"Nona, Tuan Penguasa dan Nona Muda Gitte datang!" seru Lillian kepada Cette yang sejak tadi sibuk melatih kakinya, agar bisa berjalan kembali.
"Persilakan masuk!" titah Cette kepada Lillian."Kak Cette!" teriak Gitte bahagia begitu pintu dibuka. Cette langsung tersenyum."Bagaimana kabarmu hari ini, Nak?" tanya Ruxen kepada Cette.Gitte sigap memapah Cette ke sofa yang ada di kamar itu."Aku ingin bisa cepat berjalan kembali. Jadi aku melatih kakiku tiap ada kesempatan," jawab Cette atas pertanyaan Ruxen."Maaf ayah menanyakan ini. Tapi ...,apa kamu masih mengalami kesulitan untuk mengingat?" tanya Ruxen pelan dengan sedikit kesulitan kepada Cette.Cette diam sejenak. Lalu dengan yakin mengangguk. "Maaf, ayah!" jawab Cette dengan suara parau dan kepala menunduk.Di sebelah Cette, ada Lillian yang langsung terkesiap mendengar jawaban itu. Karena Lillian jelas sudah mengetahui bahwa Nonanya tidak amnesia, tapi sekarang ia malah berbohong kepada ayah dan adiknya."Begitu ya," balas Ruxen parau dan tampak sedikit kecewa. Tapi Ruxen kembali mengangkat kepalanya dan menatap kepada Cette."Kamu jangan khawatir! Ayah akan mencarikan tabib yang paling hebat yang ada di kerajaan ini, bila perlu ayah akan mencari tabib hebat dari luar negeri. Kalau tidak berhasil juga, ayah akan mencari penyihir ahli, ataupun para mage yang memiliki kemampuan luar biasa yang bisa membantu kamu supaya bisa mengingat kembali!" tutur Ruxen seolah ingin memberi putrinya harapan agar tidak berputus asa."Wuih, penyihir!" batin Cette yang malah merasa keren sendiri mendengarnya. "Sudah lama aku ingin bertemu dengan penyihir. Kira-kira mereka beneran bisa mengubah kodok jadi Pangeran gak ya?" batin Cette yang malah asyik dengan isi kepalanya sendiri."Kak, bagiku dan ayah, yang paling terpenting adalah kesehatan kakak. Jadi kakak jangan pernah merasa bersedih karena belum bisa mengingat kami," tutur Gitte dengan anggun kepada Cette."Adikmu benar. Kamu sudah siuman dan bisa berbincang dengan kami lagi seperti ini saja. Ayah sudah sangat bahagia!" lanjut Ruxen."Terima kasih!" jawab Cette lega dengan senyuman."Ah iya, ayah memiliki rencana untuk membuat perayaan kecil-kecilan atas kesembuhanmu. Ayah khawatir kamu tidak akan menyukainya. Jadi ayah bertanya terlebih dahulu. Bagaimana menurutmu?" tanya Ruxen kepada Cette.Cette sempat berpikir bahwa hal-hal semacam itu tidak perlu untuk dilakukan. Karena malah akan menghabiskan banyak uang dan akan sangat merepotkan. Tapi di sepersekian detik kemudian, ia baru ingat bahwa saat ini dirinya bukan lagi putri terbuang dari negara Korea. Sekarang ia adalah Putri dari seorang bangsawan yang cukup terkenal.Cette sering membaca di buku fantasi kesukaannya saat masih menjadi Jia. Kegiatan para bangsawan setiap kali ingin mengumumkan sesuatu kepada bangsawan yang lain memanglah dengan melakukan perayaan atau bahkan perjamuan. Itu sudah seperti kebiasaan."Kita harus mengumumkan kepada sanak saudara yang lain dan para pengikut bahwa kamu sudah siuman. Ayah juga ingin seluruh penduduk Feodora mengetahuinya," ucap Ruxen dengan wajah sumringah.Belum lagi ekspresi Ruxen dan Gitte yang terlihat begitu berbahagia ketika membicarakannya, Cette merasa tidak boleh menolak permintaan itu. Ia tidak mau mengecewakan mereka."Baiklah, ayah! Tapi bolehkah perayaan itu dilakukan setelah aku bisa berjalan dengan baik?" pinta Cette kepada ayahnya."Tentu saja, Nak!" Tapi Ruxen langsung menyetujuinya. "Kamu boleh mengambil waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Lalu setelah kamu sembuh, kita akan berpesta. Bagaimana?""Baiklah." Cette juga langsung menyetujui ucapan Ruxen."Kalau begitu ayah akan mengirimkan undangan dimulai dari sekarang? Kamu juga Gitte, undanglah beberapa temanmu dari pergaulan kelas atas. Kamu boleh mengundang semua putri-putri bangsawan yang kamu kenal!" seru Ruxen kepada putri keduanya."Hei....hei...,bukannya tadi mereka mengatakan bahwa perayaannya menunggu sampai aku bisa berjalan?" batin Cette mendadak heran karena melihat Ruxen malah sudah sangat bersemangat untuk mengundang sejak hari ini."Tentu saja ayah. Aku sudah mendata beberapa orang yang akan aku undang. Aku sudah menulis lima puluh orang. Aku masih memikirkan nama yang lain," jelas Gitte malah ikut-ikutan bersemangat seperti ayahnya."Li-lima puluh?" batin Cette sembari membelalakkan mata. "Bukannya tadi kalian mengatakan bahwa ini hanya perayaan kecil-kecilan? Gitte saja sudah mengundang lima puluh orang. Berapa banyak lagi yang akan diundang oleh ayah?" batin Cette semakin tidak karuan."Itu juga masih belum setengahnya!" lanjut Gitte yang malah semakin membuat Cette tidak bisa berkata-kata."Ya benar. Itu masih sangat kurang. Karena kamu aktif di pergaulan kelas atas, jadi setidaknya kamu harus mengundang tamu sekitar dua ratusan orang!" —dan disambung oleh Ruxen."Ya terserah mereka sajalah!" batin Cette pasrah tapi sambil tersenyum.***MANSION GLENN. Saat ini Morgan sedang disibukkan oleh beberapa lembar kertas yang ada dihadapannya. Ada Regan bersamanya di ruangan itu.Tidak sampai dua kali dua puluh empat jam, Regan sudah berhasil mengumpulkan semua informasi penting yang Morgan butuhkan. Informasi tentang Davlin Marley, tunangan Cette saat ini.Beberapa menit membaca kertas-kertas yang dibawakan oleh Regan itu. Gelak tawa bahkan gelengan kepala mulai tertampil dari Morgan."Aku tidak menyangka kalau dia orang yang seperti ini!" seru Morgan sembari meletakkan kertas-kertas yang ia genggam ke atas meja."Selain haus oleh kekuasaan serta rakus. Dia juga hobi bermain wanita. Saat tunangannya terbaring koma, ia malah sibuk berselingkuh. Bukankah dia benar-benar sampah?" rutuk Morgan kepada Regan yang masih berdiri dihadapannya."Tapi baguslah, artinya tidak akan sulit bagiku untuk menyingkirkannya kemudian merebut tunangannya!" gumam Morgan sangat yakin dengan keputusannya.Morgan kembali menatap ke arah Regan yang masih berdiri dihadapannya."Di mana Viscount Marley itu sekarang?" tanya Morgan menanyakan keberadaan Davlin kepada Regan."Beliau sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota. Saya dengar dua hari lagi dia akan kembali," jelas Regan."Baiklah! Kamu sudah boleh pergi," titah Morgan dan Regan langsung pergi.Setelah kepergian Regan, Morgan memanggil Miller."Miller, apa kamu di sana?" panggil Morgan kepada Miller yang ruangannya berada di sebelah ruangan Morgan.Miller masuk dan menundukkan kepalanya dihadapan Morgan. "Apa Anda membutuhkan sesuatu?" tanya Miller begitu sampai dihadapan Morgan."Aku ingin kamu menyiapkan utusan secara diam-diam ke istana. Aku akan bertemu dengan Ratu dalam waktu dekat," titah Morgan kepada Miller."Baik, Tuan!" Miller langsung mengiyakannya."Lalu ..." Morgan tampak sedang berpikir."Apa Anda membutuhkan yang lain?" tanya Miller kembali berbalik ke arah Morgan."Siapkan kereta kuda!""Anda ingin pergi ke suatu tempat?" tanya Miller memastikan.Morgan tersenyum lalu berkata, "Aku akan menemui Nona Luvena!"Di Wilayah Perbatasan, Perang dengan para pemberontak masih terus berlanjut. Pangeran Pertama, CLADIOS CASHEL FEODORA, yang akrab disapa Cashel —sebagai komandan pasukan yang memimpin peperangan itu, tampak sibuk memberikan perintah kepada para bawahannya."Bagaimana keadaan di sisi selatan perbatasan?" tanya Cashel kepada para prajuritnya.Kini Cashel tampak sibuk dengan peta berukuran cukup besar yang tergelar di atas mejanya. Di atas peta itu ada beberapa bendera mini dengan dua warna yang berbeda, merah dan hijau, yang menjadi penanda di lokasi-lokasi tertentu."Kita sudah menemukan satu markas tempat mereka menyimpan senjata. Tinggal menunggu kesempatan sampai orang-orang kita berhasil menaklukkan pemimpin di markas itu!" jelas salah satu prajurit."Lalu bagaimana dengan persiapan untuk menyerang markas utama? Apa Adler sudah berhasil menembus tabir sihir yang menghalangi tempat itu?" tanya Cashel lagi."Saat ini Tuan Adler sedang mengusahakannya dan ..." Namun, tiba-tiba saja f
ISTANA ROSE —Istana milik Ratu Engrasia Marva, Ratu Kerajaan Feodora.Ratu Engrasia tampak sedang duduk santai di depan meja riasnya. Sementara para dayang sibuk menata rambutnya yang panjang dan membersihkan kuku-kukunya.Seorang pelayan masuk dan menundukkan kepala. "Yang Mulia, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda!" seru pelayan itu kepada Engrasia."Siapa?" jawab Ratu Engrasia tidak bergerak sedikitpun dari tempat duduknya."Yang Mulia Grand Duke Glenn, Lord Morgan!" jawab si pelayan kepada Engrasia.Ratu Engrasia mengerutkan keningnya saat mendengar Morgan ada di Istananya."Ada urusan apa anak itu datang? Tumben sekali dia tidak mengirimkan utusan terlebih dahulu," batin Engrasia merasa perilaku Morgan sedikit berbeda."Melihatnya yang datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, sepertinya ada hal yang sangat penting yang ingin dia sampaikan," batin Engrasia sedang menebak maksud kedatangan Morgan yang sangat tiba-tiba itu."Persilakan dia masuk!" titah Engrasia kepada pelaya
Malam harinya di kamar Cette.Cette baru saja mengganti pakaiannya dengan piyama tidur dibantu oleh Lillian."Nona, maaf atas kelancangan saya ini. Tapi kenapa Anda berbohong kepada Tuan Penguasa dan Nona Muda tentang ingatan Anda? Bukankah ingatan Anda sudah kembali?" tanya Lillian kepada Cette —mengingat pagi tadi Cette berkata belum mengingat apa-apa kepada ayah dan juga adiknya.Seharian ini Cette menghabiskan waktu bersama dengan Gitte, jadi baru sekarang Lillian memiliki waktu untuk menanyakan tentang hal itu."Aku tidak ingin mereka terlibat terlalu jauh!" jawab Cette singkat."Saya mengerti bila Anda mengkhawatirkan Tuan dan Nona Muda. Tapi bagaimana dengan Anda sendiri? Bagaimana jika Tuan Muda Marley kembali menyakiti Anda dan membahayakan nyawa Anda seperti sebelumnya?!" Lillian tampak sangat khawatir."Lillian, aku memberitahukan tentang kebenaran ini kepadamu, karena mungkin untuk ke depannya akan semakin banyak bahaya yang akan menghampiri. Kamu adalah orang yang paling
Cette baru selesai melatih kaki-kakinya berjalan mengelilingi kamarnya yang luas itu. Ia terus berlatih, agar segera terbiasa.Setelah latihan beberapa putaran itu, Cette kelelahan. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di atas kasur queen size miliknya di kamar itu.Semua penerang di kamar sengaja dipadamkan. Hanya ada lampu tidur dan sinar rembulan yang bersinar indah dengan warna kebiruan yang memanjakan mata.Cette mulai kembali menerawang jauh ke belakang. Ia masih menganggap bahwa yang dialaminya saat ini sungguh ajaib dan masih terasa tidak nyata.Cette masih mengingat masa lalu dari kehidupan yang sebelumnya saja sudah terasa aneh. Sekarang ia malah berada di tubuh orang lain di dunia yang asing. Semakin terasa tidak nyata karena di dunia itu ia memiliki koneksi dengan seorang Pangeran.Cette tertawa kecil. Ia merasa tergelitik dengan situasinya sendiri."Oke, aku akan coba mengurutkan satu persatu hal yang telah aku alami di dunia ini dan membandingkannya dengan apa yang aku ketah
"Hai, Putri Luvena!""Apa yang Anda lakukan di kamar saya? Bagaimana Anda bisa masuk?!" tanya Cette bertubi-tubi kepada Morgan yang sudah berada dihadapannya.Bukannya menjawab pertanyaan Cette, Morgan malah semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Cette.Saat ini posisinya, Cette sedang berbaring di atas kasur dan Morgan membungkuk dengan bertumpu pada tangan kirinya. Kemudian mata mereka bertemu."Sepertinya kamu sudah benar-benar tidak memiliki sedikitpun rasa takut terhadapku ya, Putri! Kamu tidak khawatir aku akan melakukan sesuatu kepadamu?" tanya Morgan dengan senyuman menyeringai."Benar juga. Kenapa aku tidak kepikiran? Dia ini orang yang memiliki peluang paling besar untuk menjadi malaikat mautku. Aku harus bersikap lebih baik sampai aku menemukan cara untuk menjauh darinya," batin Cette mulai menjaga sikapnya."Me-memang apa yang akan Anda lakukan kepada saya?" tanya Cette kepada Morgan yang belum menyingkir dari posisinya satu senti pun.Morgan kembali tersenyum menyeringai.
Kediaman Viscount MarleyTok! Tok! Seorang Butler yang sudah bekerja selama lima tahun di kediaman itu, mengetuk kamar pribadi yang biasa ditempati oleh Tuannya bersama para tamu-tamunya.Nama Butler itu FELIO. Ia merupakan mata-mata yang bekerja di bawah perintah Ratu untuk mengawasi setiap gerak-gerik Davlin."Tuan, ada pesan penting untuk Anda!" seru Felio dari balik pintu besar dengan berbahan kayu itu.Tidak ada jawaban dari si Tuan.Si Tuan masih asyik bergurau 'Haha-Hihi' menceritakan beberapa hal yang mereka anggap lucu bersama dengan tamu spesialnya yang manis.Tamu yang rela menanggalkan busananya karena sangat mencintai uang dan kekuasaan.Seolah tidak memahami situasi bahagia yang sedang dirasakan oleh si Tuan. Felio malah kembali mengetuk pintu.Tok! Tok!"Tuan, ini berita penting yang harus Anda dengarkan sekarang juga!" seru Felio kembali dari balik pintu.Tidak sampai satu menit setelah Felio mengetuk, pintu kayu besar itu pun terbuka.Seorang pria dengan piyamanya yan
Keesokan harinya, seperti biasa pagi itu Cette dibangunkan oleh Lillian."Selamat pagi, Nona! Bagaimana istirahat Anda?" tanya Lillian kepada Cette sembari menyingkap gorden jendela yang ada di kamar itu."Please Lillian, jangan tanya bagaimana istirahatku. Aku tidak ingin mengingatnya lagi," batin Cette masih terbengong dengan posisi masih terlentang di atas tempat tidur.Malam hari saat Cette bertemu dengan Morgan, setelah mengatakan kalimat yang membuat Cette ingin lenyap saja sekalian —itu saat Morgan mengajukan diri untuk menjadi tunangannya. Morgan segera pamit dan berkata akan menemui Cette lagi, setelah Cette memikirkan tentang tawarannya.Morgan berkata bahwa Cette akan membuat keputusan yang tepat. Walaupun Cette merasa kalau Morgan terlalu percaya diri dengan ucapannya. Terutama bagi Jia yang sudah mengetahui bagaimana takdir yang akan mereka jalani di kemudian hari —dari novel yang pernah ia baca."Nona, saya dengar tunangan Anda, Tuan Davlin Marley, meminta untuk datang b
Davlin Marley merupakan putra sulung keluarga Viscount Marley, yang diadopsi oleh pasangan Viscount dan Viscountess Marley. Waktu itu pasangan Viscount dan Viscountess sudah lima belas tahun menikah, tapi belum juga dikaruniai anak.Viscount dan para pengikutnya mulai resah perihal calon yang akan dijadikan penerus dan pemimpin di keluarga itu. Lalu atas rapat keluarga, akhirnya diputuskan untuk mengadopsi seorang Putra. Dia adalah Davlin.Davlin sendiri diadopsi dari kuil suci yang berasal dari negara tetangga. Hari di mana Davlin diangkat menjadi putra sulung keluarga Viscount Marley, kala itu Davlin masih berusia lima tahun.Sejak awal Davlin terkenal dengan pekertinya yang santun. Apalagi karena ia hidup berdampingan dengan para pendeta juga para pelayan di kuil suci.Setelah diadopsi, Davlin sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Viscount dan istrinya begitu menyayangi Davlin layaknya putra kandung mereka sendiri.Sejak diadopsi, Davlin langsung mendapatkan hak untuk menjalan