Aku turun dari taxi setelah sampai di depan rumahku. Aku berjalan dengan gontai masuk ke dalam rumah. Terlihat Mommy dan Ethan yang sedang berbincang di ruang tamu. Melihatku datang, mereka berdua langsung terdiam. Mommy langsung beranjak dari duduknya dan menatapku tidak suka.
“Semalam kau menginap di mana, Kiran?” tanya Mommy seraya berkacak pinggang penuh emosi.
“Aku tidak tidur,” jawabku sambil berlalu pergi menuju anak tangga.
Memang, setelah pergi dari apartemen Ardian aku pergi ke sebuah Club untuk menenangkan diri. Aku mencoba meminum alkohol untuk melupakan masalahku sejenak. Namun, aku teringat dengan kandunganku, membuat aku tidak jadi meminumnya. Aku keluar dari Club itu dengan perasaan kacau balau. Aku menangis histeris di sana menumpahkan semua rasa sakitku. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang melihatku dan bertanya keadaanku. Setelah dirasa tenang, aku langsung naik taxi dan melakukan perjalanan berjam-jam menuju rumah Ethan. Aku tidak tidur sama sekali karena pikiranku dipenuhi dengan masalahku sendiri.
“Kau tidak tidur? Yang benar saja, Kiran! Untuk apa kau datang ke sana tanpa memberitahu Mommy terlebih dahulu. Mommy takut terjadi sesuatu yang buruk padamu. Lain kali, kau harus meminta izin kepada Mommy sebelum kau pergi. Bukannya sudah pergi lalu meminta izin,” ucap mommy dengan suara tinggi dan juga cempreng membuat telingaku terasa panas dibuatnya.
“Mom, aku sudah dewasa dan tidak perlu izinmu untuk pergi kemana pun. Lagi pula, tidak ada yang terjadi padaku. Hanya saja ....” Aku terdiam tidak bisa melanjutkan perkataanku setelah teringat apa yang dilakukan Ardian dan Resa di depan mataku.
“Apa Kiran? Jangan menggantung perkataanmu seperti itu!” kesal mommy yang tampaknya tidak sabar menunggu jawabanku. Namun, aku tidak mungkin semua masalahku padanya.
“Sudahlah, Mom. Lupakan saja, tidak ada sesuatu yang buruk terjadi padaku,” balasku kemudian sambil berlalu pergi menuju tangga.
“Kiran, Mommy belum selesai berbicara denganmu, dan kau sudah pergi begitu saja,” teriak mommy yang berjalan menghampiriku.
“Sayang, sudahlah. Kiran mungkin saja merasa lelah untuk menjelaskan semuanya sekarang,” ucap Ethan mencoba menenangkan mommy.
Aku tidak peduli dengan teriakan mommy yang marah-marah padaku dan suara Ethan yang mencoba menenangkannya. Aku masuk ke dalam kamarku dan menguncinya dengan rapat.
Rasa hening kembali kurasakan ketika aku memasuki kamarku. Perasaanku kembali terasa sedih secara tiba-tiba. Aku ambruk ke lantai dan menangis di sana karena tidak sanggup menanggung semuanya. “Apa yang harus kulakukan selanjutnya?”
“Mau berapa lama kau mengurung dirimu sendiri. Bahkan, kau tidak memakan apa pun. Apa kau sedang menyiksa dirimu?” teriak mommy dibalik pintu.
Beberapa hari ini aku hanya mengurung diriku sendiri tanpa perduli dengan ocehan mommy yang terus saja menyuruhku keluar. Aku memegang perutku dan tidak tahu harus melakukan apa. Aku juga belum siap mengatakannya kepada mommy. Ia pasti akan marah besar atau bisa saja mengusirku dari rumah.
“Apa aku harus tidur lagi agar tidak perlu memikirkan hal semacam ini?” tanyaku dengan suara pelan.
Aku menarik laci meja riasku lalu mengambil sebuah botol yang berisi obat tidur. Memang, aku sempat membelinya di apotek setelah beberapa hari ini aku tidak bisa tidur dengan baik.
“Jika aku meminum semuanya, apa aku akan tidur selamanya?”
Aku terdiam memandang obat tidur itu lalu memegangnya dengan erat. Air mataku perlahan-lahan meleleh tanpa keinginanku. Aku tidak percaya jika hidupku sehancur ini. Kekasih dan sahabatku sendiri mengkhianatiku. Aku hamil tanpa ada seorang pria yang bertanggung jawab. Aku memang nakal, namun aku tidak mau menyakiti mommy atau membuatnya malu karenaku.
“Apa hidupku harus berakhir seperti ini?” Aku tersenyum miris lalu memeluk tubuhku sendiri dan menyembunyikan wajahku di kedua lututku.
Tuk ... tuk ... tuk
Terdengar suara ketukan pintu, aku menahan tangisku karena tidak mau orang lain mendengarnya.
“Kiran, ini aku Ethan. Mommy-mu sedang keluar karena ada sebuah acara malam ini. Ia juga tidak akan pulang dan menginap di sana. Aku tidak ikut karena tidak mau meninggalkanmu sendirian di sini. Aku tahu kau sedang memiliki sebuah masalah. Kiran, apa kita bisa berbicara empat mata? Aku ingin mendengarkan semua keluh kesahmu,” ucap Ethan dengan nada suara yang begitu tenang.
Bicara empat mata bersama ayah tiriku? Yang benar saja!
“Aku akan menunggumu di ruang tamu, aku juga sudah menyiapkan camilan dan minuman untuk kita nikmati. Ah, ya, aku tahu kau belum bisa menerimaku sebagai Ayahmu, tapi aku bisa menjadi temanmu.”
Detik berikutnya, aku tidak mendengar suara Ethan lagi. Hanya terdengar suara langkah kaki yang menjauh. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam memikirkan apa yang harus kulakukan. Namun, apa salahnya jika aku berbicara dengan Ethan. Aku rasa bukan sesuatu hal yang buruk bicara dengannya. Siapa tahu Ethan bisa meringankan bebanku. Aku beranjak dari dudukku lalu memasukkan obat tidur yang aku pegang ke dalam saku blazer yang sedang aku pakai.
Aku menuruni tangga menuju ruang tamu untuk menemui Ethan. Terlihat pria itu sedang duduk di sofa ruang tamu menunggu kedatanganku. Ethan tersenyum senang saat melihatku datang.
“Aku pikir, kau tidak akan pernah datang,” ucap Ethan sambil menyambut kedatanganku. “Duduklah!”
Aku hanya menganggukkan kepalaku dan duduk di sofa yang berhadapan dengan Ethan.
“Aku harap kau menyukai camilan dan juga beberapa minuman yang aku belikan khusus untukmu.” Ethan menuangkan sebotol wine ke dalam gelas. Kemudian, ia memberikannya untukku. “Aku tidak tahu apa masalah yang sedang kau hadapi. Untuk malam ini, aku ingin kau bersenang-senang tanpa memikirkan masalahmu itu.”
Aku mengambilnya tanpa berniat untuk meminumnya. “Terima kasih sudah mengerti keadaanku.”
Ethan mengukir sebuah senyuman di wajahnya. Ketampanan yang ia miliki bertambah menjadi berkali-kali lipat. Aku baru sadar jika Ethan ternyata lebih tampan dari yang aku tahu. Meski usianya jauh di atasku tapi ketampanan yang ia memiliki membuatku tidak mengedipkan mataku. Bahkan, Ardian kalah jika dibandingkan dengan Ethan. Ardian? Kenapa aku harus memikirkannya di saat seperti ini.
“Ethan, apa jadinya jika aku memilikimu. Kau tampan, kaya, dan juga pengertian seperti ini. Apa aku terlalu egois untuk merebutmu dari Ibuku?” ucapku membatin. Kemudian, aku tersenyum karena tiba-tiba saja sebuah ide yang begitu cemerlang terlintas di pikiranku.
Bagaimana jadinya jika aku membalas rasa sakit hati ayahku karena mommy meninggalkannya demi pria seperti Ethan?
***
“Aaa ....”
Aku terperanjat bangun karena terkejut dengan suara teriakan seseorang yang memekakkan telingaku. Aku bisa melihat dengan jelas jika mommy sedang terkejut di ambang pintu kamarnya dengan mulut yang ditutupi oleh salah satu tangannya.
“Apa ... yang kalian lakukan?”
“Aaa ....” Aku terperanjat bangun karena terkejut dengan suara teriakan seseorang yang memekakkan telingaku. Aku bisa melihat dengan jelas jika mommy sedang terkejut di ambang pintu kamarnya dengan mulut yang ditutupi oleh salah satu tangannya. “Apa ... yang kalian lakukan?” Aku melihat ke arah sebelahku di mana Ethan juga ikut terbangun. Ia terkejut bukan main saat melihatku. “Kiran, apa yang kau dilakukan di kamarku?” tanya Ethan seraya turun dari ranjangnya dan menjauhiku. “Kau tidak ingat apa yang terjadi semalam?” tanyaku balik membuat Ethan langsung mengerutkan keningnya. Ia memegang kepalanya tampak sedang berpikir. “Apa yang kalian lakukan semalam? Katakan semuanya!” teriak mommy dengan emosi yang menggebu-gebu. Ia juga beberapa kali berteriak histeris. Kedua matanya terlihat memerah, aku yakin jika mommy sedang menahan tangisnya. Ethan terdiam seraya menatap Mommy dalam-dalam. Ia juga melihat ke arahku dengan tatapan b
Mommy dan Ethan langsung membawaku ke sebuah rumah sakit yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal kami. Aku terbangun dari ranjang yang terbuat dari besi itu setelah seorang dokter perempuan baru saja selesai memeriksa kandunganku. “Bagaimana hasilnya Dok?” tanya mommy yang begitu tak sabar mendengar jawabannya. Dokter itu menoleh ke arah mommy lalu tersenyum seolah akan memberikan kabar bahagia namun bencana untukku. “Selamat, Nyonya, putri anda sedang mengandung,” ucap Dokter itu sambil tersenyum ramah kepada mommy dan juga Ethan secara bergantian. Mommy langsung melihat ke arahku dengan nanar, aku langsung mengalihkan pandanganku karena tak mau melihat mommy yang sangat marah padaku. “Saya pamit dulu, untuk obat dan vitamin hamil sudah saya resepkan untuk putri anda,” lanjut dokter seraya keluar dari ruangan itu. “Mom-“ “Kita pulang!” ucap mommy dengan suara tegas sambil keluar dari ruangan tanpa memperdulikan aku dan ju
Aku berdiri di depan cermin melihat pantulan diriku sendiri. Tubuhku memakai gaun pengantin berwarna putih membuatku tampak terlihat begitu cantik. Aku menatap bayanganku sendiri namun tidak ada senyuman yang terukir di wajahku. Tidak seperti pengantin biasanya yang tersenyum bahagia di hari pernikahannya. Berbeda denganku, aku cukup gelisah dan khawatir dengan acara yang akan berlangsung. Aku takut jika Ethan tiba-tiba saja pergi atau membatalkan pernikahan ini dan membuatku atau mommy merasa malu. Berbicara soal mommy, ia tidak berbicara denganku lagi. Mommy lebih banyak menghabiskan waktu mengurus semua pernikahanku tanpa berdiskusi denganku terlebih dahulu. Bahkan, gaun pengantin ini pun mommy yang memilihkannya untukku tanpa sepengetahuan diriku. Aku memakainya langsung di hari pernikahanku tanpa aku coba terlebih dahulu. Beruntungnya, gaun ini muat di tubuhku yang ramping. Mommy memang selalu ahli dalam memilih pakaian apa pun untukku. “Kiran,” panggil seseorang yang s
Aku masuk ke dalam rumah untuk menyusul Ethan yang sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya. Kemudian, aku cukup terkejut setelah melihat mommy yang duduk di sofa dengan koper dan beberapa barang miliknya yang terletak di sebelahnya. “Mommy, mau kemana?” tanyaku yang tetap berdiri di ambang pintu dengan kedua bola mata yang membulat. “Kiran, Mommy akan pindah rumah dan tidak akan tinggal di sini lagi,” jawab mommy sambil melihatku dengan raut wajah yang berantakan. “Tidak, aku ingin kau tetap tinggal bersamaku, Adriani!” tolak Ethan yang tidak menyetujui mommy pergi dari rumahnya. “Ethan, sekarang kau adalah menantuku. Aku tidak sanggup melihat kalian berdua jika tetap tinggal di rumah ini,” timpal mommy seraya bangkit dari duduknya. “Tidak, Adriani! Aku tidak mengizinkanmu untuk pergi!” tegas Ethan seraya menghalangi jalan mommy untuk tidak pergi. “Ethan, mulai sekarang aku adalah mertuamu. Kau tidak memiliki hak untuk mengaturku la
“Ethan, apa kau lupa jika aku sedang mengandung darah dagingmu?” tanyaku dengan suara tercekat setelah perlakuan Ethan yang hampir saja membahayakan kandunganku. Aku tidak mengerti kenapa Ethan bisa dengan mudah berubah sikap padaku. Padahal, Ethan selalu terlihat baik dan juga romantis saat bersama mommy. Lalu, kenapa ketika bersamaku Ethan bersikap seperti ini? Selalu ada kemarahan yang aku lihat di raut wajahnya membuatku merasa sedih setelah menikah. Seharusnya aku senang karena akhirnya rencanaku berhasil. Tapi ... kenapa perasaanku mengatakan hal yang sebaliknya? “Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi malam itu, Kiran? Aku bukanlah orang yang dengan mudah meniduri wanita ketika aku mabuk!” tanya Ethan yang dengan suara tinggi saat berbicara denganku. Aku hanya bisa terdiam sambil melihat Ethan dengan air mata tertahan. Tidak mungkin jika aku menceritakan semua yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau rencanaku yang sudah berhasil ini gagal beg
Drrt ... drrt ... drrt Ponselku bergetar tanda ada panggilan yang masuk dari seseorang. Aku mengambil ponselku yang sengaja aku letakkan di atas meja. Terlihat nama Ethan tertera di layar ponsel. Aku mengerutkan keningku karena Ethan tidak pernah meneleponku sejak kejadian itu. “Kenapa Ethan meneleponku?” tanyaku dengan kening berkerut lalu menggeser logo berwarna hijau dan mendekatkan ponsel ke arah telinga. “Hallo, Ethan. Ada apa kau menelponku?” “Kiran....” Terdengar suara isakan tangis di sebrang telpon sana membuat kedua alisku hampir saja menyatu mendengar Ethan yang terisak. Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. “Ethan, kenapa kau menangis? Ada apa?!” “Adriani bunuh diri tadi malam.” Sebuah fakta yang terucap dari bibir Ethan membuatku terkejut bukan main. Aku langsung berdiri dari dudukku karena tidak percaya dengan ucapan Ethan barusan. “Apa?!” Aku terpekik, suaraku bahkan tercekat. Air mataku lolos begitu saja tanpa perinta
“Kiran, Adriani menyelamatkanmu ketika Julian membuangmu!” tegas Ethan membuatku langsung menoleh ke arahnya karena tidak percaya. “Apa maksudmu berkata seperti itu?” tanyaku dengan kedua alis yang hampir menyatu. Rasanya tidak mungkin ayahku membuang aku begitu saja. Aku sangat mengenalnya dan ia adalah pria pertama yang aku kenal dengan baik selama hidupku. Ethan terdiam seraya menutup mulutnya dengan salah satu tangannya seolah ia baru saja mengatakan sesuatu yang salah. “Lupakan!” Aku mengerutkan keningku dan melihat Ethan dengan tatapan menyelidik. Aku berpikir jika Ethan sedang menyembunyikan sesuatu dariku. *** Pemakaman mommy sudah selesai beberapa jam yang lalu. Aku kembali pulang dengan perasaan hampa. Aku hanya duduk sendirian dengan air mata yang memerah karena habis menangis. Ethan hanya menyuruh orang lain untuk mengantarku pulang. Aku tidak tahu, Ethan pergi kemana karena sampai sekarang pun aku belum melihat batang hidungnya. A
“Ethan, aku adalah istrimu. Hanya karena kau memberiku uang setiap bulan padaku. Bukan berarti, aku bahagia, Ethan.” “Lalu, apa yang kau inginkan dariku? Kasih sayang dan cinta?” tanya Ethan sambil tersenyum mengejek membuatku merasa marah. “Apa salah jika aku meminta belaian kasih sayang dari suamiku sendiri?” tanyaku seraya menatap nanar ke arah Ethan. Bagaimanapun setelah pernikahan itu aku sudah sah menjadi istri dari seorang Ethan. Aku juga merasa pantas mendapatkan kasih sayang dan juga cinta dari suamiku sendiri. Apalagi sekarang aku sedang mengandung, membuatku sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang suami untuk menguatkan diriku sendiri. Memang, bayi yang aku kandung bukanlah darah daging dari pria yang sudah kujebak itu. Namun, apa salah jika aku meminta sedikit rasa kasih sayang kepada Ethan? Seperti yang selalu Ethan lakukan kepada mommy dulu. “Kiran, apa kau tidak merasa canggung denganku? Kematian Adriani saja baru beberapa bulan ya