Novel yang pernah aku baca, I'm sorry But I Don't Love You. Kisah itu dimulai dari bab pertama yang menjelaskam asal-usul dari pemeran utama Pria, yaitu Pangeran Pertama bernama Cladios Cashel Feodora, dan alasan kenapa ia mendapatkan kebencian sedalam itu.
Ayah yang hampir tidak pernah memerhatikannya. Ratu yang sangat membencinya. Masyarakat yang menganggapnya seperti sampah. Negara yang mengabaikannya.Alur berikutnya, Cashel dijodohkan oleh Ratu dengan Putri Bangsawan Baron yang berasal dari Pedesaan.Ratu sengaja menjodohkannya dengan bangsawan yang tidak memiliki pengaruh. Mereka bahkan sudah bertunangan sejak Cashel berusia sepuluh tahun. Nama gadis itu CLARIET RUBIHAH LACE.Raja menentang pertunangan itu, tapi karena tidak satupun dari putri bangsawan besar yang ingin menikahkan putrinya dengan Cashel yang menyedihkan itu. Akhirnya, Raja menerima keputusan itu.Lalu alurnya semakin cepat, sepuluh tahun kemudian. Setelah berjuang di medan perang, Cashel yang tidak dianggap itu kembali ke istana dan dinikahkan dengan Rubi.Lalu di hari Debutante Cashel yang didampingi oleh Rubi. Grand Duke Glenn yang sudah tua, memperkenalkan Putra sulungnya kepada semua orang di acara itu. Seolah ia sengaja memilih hari itu untuk membuat Cashel merasa semakin buruk. Nama putranya itu adalah MORRIGAN CAVELIO GLENN.Pemuda yang sangat tampan dengan rambut abu-abu cerahnya dan mata merah seperti batu ruby. Tubuh tegak nan rupawan. Berdiri di sebelah ayahnya sambil menatap lekat ke arah Raja yang sedang duduk di atas takhta.Lalu siapakah GUINEVERE CORETTE LUVENA dalam novel itu? Ia merupakan putri sulung bangsawan Luvena begelar Count dan akrab disapa Cette. Cette hanyalah pemeran figuran yang kemunculannya dalam pembacaan bahkan tidak sampai dua persen dari isi di dalam novel.Cette diceritakan sebagai perempuan bangsawan yang hidupnya tiba-tiba hancur karena melihat ibunya mati secara tragis di depan matanya sendiri.Kemudian Pangeran Cashel merangkul Cette dan menjadikan Cette sebagai sekutunya.Cette diceritakan mati di tangan Morgan karena hendak melindungi Cashel dari amukan pedang iblis milik Morgan.Tapi itu adalah awal dari segalanya.Cashel yang marah karena kematian Cette yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri —satu-satunya bangsawan yang tidak menganggapnya sebagai hantu, orang yang ingin ia lindungi —harus mati di depan matanya, bahkan demi melindunginya.Akhirnya, Cashel mengerahkan pasukan rahasianya, yang ia beri nama Dragon, untuk menyerang istana dan melakukan pemberontakan.Tidak ada kisah romansa di antara Cashel dan Cette.Mereka dipersatukan murni hanya karena keinginan Cette untuk balas dendam atas kematian ibunya dan Cashel yang membutuhkan kemampuan pengendali spirit milik Cette. Karena Cette merupakan seorang Pengendali Spirit (Spirit User).Mereka hanya saling menguatkan satu sama lain.Tapi di kalangan bangsawan ada rumor yang hangat diperbincangkan, yaitu tentang Putri sulung Count Luvena yang tergila-gila kepada Pangeran Cashel.Kenapa rumor tersebut menyebar? Bahkan ayah dan adik Cette sendiri memercayai rumor itu?Di ceritakan di dalam novel, Cette pernah dijadikan salah satu kandidat sebagai calon tunangan Pangeran Cashel. Tapi Cette tidak terpilih karena faksi bangsawan menentangnya dan ayah Cette juga tidak menyetujuinya.Cette sebenarnya tidak masalah bila tidak terpilih menjadi tunangan Cashel. Karena memang tidak pernah terjalin perasaan sama sekali di antara mereka.Namun, setelah Cette menjadi sekutu Cashel yang sudah memiliki tunangan, Cette harus memiliki alasan untuk bisa bertemu dengan Cashel. Jadi semenjak rumor itu tersebar, Cette mulai berlagak menjadi wanita sinting yang mengganggu tunangan orang lain.Cette bahkan mendapat julukan sebagai wanita tidak tahu malu yang menggoda pria yang memiliki tunangan karena tidak bisa merelakannya.Jia membuka mata perlahan. Ia mengintip sedikit ingin memastikan apakah ia masih di tubuh Cette atau sudah kembali ke tubuh Jia.Jia melengos pasrah menyadari masih berbaring di kamar tidur mewah milik Cette. Apalagi setelah satu malaman ia tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang harus dilakukan demi menghindari Grand Duke yang akan membunuhnya seperti di dalam novel aslinya."Nona Cette, apa Anda sudah bangun?" tanya Lillian yang baru saja masuk ke dalam kamar.Jia kembali melengos. "Hah, benar! Sekarang aku adalah Cette," batinnya sembari menghela napas panjang. "Oke mulai sekarang aku adalah Cette. Bukan Jia!"Lillian menyingkap tirai jendela kamar, agar sinar mataharinya masuk ke dalam."Saya sudah membawakan air hangat untuk mencuci wajah Anda," ucap Lillian kepada Cette.Lillian membantu Cette duduk dan ia mulai mencuci wajahnya dengan air yang dibawa oleh Lillian."Lillian duduklah disebelahku!" seru Cette kepada Lillian. Ia merasa tidak boleh menunggu lebih lama lagi. Cette merasa harus segera menyelesaikan rasa penasarannya itu."Tapi Nona ..." Lillian hendak menolak permintaan Nonanya."Ini perintah!" Cette menunjukkan ekspresi serius.Lillian langsung duduk di sebelah Cette setelah mendengar bahwa ucapan itu merupakan perintah."Lillian kamu berkata bahwa di sini merupakan Kerajaan Feodora. Benar?" tanya Cette memulai wawancaranya."Benar, Nona." Lillian menjawab tanpa keraguan."Apa aku boleh bertanya nama Raja yang saat ini bertakhta?" tanya Cette dengan pertanyaan yang lain."Ma-maaf? Ta-tapi Nona, bukan tindakan yang terpuji bagi seorang pelayan seperti saya menyebutkan nama seorang Raja Yang Mulia oleh mulut saya yang rendah ini." Lillian terlihat sedikit takut."Chaperon atau Calliope?" tanya Cette to the point."No-Nona Anda tidak boleh menyebutkan langsung nama mereka seperti itu. Bagaimana kalau ada yang mendengarnya?" Lillian semakin ketakutan karena Cette."Yang pertama atau yang kedua?" Cette belum mau menyerah untuk mendapatkan jawaban pasti dari Lillian.Cette sebenarnya sudah bisa menebaknya. Kalau Grand Duke muda itu sudah menunjukkan dirinya. Itu sudah pasti ...."Yang kedua!" jawab Lillian canggung sesuai dengan prediksi Cette.Cette menghela napas lega. Seenggaknya ia tidak hidup di masa suram pemerintahan Raja Chaperon."Sudah berapa lama Yang Mulia Calliope bertakhta?" tanya Cette lagi kepada Lillian supaya ia bisa menyamakannya dengan isi novel yang pernah ia baca itu."Tujuh belas tahun," jawab Lillian sembari memiringkan kepalanya untuk mengingat."Apakah Pangeran Pertama yang ayah sebutkan itu adalah Pangeran Cladios Cashel Feodora?" tanya Cette dengan pertanyaan yang lainnya."Benar, Nona!" jawab Lillian masih tanpa keraguan.Cette mendadak merasa merinding saat menyadari nama, tempat, bahkan alur yang ada di dalam novel —benar-benar sama dengan apa yang sedang ia tatap saat ini. Cette semakin yakin bahwa ia sudah masuk ke dalam dunia novel."Syukurlah karena Nona benar-benar sudah ingat. Anda juga mengingat nama Yang Mulia Pangeran Pertama. Saya sangat senang mendengarnya," ungkap Lillian benar-benar merasa lega."Kalau tujuh belas tahun masa pemerintahan Yang Mulia Calliope, berarti saat ini usia Yang Mulia Pangeran Pertama akan segera menginjak usianya yang ketujuh belas tahun. Apa Yang Mulia Pangeran sudah melakukan debutantenya?" tanya Cette kembali memastikan hal yang lainnya.Lillian sedikit bingung dengan pertanyaan yang Cette ajukan. "Apa mungkin Nona lupa bahwa saat ini Yang Mulia Pangeran ....""Dia sedang berada di medan perang!" potong Cette atas kebingungan Lillian."Anda benar. Tapi kenapa Anda seperti ingin memastikan?" tanya Lillian bingung karena nada bicara Cette seperti tidak yakin."Aku hanya butuh kepastian apakah ingatan itu benar atau tidak," balas Cette lirih. Cette bertanya seperti itu kepada Lillian karena ingatan itu bukanlah murni berasal dari ingatan milik Cette. Ia sedang menghubungkan antara ingatan dari si pemilik tubuh asli dengan isi di dalam novel.Tinggal menunggu lima tahun dari sekarang, hingga pemberontakan yang dipimpin oleh Cashel akan terjadi. Cette akan turut menyaksikan pasangan yang mendapatkan label sebagai pasangan paling menyedihkan di masanya itu mati dibunuh oleh orang yang sama —atau Cette yang akan mati sebelum pemberontakan itu terjadi.Sekarang semuanya itu tergantung kepada pilihan yang akan Cette ambil."Nona, maaf sebelumnya kalau saya lancang. Apa saya boleh bertanya tentang kejadian sebenarnya pada hari itu?" tanya Lillian kepada Cette perihal yang terjadi kepada Cette asli saat ditemukan tidak sadarkan diri di hutan, sehingga membuat Cette harus mengalami koma selama satu bulan."Sebelumnya bolehkah kamu menutup tirai jendela itu, Lillian?" pinta Cette dan Lillian langsung mengindahkannya."Apa yang sebenarnya terjadi, Nona?" bisik Lillian yang sudah dalam posisi duduk di sebelah Cette. "Saya terus bertanya-tanya, apa sebenarnya yang telah terjadi pada Anda hari itu. Andai hari itu saya tidak meninggalkan Nona ..." Lillian mulai menangis kembali.Cette tersenyum serta mengusap pelan kepala Lillian. Dia benar-benar pelayan yang sangat berdedikasi kepada Nona yang ia layani. Jia yang berada di tubuh Cette semakin menyukainya."Tapi Lillian, kalau kamu ikut denganku hari itu, kamu tidak akan berada di sini sekarang!" balas Cette sembari menghela napas.Lillian mengerutkan keningnya. "A-apa maksudnya itu Nona?""Aku bisa menebak. Davlin Marley pasti berkata kalau aku sengaja melukai diriku sendiri karena masih belum bisa menerima kalau Pangeran Pertama tidak menjadi suamiku. Benar, kan?" tebak Cette dengan yakin."Ba-bagaimana Anda bisa mengetahuinya?" Lillian semakin kebingungan."Aku tidak tahu harus menceritakannya dari mana. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, hari itu aku bukan melukai diriku sendiri. Tapi itu memang sebuah kesengajaan," jelas Cette kepada Lillian.Seketika raut wajah Lillian menjadi pucat pasih. Ia bahkan tidak tahu harus mengatakan apa atas cerita yang baru saja ia dengar. "A-Anda dibunuh?!""Nona, Tuan Penguasa dan Nona Muda Gitte datang!" seru Lillian kepada Cette yang sejak tadi sibuk melatih kakinya, agar bisa berjalan kembali."Persilakan masuk!" titah Cette kepada Lillian."Kak Cette!" teriak Gitte bahagia begitu pintu dibuka. Cette langsung tersenyum."Bagaimana kabarmu hari ini, Nak?" tanya Ruxen kepada Cette.Gitte sigap memapah Cette ke sofa yang ada di kamar itu."Aku ingin bisa cepat berjalan kembali. Jadi aku melatih kakiku tiap ada kesempatan," jawab Cette atas pertanyaan Ruxen."Maaf ayah menanyakan ini. Tapi ...,apa kamu masih mengalami kesulitan untuk mengingat?" tanya Ruxen pelan dengan sedikit kesulitan kepada Cette.Cette diam sejenak. Lalu dengan yakin mengangguk. "Maaf, ayah!" jawab Cette dengan suara parau dan kepala menunduk.Di sebelah Cette, ada Lillian yang langsung terkesiap mendengar jawaban itu. Karena Lillian jelas sudah mengetahui bahwa Nonanya tidak amnesia, tapi sekarang ia malah berbohong kepada ayah dan adiknya."Begitu ya," balas Ruxen
Di Wilayah Perbatasan, Perang dengan para pemberontak masih terus berlanjut. Pangeran Pertama, CLADIOS CASHEL FEODORA, yang akrab disapa Cashel —sebagai komandan pasukan yang memimpin peperangan itu, tampak sibuk memberikan perintah kepada para bawahannya."Bagaimana keadaan di sisi selatan perbatasan?" tanya Cashel kepada para prajuritnya.Kini Cashel tampak sibuk dengan peta berukuran cukup besar yang tergelar di atas mejanya. Di atas peta itu ada beberapa bendera mini dengan dua warna yang berbeda, merah dan hijau, yang menjadi penanda di lokasi-lokasi tertentu."Kita sudah menemukan satu markas tempat mereka menyimpan senjata. Tinggal menunggu kesempatan sampai orang-orang kita berhasil menaklukkan pemimpin di markas itu!" jelas salah satu prajurit."Lalu bagaimana dengan persiapan untuk menyerang markas utama? Apa Adler sudah berhasil menembus tabir sihir yang menghalangi tempat itu?" tanya Cashel lagi."Saat ini Tuan Adler sedang mengusahakannya dan ..." Namun, tiba-tiba saja f
ISTANA ROSE —Istana milik Ratu Engrasia Marva, Ratu Kerajaan Feodora.Ratu Engrasia tampak sedang duduk santai di depan meja riasnya. Sementara para dayang sibuk menata rambutnya yang panjang dan membersihkan kuku-kukunya.Seorang pelayan masuk dan menundukkan kepala. "Yang Mulia, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda!" seru pelayan itu kepada Engrasia."Siapa?" jawab Ratu Engrasia tidak bergerak sedikitpun dari tempat duduknya."Yang Mulia Grand Duke Glenn, Lord Morgan!" jawab si pelayan kepada Engrasia.Ratu Engrasia mengerutkan keningnya saat mendengar Morgan ada di Istananya."Ada urusan apa anak itu datang? Tumben sekali dia tidak mengirimkan utusan terlebih dahulu," batin Engrasia merasa perilaku Morgan sedikit berbeda."Melihatnya yang datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, sepertinya ada hal yang sangat penting yang ingin dia sampaikan," batin Engrasia sedang menebak maksud kedatangan Morgan yang sangat tiba-tiba itu."Persilakan dia masuk!" titah Engrasia kepada pelaya
Malam harinya di kamar Cette.Cette baru saja mengganti pakaiannya dengan piyama tidur dibantu oleh Lillian."Nona, maaf atas kelancangan saya ini. Tapi kenapa Anda berbohong kepada Tuan Penguasa dan Nona Muda tentang ingatan Anda? Bukankah ingatan Anda sudah kembali?" tanya Lillian kepada Cette —mengingat pagi tadi Cette berkata belum mengingat apa-apa kepada ayah dan juga adiknya.Seharian ini Cette menghabiskan waktu bersama dengan Gitte, jadi baru sekarang Lillian memiliki waktu untuk menanyakan tentang hal itu."Aku tidak ingin mereka terlibat terlalu jauh!" jawab Cette singkat."Saya mengerti bila Anda mengkhawatirkan Tuan dan Nona Muda. Tapi bagaimana dengan Anda sendiri? Bagaimana jika Tuan Muda Marley kembali menyakiti Anda dan membahayakan nyawa Anda seperti sebelumnya?!" Lillian tampak sangat khawatir."Lillian, aku memberitahukan tentang kebenaran ini kepadamu, karena mungkin untuk ke depannya akan semakin banyak bahaya yang akan menghampiri. Kamu adalah orang yang paling
Cette baru selesai melatih kaki-kakinya berjalan mengelilingi kamarnya yang luas itu. Ia terus berlatih, agar segera terbiasa.Setelah latihan beberapa putaran itu, Cette kelelahan. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di atas kasur queen size miliknya di kamar itu.Semua penerang di kamar sengaja dipadamkan. Hanya ada lampu tidur dan sinar rembulan yang bersinar indah dengan warna kebiruan yang memanjakan mata.Cette mulai kembali menerawang jauh ke belakang. Ia masih menganggap bahwa yang dialaminya saat ini sungguh ajaib dan masih terasa tidak nyata.Cette masih mengingat masa lalu dari kehidupan yang sebelumnya saja sudah terasa aneh. Sekarang ia malah berada di tubuh orang lain di dunia yang asing. Semakin terasa tidak nyata karena di dunia itu ia memiliki koneksi dengan seorang Pangeran.Cette tertawa kecil. Ia merasa tergelitik dengan situasinya sendiri."Oke, aku akan coba mengurutkan satu persatu hal yang telah aku alami di dunia ini dan membandingkannya dengan apa yang aku ketah
"Hai, Putri Luvena!""Apa yang Anda lakukan di kamar saya? Bagaimana Anda bisa masuk?!" tanya Cette bertubi-tubi kepada Morgan yang sudah berada dihadapannya.Bukannya menjawab pertanyaan Cette, Morgan malah semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Cette.Saat ini posisinya, Cette sedang berbaring di atas kasur dan Morgan membungkuk dengan bertumpu pada tangan kirinya. Kemudian mata mereka bertemu."Sepertinya kamu sudah benar-benar tidak memiliki sedikitpun rasa takut terhadapku ya, Putri! Kamu tidak khawatir aku akan melakukan sesuatu kepadamu?" tanya Morgan dengan senyuman menyeringai."Benar juga. Kenapa aku tidak kepikiran? Dia ini orang yang memiliki peluang paling besar untuk menjadi malaikat mautku. Aku harus bersikap lebih baik sampai aku menemukan cara untuk menjauh darinya," batin Cette mulai menjaga sikapnya."Me-memang apa yang akan Anda lakukan kepada saya?" tanya Cette kepada Morgan yang belum menyingkir dari posisinya satu senti pun.Morgan kembali tersenyum menyeringai.
Kediaman Viscount MarleyTok! Tok! Seorang Butler yang sudah bekerja selama lima tahun di kediaman itu, mengetuk kamar pribadi yang biasa ditempati oleh Tuannya bersama para tamu-tamunya.Nama Butler itu FELIO. Ia merupakan mata-mata yang bekerja di bawah perintah Ratu untuk mengawasi setiap gerak-gerik Davlin."Tuan, ada pesan penting untuk Anda!" seru Felio dari balik pintu besar dengan berbahan kayu itu.Tidak ada jawaban dari si Tuan.Si Tuan masih asyik bergurau 'Haha-Hihi' menceritakan beberapa hal yang mereka anggap lucu bersama dengan tamu spesialnya yang manis.Tamu yang rela menanggalkan busananya karena sangat mencintai uang dan kekuasaan.Seolah tidak memahami situasi bahagia yang sedang dirasakan oleh si Tuan. Felio malah kembali mengetuk pintu.Tok! Tok!"Tuan, ini berita penting yang harus Anda dengarkan sekarang juga!" seru Felio kembali dari balik pintu.Tidak sampai satu menit setelah Felio mengetuk, pintu kayu besar itu pun terbuka.Seorang pria dengan piyamanya yan
Keesokan harinya, seperti biasa pagi itu Cette dibangunkan oleh Lillian."Selamat pagi, Nona! Bagaimana istirahat Anda?" tanya Lillian kepada Cette sembari menyingkap gorden jendela yang ada di kamar itu."Please Lillian, jangan tanya bagaimana istirahatku. Aku tidak ingin mengingatnya lagi," batin Cette masih terbengong dengan posisi masih terlentang di atas tempat tidur.Malam hari saat Cette bertemu dengan Morgan, setelah mengatakan kalimat yang membuat Cette ingin lenyap saja sekalian —itu saat Morgan mengajukan diri untuk menjadi tunangannya. Morgan segera pamit dan berkata akan menemui Cette lagi, setelah Cette memikirkan tentang tawarannya.Morgan berkata bahwa Cette akan membuat keputusan yang tepat. Walaupun Cette merasa kalau Morgan terlalu percaya diri dengan ucapannya. Terutama bagi Jia yang sudah mengetahui bagaimana takdir yang akan mereka jalani di kemudian hari —dari novel yang pernah ia baca."Nona, saya dengar tunangan Anda, Tuan Davlin Marley, meminta untuk datang b