Share

Bab 2: Naluri Terlarang

Sakti baru selesai merebus air untuk membuat teh pesanan Abah Karsa. Setelah selesai membuat teh itu, ia berjalan ke ruang tamu dan melihat Abah Karsa sudah selesai melakukan ritual rutinnya.

"Tumben cepet ya, Bah." Ujar Sakti seraya meletakkan cangkir ke permukaan meja, nada bicaranya penuh selidik.

Abah Karsa mengangguk pelan, ia meraih cangkir teh tersebut untuk memeriksanya, "Makasih ya, Cah."

Sakti langsung menanyakan perkembangan ritual penyembuhan ayahnya, "Perkembangan Bapak gimana, Bah?"

Sambil bangkit dari tempat duduknya, Abah Karsa kembali menuju kamar Pak Guruh sambil membawa teh panas yang telah dibuat oleh Sakti.

"Bapakmu belum bisa sembuh, jujur saja." Ucap Abah Karsa singkat.

Mendengar hal itu, Sakti hanya menghela napas pendek. Barusaha agar kejengahannya itu tidak terdengar. Saat melihat Abah Karsa kembali ke kamar ayahnya, Sakti langsung menduduki kursi di hadapannya, menunggu ritual penyembuhan sang ayah selesai.

Abah Karsa tidak terlalu menggubris kekhawatiran Sakti mengenai kesembuhan Pak guruh. Sebab, yang ia lakukan selama ini hanya metode pencegahan saja. Hal yang buruk bisa menimpa Pak Guruh kapan pun jika ia tinggal diam.

Di dalam kamar, Pak Guruh meminum teh panas buatan anaknya. Tentu saja teh panas itu sudah diberikan mantra khusus agar khasiat penyembuhannya terjaga.

Kepercayaan Pak Guruh pada Abah Karsa sudah mencapai titik yang intens. Pak Guruh selalu mau-mau saja jika harus melakukan suatu hal atas perintah Abah Karsa.

Namun, baru kali inilah Pak Guruh berniat untuk memberitahukan rahasianya yang telah lama ia simpan kepada anaknya. Bujukan itu sudah dilakukan Abah Karsa sedari dulu, karena perasaan malu, Pak Guruh selalu menolak tiap kali Abah Karsa berniat membantu menyampaikan rahasia itu kepada Sakti.

Sakti yang sudah hampir lima tahun ini merawat ayahnya, hanya bisa pasrah saat dirinya beberapa kali gagal untuk menikah. Dengan berbagai alasan, pacar-pacarnya memilih urung menikah dengan Sakti. Tetapi Sakti sadar, hal itu terjadi karena sifat ayahnya yang kasar dan tidak ramah kepada calon istri Sakti. Hingga akhirnya, Sakti tidak pernah lagi berniat untuk serius dengan wanita selama ayahnya masih hidup.

Entah apa yang ada di pikiran Pak Guruh sehingga selalu saja berusaha menggagalkan pernikahan anaknya itu. Padahal Sakti adalah anak lelaki satu-satunya yang sudah matang untuk menikah.

Kegalauan Sakti dalam masalah itu membuat ia semakin liar dalam urusan percintaannya. Tiap kali menyukai seorang wanita, ia akan memacarinya sampai bosan, lalu mencampakkan wanita itu.

Sakti sangat merasa haus akan sebuah kendali dalam suatu hubungan. Karena selama ini ia selalu berada dalam kendali ayahnya, perasaan itu semakin membelenggunya.

Hubungan yang tak sehat sudah menjadi kebiasaannya. Ia dikenal sebagai 'pemain'. Banyak wanita yang menghindar darinya, tapi lebih banyak lagi yang justru rela menggodanya karena penasaran.

Sampai pada suatu titik tertentu dalam hidupnya, Sakti merasa jengah. Kehidupannya dirasa rusak, ia merasa tak pantas untuk wanita mana pun. Tiap kali ia mencoba untuk mendekati wanita baik-baik, ayah wanita itu akan mendampratnya.

Saat kabar Pak Guruh sakit keras menyebar, beberapa orang merasa senang akan hal itu. Mereka menganggapnya sebagai karma buruk karena Pak Guruh tidak mendidik anaknya menghargai wanita.

Mulai saat itulah sikap Sakti berubah, ia akhirnya menyadari kesalahan dan perilaku buruk tersebut. Hanya saja, hasrat dan watak asli memang sulit berubah. Sesekali ia kembali pada kebiasaan lamanya, dengan adanya akses daring membuatnya semakin mudah bertemu wanita yang disukai.

Suara Abah Karsa  memekik kesakitan membuat Sakti merasa kaget. Tak lama setelah itu, pintu kamar terbuka, Abah Karsa keluar sambil memegang cangkir yang sudah kosong. Ia meletakkan cangkir itu di meja.

"Jagain bapakmu ya, Cah Bagus. Abah pulang dulu." Gumam Abah Karsa sambil tersenyum.

Sakti langsung bangkit untuk mengantar Abah Karsa keluar rumah. Ia melirik ke arah jam dinding, lalu tersadar hari sudah mulai sore, dirinya belum menyelesaikan satu pun agenda ayahnya itu.

Sementara itu di kamar...

Pak Guruh merasa bingung kenapa buku harian miliknya kembali dibawa ke dalam kamar oleh Abah Karsa. Dirinya bertanya dalam hati, apakah anaknya sudah membaca isi buku itu?

Ataukah Abah Karsa lupa akan mandat yang diberikannya?

Perasaannya berkecamuk, ia tak berani membuka pintu kamarnya. Takut jika respon anaknya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan apabila memang rahasianya sudah terbongkar.

Akhirnya, ia hendak menyimpan buku itu kembali. Perasaannya sudah membaik setelah selesai melakukan ritual rutinnya itu.

Saat sedang berusaha menyimpan buku hariannya di rak paling tinggi, tiba-tiba pintu kamar dibuka dari luar. Pak Guruh menoleh ke arah pintu itu saking paniknya.

Ketika tahu kalau Sakti masuk ke kamarnya, keseimbangan Pak Guruh goyah hingga membuatnya hampir terjatuh. Untung saja Sakti bisa dengan cepat meraih badan sang ayah untuk mencegahnya jatuh ke lantai.

Dan buku harian itu ikut tercecer ke lantai bersamaan dengan buku lainnya yang tidak sengaja ikut berhamburan dari dalam rak.

Pak Guruh segera mengambil buku hariannya dengan terburu-buru. Tentu saja Sakti melihat gelagat aneh pada ayahnya. Banyak buku yang lain kenapa harus mengambil buku yang posisinya lebih jauh.

Sakti segera membantu ayahnya untuk berbaring di tempat tidur. Kondisi ayahnya yang lemas setelah ritual biasanya akan membuatnya tertidur.

Setelah Pak Guruh berbaring di tempat tidur sambil memeluk buku hariannya, Sakti segera merapikan buku yang terjatuh dari rak. Lalu, tak lupa ia bereskan juga alat-alat perdukunan bekas Abah Karsa yang tertinggal di kamar.

Tak lama, suara nada dering ponsel berbunyi. Sakti buru-buru keluar kamar untuk menjawab panggilan telepon itu. Saat berada dalam panggilan, terdengar suara seorang wanita yang menyapanya dengan genit.

"Mas kapan dong datang ke sini lagi? Kangen nih!" Sakti hanya terkekeh mendengar suara itu, wajahnya kegirangan.

"Emang kamu lagi sendirian, ya?" Tanya Sakti.

"Iya nih, ayo cepetan ke sini." Jawab wanita itu, sembari melembutkan suaranya. Berharap Sakti bisa bergairah saat mendengarnya.

Tentu saja Sakti langsung merasa bergairah mendengar suara lembut wanita itu, baginya sangatlah menggoda. Ia segera bergegas untuk pergi ke tempat wanita itu berada.

Dari dalam rumah melalui jendelanya, Pak Guruh hanya bisa melihat anaknya pergi entah ke mana. Untunglah, sepertinya Sakti belum sempat membaca isi buku harian miliknya itu, pikirnya dalam hati.

Tak lama kemudian...

Sakti hendak bercengkrama dengan wanita yang menghubunginya lewat telepon. Ia merasa terhibur setelah seharian disibukkan oleh ayahnya. Bahkan, kedatangan Abah Karsa sempat membuatnya bete karena harus menunggunya pulang.

Wanita cantik itu sudah menunggu Sakti di kamarnya.

Tentu saja Sakti bingung kenapa keadaan rumah itu sepi dan pintunya dalam keadaan terbuka. Ia segera mengunci pintu itu lalu pergi ke arah kamar, hal ini bukan pertama kalinya ia menyelonong ke kamar seorang wanita.

"Rosa!" Sakti memanggil wanita itu dengan suara khasnya saat sedang menggoda.

"Sini, Mas..." Rosa menanggapi panggilan Sakti dengan suara mendesah.

Ketika Sakti masuk ke dalam kamar Rosa, terlihat di depannya itu seorang wanita yang sudah setengah telanjang. Pakaiannya terhampar di sekitar tempat tidur.

Dada yang membusung indah segera membangkitkan kelelakian Sakti, tak ingin menunggu lama, Sakti langsung menghampiri Rosa dan membenamkan kepalanya di antara dua buah dada Rosa yang bulat menantang.

Sakti sangat menikmati hal itu. Tak ada hal yang lebih menyenangkan baginya saat ini, belaian wanita mampu membahagiakannya.

"Aaaah..." Rosa mendesah pelan.

Suara erangan Rosa yang erotis membuat hasrat Sakti mulai memuncak, ia mencumbu tubuh sintal itu dengan mesra dan penuh kasih.

Rosa memeluk Sakti dengan erat, dirabalah pundak Sakti yang bidang itu, kemudian menariknya agar tubuh idamannya itu semakin mendekatinya. Tangan Rosa mulai bermain-main, melucuti pakaian Sakti dari atas ke bawah.

Perlahan, batin Sakti mulai terlarut dalam belaian Rosa. Benaknya yang dipenuhi oleh hal-hal rumit tentang ayahnya perlahan mulai hilang. Dirinya semakin leluasa menikmati sentuhan Rosa yang halus dan hangat, merangsang birahinya dengan cepat.

Bulu dada Sakti terlihat, pemandangan itu membuat erangan Rosa semakin menjadi. Sambil memainkan bulu dada itu dengan tangannya, Rosa mencium bibir Sakti dan melumatnya dengan kasar saking gemasnya.

"Mmmhhh..."

Sakti membalas gerakan bibir Rosa dengan cumbuan yang lebih memabukkan lagi, lidahnya ia mainkan dengan cepat. Lalu perlahan turun ke leher dan menuju tubuh bagian bawah Rosa dan bermain-main di sana.

Permainan Sakti yang lihai membuat desahan semakin menggebu, mereka mengeluarkan insting asmaranya masing-masing tanpa merasakan malu.

Sakti segera kembali untuk mencium bibir Rosa, berusaha meredam desahan yang semakin terdengar keras. Lalu, seiring dengan bibir mereka yang sedang bermain, bagian selangkangan keduanya kini bertemu.

Sakti merasakan sensasi basah yang ditunggunya saat pinggangnya itu menyentuh bagian intim Rosa. Segera ia menghentakkan pinggangnya beberapa kali. Berusaha untuk segera mencari jalan bagi miliknya itu.

Rosa semakin kewalahan meladeni kuluman bibir Sakti, ia hampir saja menjerit saat menerima hentakan pada selangkangannya, mulai terasa akan milik Sakti menyentuh gerbangnya.

Sakti memelankan tempo ciumannya, namun bibirnya tetap berusaha meredam suara teriakan Rosa yang sulit dikendalikan itu.

Rosa segera mengatur posisi pinggangnya hingga merasakan apa yang ia tunggu-tunggu sedari tadi.

Posisi itu memudahkan Sakti untuk memasukkan miliknya, ia mendorong-dorong pinggulnya dengan lembut, sensasi basah semakin terasa. Bibir Sakti masih bermain untuk membungkam suara Rosa yang terdengar menikmati momen itu. Tangan Rosa mulai memeluk punggung Sakti seraya berusaha untuk menancapkan kukunya.

Cumbuan Sakti semakin liar setelah menerima rangsangan itu, ia mempercepat tempo gerak pinggulnya untuk menghujam selangkangan Rosa lagi dan lagi.

Rosa mendesah kencang karena hentakan itu membuat birahinya semakin memuncak, "Aaaaaah...!"

Sakti merasa bangga dengan kelihaian dirinya dalam menyenangkan wanita, ia tak ingin nafsu liarnya itu segera tersalurkan.

Baginya, kenikmatan itu tak ingin berakhir.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Michelle Yeah
Aw. yess. baru bab 2 udah ada adegan ehem ehem. lanjutkan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status