Share

Chapter III : I'm Sorry, But I Don't Love You!

Jia berjalan di antara gurun pasir yang luas. Tidak ada siapa pun di sana.

Jia memandang ke sekeliling. Ia tidak bisa melihat apa pun selain gurun pasir yang terbentang luas dan gersang.

"Apa aku sudah melompat ke mimpi yang lain?" batin Jia bertanya-tanya atas apa yang sedang ia alami saat ini.

Anehnya, kejadian yang Jia alami ini terasa sangat nyata bila harus di kategorikan sebagai mimpi.

"Setelah menjadi Putri Bangsawan, jangan bilang sekarang aku menjadi pengembala. Hahaha ...." Jia masih bisa tertawa dalam keanehan yang sedang menimpanya. Ia masih sempat mencari-cari keberadaan unta yang seharusnya menemani perjalanannya.

Jia masih berpikir bahwa ia tengah berkelana dalam kilas balik dari kehidupan-kehidupannya yang sebelumnya. Hanya itu satu-satunya alasan paling masuk akal yang bisa ia pikirkan saat ini.

Jia terus berjalan, hingga matanya menangkap sesuatu yang tampak asing. Ia melihat sebuah kastil megah dengan eksterior yang semuanya berwarna emas.

"Apa lagi ini?" batin Jia tersenak memandangi kastil megah dihadapannya. "Tiba-tiba aku melihat fatamorgana di gurun pasir. Bagaimana mungkin ada kastil semegah ini ditengah gurun, bahkan sekelilingnya dipenuhi oleh pohon-pohon yang tumbuh dengan baik dan lebat"

Jia merasa tidak boleh berdiam saja. Ia memutuskan untuk masuk ke dalam kastil emas tersebut.

"Mari melihat ke dalam. Lagi pula ini hanya mimpi. Aku sudah pernah mati satu kali. Kalau yang seperti ini aku pasti bisa menghadapinya," gumam Jia seorang diri dan mulai menyusuri langkahnya untuk masuk ke dalam kastil tersebut.

Jia berkeliling ke sekitar kastil tersebut. Tidak ada siapa pun bahkan tidak ada orang yang berjaga. Jia berpikir kalau itu masih wajar karena dunia ini berada dalam mimpinya.

Jia terus berjalan mengitari kastil tersebut. Anehnya, ia tidak melihat pintu untuk masuk ke dalam kastil. Ketika berkeliling mencari pintu, Jia malah menemukan taman yang sangat luas.

Taman dengan gradasi biru keungu-unguan itu benar-benar sangat memanjakan matanya.

Jia tidak lagi memedulikan tentang kastil emas yang tidak memiliki pintu itu. Ia sudah dibuat terpesona oleh taman indah yang sedang ia tatap saat ini.

Jia menyusuri taman tersebut lebih dekat, hingga ia berada di pusat taman. Ia melihat sebuah air mancur berukuran besar dan mewah. Di bagian tengahnya Jia melihat sebuah patung wanita berwarna emas.

Jia merasa sangat kebingungan ketika melihat patung dengan figur wanita berambut panjang yang melipat kedua tangannya di dada. Semakin aneh karena penampilannya yang terlalu modren.

Bandeau yang membuat pusar wanita itu kelihatan, memakai kardigan, baggy pants, dan sepatu kets.

"Apa ini tempat di mana dunia paralel dan duniaku bersinggungan?" batin Jia menerka-nerka.

Jia mendekati patung tersebut. Karena keseluruhan fisik patung berwarna emas, jadi cukup sulit baginya untuk mengidentifikasi perawakannya. Jia ingin melihat dengan jelas wajah siapa yang terpahat di sana.

Beberapa detik fokus memandangi wajah dari patung tersebut. Jia pikir sepertinya ia mengenali wajah patung itu.

"Bentar deh!" gumam Jia sembari memiringkan kepala."INI BUKANNYA AKU YA?" sergahnya entah sedang bertanya pada siapa.

"Wanita yang menjadi patung ini adalah aku. Siapa yang berani-beraninya membuat patung diriku ditempat yang aneh seperti ini?" sambung Jia masih berbicara seorang diri.

Mendadak Jia mulai kesal. Ia berusaha meraih patung yang berdiri di tengah-tengah air mancur itu. "Aku akan menghancurkan ini!" bentaknya pada siapa saja yang mungkin mendengarnya. Walaupun untuk benar-benar menghancurkannya, Jia harus masuk dan menceburkan diri terlebih dahulu ke dalam air mancur itu.

"Kamu sudah di sini?" ucap seseorang tiba-tiba entah berasal dari mana.

"Apa? Kenapa? Apa ini perbuatanmu?" balas Jia langsung marah-marah tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang sedang mengajaknya berbicara.

Namun, ketika Jia berbalik, ia terkesiap saat melihat seorang wanita bak seorang Dewi sudah berada di depannya.

"Siapa kamu?" tanya Jia pada wanita dengan paras indah seperti Dewi itu.

"Pertama-tama, aku ingin kamu melihat dirimu melalui pantulan di air itu!" pinta si wanita cantik itu dengan sangat anggun.

"Pantulan? Apa dia sedang memintaku untuk berkaca? Aku tahu kalau kamu cantik sementara aku penuh dosa dan burik," batin Jia mulai merasa insecure. "Hiks, tiba-tiba aku merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dia."

Tapi karena ia meminta Jia untuk melihat pada pantulan air, Jia mengindahkan saja permintaannya.

Dua detik Jia bercermin pada air, ia mendadak membeku dan membisu.

"Ba-bagaimana mungkin wajahku berubah seperti ini?" batin Jia sembari menyentuh wajahnya sendiri. Ia bahkan memukul-mukul kecil wajahnya.

Jia mencubit, mengusap, memukul-mukul wajahnya. Tapi wajahnya tidak kunjung berubah menjadi wajahnya yang lama.

"Kamu adalah aku!" seru wanita itu lagi dengan suara yang masih sangat lembut dan anggun. "Aku berterima kasih karena kamu sudah menerima panggilan dariku," lanjut wanita itu.

"Ke-kenapa aku memiliki wajah yang sama denganmu?" tanya Jia padanya. "Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku berada di dalam tubuhmu? Menerima panggilan? Tapi untuk apa?" tanya Jia bertubi-tubi padanya.

"Kamu akan segera mengetahui kebenarannya. Jadi jangan takut." Wanita cantik itu tersenyum.

"Bagaimana aku tidak takut. Aku tiba-tiba berada di tubuh orang lain dan berada di tempat yang asing. Sekarang aku bahkan tidak tahu berada di mana," balas Jia masih belum paham.

"Itu bukan orang asing," ungkap si wanita yang kini wajahnya sama dengan Jia itu.

Kemudian wanita indah bak dewi itu mendekati Jia dan menempelkan dahinya ke dahi Jia. Jia melihat dari tubuh si wanita menguar cahaya berwarna biru dan tubuh Jia menyerap cahaya itu.

Setelah energi itu terserap habis, tanpa aba-aba ia mendorong tubuh Jia ke sebuah lubang hitam yang mulai mengisapnya.

Sebelum benar-benar terisap, Jia mendengar si wanita membisikkan sesuatu.

"Berhati-hatilah dengan keluarga kerajaan!"

***

Setelah kejadian aneh yang Jia alami di kastil emas, ia terbangun dan mendapati dirinya kembali berada di ruangan besar dengan ornamen yang mewah. Kamar Cette.

Hal pertama yang Jia sadari ketika ia terbangun adalah ia memiliki banyak ingatan yang bukan miliknya, yaitu ingatan milik Cette tercampur dengan ingatan milik Jia.

"Apa ini ingatan milik wanita berwajah Dewi itu?" batin Jia sedang menerkanya. "Ah, sekarang wajah itu sudah menjadi milikku. Apa aku harus bersyukur?" Jia malah berdebat dengan dirinya sendiri.

Sayup Jia menyadari seseorang sedang menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan kirinya. Begitu Jia menggerakkan tangannya dengan pelan, orang yang menangis itu sedikit terkejut karena menyadari Jia sudah membuka mata.

"No-nona, Anda sudah bangun? Apa Anda baik-baik saja?" tanya wanita dengan pakaian pelayan itu kepada Jia. "Saya akan memanggil Tuan dan tabib!"

"Tunggu!" pinta Jia pelan padanya. Ia menghentikan langkahnya dan melihat pada Jia.

"Apa Anda butuh sesuatu?" tanya pelayan itu kepada Jia. Kedua matanya bahkan masih tampak sembab karena habis menangis.

"Kalau tidak salah namamu ...,Lillian?" tanya Jia kepada pelayan yang sedang bersamanya itu. Lillian mematung karena mendengar Jia baru saja menyebutkan namanya.

"A-apa Anda mengingat saya?" tanya Lillian tanpa sadar mulai meneteskan air mata kembali.

Jia sebenarnya tidak tahu siapa Lillian, tapi semenjak ia bermimpi dan bertemu dengan si pemilik tubuh asli —ia memiliki beberapa ingatan si pemilik tubuh asli dan salah satu yang paling jelas adalah nama dan wajah pelayan bernama Lillian itu. Karena LILLIAN adalah pelayan pribadi Cette.

"Lillian, boleh bantu aku duduk?" pinta Jia kepada Lillian. Jia bahkan tidak sadar kalau sudah lancar berbicara.

"Ba-baiklah, Nona!" Lillian langsung mengindahkan permintaan Nonanya.

"To-tolong ambilkan cermin," pinta Jia lagi kepada Lillian sesaat setelah ia berhasil duduk di sandaran tempat tidur.

"Baik!" Lillian kembali mengiyakan perintah Jia.

"Aku hanya ingin memastikannya lagi. Mungkin saja yang di kastil emas itu benar-benar hanyalah mimpi," batin Jia sedang mencoba untuk mengembalikan kewarasannya sendiri. Walaupun tempatnya saat ini dan pelayan bernama Lillian itu adalah bukti bahwa ia masih berada ditempat yang asing.

Lillian mendekat dan memberikan cermin yang Jia minta.

Beberapa detik memandang wajahnya sendiri melalui cermin, Jia kembali terhenyak.

"Ternyata mimpi itu benar-benar terjadi! Ba-bagaimana mungkin ini bisa terjadi?" batin Jia masih belum percaya.

"A-ada apa Nona?" tanya Lillian mulai panik ketika melihat wajah Nonanya mendadak pucat.

"Apa benar aku berpindah tubuh dan merasuki tubuh Putri bangsawan? Ma-masa aku mengalami seperti yang ada didalam novel yang sering aku baca?" batin Jia masih tidak percaya dengan situasinya saat ini. "Ini tidak mungkin! Bagaimana bisa?"

"Lillian, ada yang ingin aku tanyakan," ucap Jia pelan pada Lillian yang masih berdiri dengan ekspresi cemas di sebelahnya.

"Apa nama tempat ini?" tanya Jia kepada Lillian.

"Tempat ini? Maksudnya kediaman ini?" tanya Lillian sedikit bingung dengan pertanyaan Jia.

"Apa saja! Intinya, tempat yang bisa menjelaskan dunia yang sedang kita tempati saat ini!" seru Jia benar-benar penasaran setengah mati.

Jia merasa kalau ia benar-benar merasuki tubuh dari salah satu tokoh novel yang pernah dibacanya, ia hanya berharap tidak masuk ke dalam cerita bad ending yang banyak mendapatkan kontroversi itu. Walaupun nama Morrigan Glenn yang Jia dengar itu benar-benar tidak asing di telinganya.

Novel berjudul 'I'm Sorry, But I don't Love You!' —dengan latar kerajaan dan ending yang mengerikan karena penuh dengan adegan saling membunuh di antara tokoh-tokoh pentingnya.

"Tolong jangan katakan bahwa di sini adalah Kerajaan Feodora. Tolonglah, Lillian!" batin Jia penuh harap. Ia bahkan berdoa didalam hatinya. Tapi ....

"Di sini tentu saja kediaman keluarga Count Luvena, wilayah county Luvena dibawah yurisdiksi ...,KERAJAAN FEODORA."

***

Sebelum menjadi Cette, Jia masih ingat kalau ia adalah si maniak komik dan novel bergenre fantasi sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Sebelum ada platform khusus untuk membaca komik dan novel berbasis online, Jia sering pergi ke toko buku untuk menyewa beberapa komik dan novel bergenre fantasi yang sangat ia gemari.

Di lemari kamarnya berjejer komik dan novel dengan genre yang sama. Bahkan ada edisi terbatas yang sengaja dibeli untuk memenuhi koleksinya.

Jia tidak aktif di media sosial. Di saat siswi bahkan siswa lain sibuk show up, Jia hanya menghabiskan waktu untuk membaca dan menggambar.

Jia membuka media sosial juga. Tapi sangat jarang dan bisa dihitung seberapa banyak frekuensinya.

Lalu beberapa platform yang menyajikan komik dan novel berbasis online perlahan-lahan launching satu-persatu.

Semenjak duduk di bangku sekolah menengah atas, Jia sudah mulai bekerja part time di beberapa tempat. Selain untuk bertahan hidup, ia juga membutuhkan uang untuk top up koin atau diamond, agar bisa membaca beberapa komik dan novel yang terkunci —yang menguras rasa penasarannya.

Jia adalah salah satu siswi yang lebih baik menghabiskan uang untuk top up koin dan diamond daripada menghabiskannya untuk makanan atau berbelanja.

Jia masih sangat mengingatnya. Hari itu karena ia tidak memiliki jadwal kerja part time, Jia memutuskan untuk pergi ke toko buku yang biasa ia kunjungi.

Namun, ketika sedang asyik membaca, seseorang datang menemui Jia dan menawarinya sebuah pekerjaan.

"Jia, apa kamu ingin pekerjaan?" tanya orang itu pada Jia.

Dia merupakan salah satu kenalan Jia dari sekolah lain. Mereka kenal karena pernah beberapa kali bertransaksi tentang tugas. Ia sering menyuruh Jia mengerjakan tugasnya dan membayar Jia.

Nama orang itu adalah YASTARIF. Jia tidak tahu nama panjangnya. Tapi Jia tahu kalau Yastarif sangat populer.

Ketika Yastarif datang, Jia melihatnya menggenggam sebuah buku di tangannya. Buku dengan sampul hardcover berwarna biru tua dengan ukiran emas yang terukir disampulnya.

Tidak seperti Jia, Yastarif mengemban pendidikan disekolah elit berstandar internasional. Sekolah Yastarif sangat bagus, bahkan seragam mereka juga bagus.

"Guru seniku menyukai gambar yang kamu buat waktu itu," jelas Yastarif pada Jia.

"Kamu bilang ke gurumu kalau tugas menggambar itu bukan kamu yang buat? Gurumu tidak marah?" Jia hampir tidak habis pikir dengan pengakuan Yastarif.

"Tanpa aku bilangpun, dia pasti tahu dengan sendirinya," jawab Yastarif dengan sangat entengnya.

"Kamu tahu kalau gurumu akan menyadarinya, tapi kenapa kamu terus memintaku menyelesaikan tugas menggambarmu?" tanya Jia masih belum paham jalan pikiran Yastarif.

"Ya dari pada aku enggak menyelesaikannya. Setidaknya aku sudah mengusahakan sesuatu," balas Yastarif masih santai.

Jia hanya bisa terbengong mendengar jawaban Yastarif yang santai.

"Lihatlah cara bicaranya yang sombong itu. Tapi iya sih, tidak ada yang salah dengan kata-katanya," batin Jia setuju tapi sedikit kesal.

"Jadi pekerjaan apa yang ditawarkan oleh guru senimu itu?" tanya Jia tidak ingin berbasa-basi lagi. Lagi pula Jia yang hidup sendirian tanpa keluarga benar-benar sangat membutuhkan pekerjaan.

"Semacam membuat baju gitu. Aku lupa guruku menyebutnya apa ...," ungkap Yastarif sambil memegang dagunya seolah berpikir.

"Fashion design?" tanya Jia memastikan.

"Mungkin iya. Tapi katanya dia mau bertemu dulu denganmu untuk memastikan kalau kamu cocok dipekerjaan itu atau tidak," jelas Yastarif lagi.

"Baiklah, aku akan bertemu dengan gurumu itu." Jia langsung menyanggupinya.

"Berapa nomormu?" tanya Yastarif sambil mengeluarkan smartphone mahal miliknya dari saku celana dan siap untuk mencatat nomor milik Jia.

"Untuk apa?" tanya Jia bingung.

"Tentu saja untuk diberikan pada guruku!" jawab Yastarif malah ikutan bingung.

"Nomor gurumu saja berikan padaku. Aku yang akan menghubunginya nanti," tutur Jia dan kali ini ia yang mengeluarkan smartphone butut miliknya dan bersiap mencatat nomor guru Yastarif.

"Aku tidak punya nomornya!" jawab Yastarif dengan gamblangnya.

Akhirnya karena tidak ada jalan lain, Jia pun memberikan kontak miliknya kepada Yastarif.

Sebelumnya Yastarif juga mengecek kebenaran nomor itu dengan sengaja meneleponnya.

"Baiklah nanti aku akan menghubungimu," ucap Yastarif dan kembali menyimpan ponselnya ke dalam kantung celananya.

"Kenapa jadi kamu yang menghubungiku?" tanya Jia merasa heran sendiri.

"Mau aku atau guruku, bukankah itu sama saja?!" balas Yastarif langsung berbalik bermaksud untuk pergi meninggalkan Jia. Tapi baru beberapa langkah Yastarif berjalan, tiba-tiba ia berbalik dan kembali menemui Jia.

"Ini!" serunya sambil memberikan buku berukiran emas itu kepada Jia.

Jia menerima buku itu dengan gerakan canggung.

"Aku tahu kamu tertarik membaca buku dengan genre seperti ini. Kembalikan setelah kamu menyelesaikannya dan belajarlah untuk bertahan dari buku itu."

Setelah berkata seperti itu, Yastarif langsung pergi. Sementara Jia masih mematung dan mulai melirik ke arah tulisan yang tertera disampul buku dengan sampul hardcover berwarna biru tua yang baru saja diberikan oleh Yastarif.

Lalu Jia mulai membaca judulnya, "I'm Sorry, But I Don't Love You?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status