil dengan mempererat candu mereka, agar tak berjarak.

Tangan Maria mendekati pinggang suaminya. Awalnya hanya bertengger, kemudian mengeratkan pegangan pada jas burung merak yang dikenakan Steven. Karenanya Steven semakin melilitkan lidah mereka, Maria tak kuat mendapat serangan itu. Punggung Steven dielus kuat, lalu ditarik mendekat pada tubuhnya. Keduanya beradu bagai gasing yang berputar pada pusarannya. Lama. Begitu pula ciuman mereka. Steve pun mengelus punggung polos Maria yang tak tertutupi.

Dengan terseot-seot Maria bernafas, “huhhhhh, Sayang aku ngap! Bisa habis nafasku ini.” Diikuti dengan melototnya mata Maria, meminta semesta agar tidak  mengaburkan penglihatannya.

Steve tertawa renyah. Mengabulkan permintaan istrinya untuk memberi jeda akan candunya. Dirasa sudah cukup, Steve kemudian mengecup sekilas bibir kissable dari Maria, “Seperti nikotin kamu sayang.” Tangan Steve mengelus lembut bibir Maria, membersihkan sisa saliva yang keluar dari tempatnya.

“Sayang, mumpung ini belum terlalu sore. Aku mau ajak kamu pergi ke suatu tempat.”

Maria mengerjapkan matanya, “Kemana sayang?” dia penasaran akan tempat tujuan yang ingin ditunjukkan oleh Steve.

Steve berbisik, “Rahasia! Kamu mau mandi sendiri atau aku mandiin?” dengan suara serak, tak lupa hembusan nafas yang menyetrum tubuh istrinya.

Tanpa terduga, Maria melayangkan cubitan kecil pada pinggang Steven. Percaya gak kalau wajah Maria sekarang sudah menyerupai warna tomat busuk. Pinkish padam, meruam. Steve hanya cekikikan, dia tak marah sama sekali karena istrinya berlaku begitu. Malahan Steve semakin bersemangat untuk menggoda Maria.

“Aduh… duh.. duh,,, sayang… please ya… duh.,,,” racau Steve karena cubitan sudah berubah bentuk menjadi klitikan pada tulang rusuknya. Maria tahu bahwa Steve tidak tahan akan rasa geli.

Steve segera mengeratkan kedua tangan Maria mengudara, “Udah ya sayang, aku geli banget.” Manut. Maria berhenti. Mereka menatap penuh damba dan rindu. Berkata melalui pancaran mata mereka, kalau mereka merindu.

Wajah Steve mengarah lebih dekat pada Maria, tanpa ia sadari dekapan tangan jahil telah terlepas bebas. Maria tau, apa yang akan dilakukan laki-laki yang berstatuskan suaminya ini. Segera tangan Maria menangkup wajah lapar Steven.

“Puasa dulu ya sayang! Aku harus siap-siap dulu.” Maria terbirit menjauh dari Steve. Maria terkekeh berlalu, memilih masuk pada sebuah kamar yang pintunya berhiaskan sebuah ukiran seperti gantungan, bertuliskan ‘Happy Wedding’ Maria makin yakin kalau itu adalah pintu kamar mereka.

Ceklek…

Mata Maria terpesona. Kamar yang di masukinya luas dan di dalamnya penuh dengan fasilitas mewah. Ranjang luas yang telah ditaburi kelopak bunga mawar. Tak lupa ada sepasang angsa saling berhadapan. Pencahayaannya sedikit temaram, namun semakin mellow karena ada lilin-lilin kecil di atas nakas yang mengitari letak sofa. Dan ada lilin berbentuk hati di atas meja sofa.

“Beautiful. Steve gak kaleng-kaleng kalau soal romantis!”

Steven tak mengejar Maria. Dia membiarkan wanitanya berlarian sementara dia harus memastikan kendaraan yang akan mereka tunggangi menuju tempat spesial.

Steve mendial up sebuah nomor telepon dari seorang yang dipercayakan, “Halo, ada kan yang saya minta?”

Entah apa jawaban dari lawan bicara Steven. Yang pastinya, Steve mencebik sedikit sudut bibirnya dengan nakal. “Good, well done!” sambungan diputus sepihak oleh Steven.

“Baby, show time!” gumam Hexel Steven Wijaya.

Sementara itu, Maria telah selesai dengan ritual mandi pertama setelah perubahan status yang diterimanya hari ini. Maria berjalan dengan hati-hati, dia tak tega merusak semua hiasan yang telah dirangkai.

Before take a shower, Maria melihat sebuah bingkisan bertuliskan ‘Open me, please’ maka tangan Maria segera melakukannya. Maria tertegun memandangi sebuah gaun midi dress tanpa lengan, panjangnya hanya selutut berwarna peach yang sangat cocok dengan kulit putihnya. Selaras dengan warna rambut coklat alami Maria.

“Steve, you know me so well babe! Love you”

Maria telah berganti kostum, dari bathdrop ke gaun selututnya. Maria juga telah mengeringkan rambut coklatnya dengan hair dryer. Kebutuhan make up Maria juga telah tersedia, lengkap dengan skincare yang sering digunakannya.

“Steve, kamu membuatku seperti ratu disini. Apa yang aku inginkan, entah bagaimana sudah kamu sediain disini. Aku harus bagaimana padamu Steve?”

“Just be my wife forever honey!”

Maria berbalik melihat pada sumber suara yang tentu di kenalinya. Maria mengembangkan senyum manis, yang sudah membuat tubuh Steve panas lagi. Steve mendekat, sekedar mengelus lengan Maria tanpa kain.

Tubuh Maria menerima setiap sentuhan memabukkan yang diberikan Steve. Lagi , tak bosan Steve mengecup sekilas wajah Maria yang sudah terolesi skincare. Steve juga beralih pada tengkuk sensitive Maria, and … Maria mendesah pelan.

“Okay sayang, are you ready?” tanya Steve pada istrinya. Maria hanya terdiam, karena kehilangan sentuhan lembut Steve.

‘Apa sih maksud kamu Steve? Tadi ngelus-ngelus. Bikin meremang aja nih!’

Maria berdehem, “Would you like to wait a moment babe?” tanya Maria manja.

Steve mendelik wajah Maria, “Kamu itu udah cantik banget sayang. Gak perlu polesan lagi lah,” Steve tak sabar untuk mengajak Maria pergi.

Maria mengelus lembut lengan suaminya, “Sayang… I know that, but aku ingin terlihat lebih sempurna di matamu. Sebentar saja, yaaa?” Maria memampangkan eyes puppies.

Steve pasrah, “Sepuluh menit ya, no more that! Aku tunggu diluar.” Sebelum benar-benar pergi, Maria berkata, “It’s more than enough honey!”

Steve meninggalkan Maria yang masih ingin memoles sedikit make up pada wajahnya. Skincare done, ia beralih pada primer yang telah mengandung SPF UV+++ berteksturkan seperti foundation. Kemudian beralih ke eyeliner waterproof dan alis waterproof tentunya. Beralih ke perona pipi, ditambah sedikit highliter.

Maria menyentuh malu pada bibirnya sendiri. Dia juga tersipu malu sesaat, dia sedikit menggeleng-geleng lalu mengambil liptint matte tentunya waterproof. Supaya tidak transfer proof pada bibir Steve. Maria lalu berdiri dari kursi riasnya.

Memastikan kembali penampilannya pada cermin datar yang ada di hadapannya sekarang. “Astaga, maskara ihhh lupa… mana ya dia,” kedua belah mata Maria mencari keberadaan maskara pada palette make up.

“Itu dia,” segera Maria membubuhkan bulu mata lentik alaminya dengan maskara. “Perfect!”

Maria segera kabur dari sana, dia mencari keberadaan sang suami. Walau Steven sangat menyayangi dirinya, namun Steve tak mentolerir kata terlambat.

“hhhh… Masih ada sisa tiga menit babe!” Ujar Maria pada Steven. Laki-laki tersebut terpesona melihat Maria yang semakin cantik saja.

“Makin cantik gak?” goda Maria. “More and more honey!” Steve menggenggam erat tangan Maria, ia kecup di udara.

“Close your eyes babe,” pinta Steve dengan suara berat menggoda iman.

Maria melirik sejenak, “Kamu mau ngapain?” tanya dia sedikit bergidik ngeri. Ia takut, Steve akan unboxing dirinya disini. Kenapa begitu? Steven tipe seorang laki-laki yang tegas namun keras kepala dan terkadang bisa gila. Apalagi di villa ini hanya mereka berdua saja. Mata Maria tak menangkap walau itu hanya bayangan orang lain, selain mereka berdua.

Steve terkekeh, “Udah tutup aja. Aku gak akan melakukan hal itu disini… untuk yang pertama. Tapi mungkin yang kedua.” Steve mengerlingkan matanya dengan nakal.

Maria memukul manja pada dada Steven, “Sayang…” Gertak Maria yang tak percaya dengan ide gila Steve, yang bisa saja dia lakukan.

“Oke, aku tutup ya.” Maria memejamkan kedua matanya. Terlihat lengkungan eyeliner coklat tua yang mengikuti bentuk mata Maria. Cantik, itulah definisinya.

Steven meraih buket bunga mawar yang telah disiapkan, kemudian Steve menuntun Maria untuk berjalan. “Jalan perlahan, tetap tutup matanya ya. Just trust me honey!”

Maria terkikik pelan dengan pipinya yang mengembangkan senyum manis. Tak lupa deretan gigi putih yang terlihat bagus, hasil perawatan di klinik kecantikan langganan.

Steve dengan hati-hati dan sabar menuntun istrinya menuju boat yang terparkir di pinggir pantai. Villa Steve ini berhadapan dengan sebuah pantai yang indah. Apabila disebrangi akan membawa kita pada sebuah pulau buatan milik pribadi dari Hexel Steven Wijaya.

“Sedikit lagi sayang, sabar ya!”

“Ck… sayang, kamu mau tunjukin apa sih? Kejutan apa lagi ini?”

“Bentar lagi sayang, tahan dulu penasarannya ya.” Steve menenangkan Maria yang sudah penasaran dengan kejutannya.

“Sayang, tetap tutup mata ya, sebentar lagi aku akan angkat tubuh kamu, karena di depan jalanannya banyak kerikil, aku gak mau kaki kamu kesakitan.”

Hati Maria tersentuh kesekian kalinya, “Uhummmm… Steve, you’re real man!”

“Ya dong, bentar lagi kamu akan merasakan bagaimana perkasanya aku honey!” Steve langsung memanggul tubuh Maria untuk naik ke atas kapal boat.

Maria patuh pada perintah suaminya. Matanya masih memejam, tak mau membuka, apalagi tergoda untuk mengintip di celah sempit.

“aaaaaa… Steve, cepetan aku gak sabar ini!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status