Share

Panggilan Telepon

“Ethan, apa kau lupa jika aku sedang mengandung darah dagingmu?” tanyaku dengan suara tercekat setelah perlakuan Ethan yang hampir saja membahayakan kandunganku.

Aku tidak mengerti kenapa Ethan bisa dengan mudah berubah sikap padaku. Padahal, Ethan selalu terlihat baik dan juga romantis saat bersama mommy. Lalu, kenapa ketika bersamaku Ethan bersikap seperti ini? Selalu ada kemarahan yang aku lihat di raut wajahnya membuatku merasa sedih setelah menikah. Seharusnya aku senang karena akhirnya rencanaku berhasil. Tapi ... kenapa perasaanku mengatakan hal yang sebaliknya?

“Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi malam itu, Kiran? Aku bukanlah orang yang dengan mudah meniduri wanita ketika aku mabuk!” tanya Ethan yang dengan suara tinggi saat berbicara denganku.

Aku hanya bisa terdiam sambil melihat Ethan dengan air mata tertahan. Tidak mungkin jika aku menceritakan semua yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau rencanaku yang sudah berhasil ini gagal begitu saja hanya karena Ethan yang berubah sikap seperti ini padaku.

“Aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu, semuanya sudah jelas,” jawabku sambil terbangun untuk kembali berdiri.

Ethan tersenyum sinis lalu menarikku kembali dengan paksa. Tangannya mencengkram erat pergelangan tanganku sampai aku bisa merasakan sakitnya.

“Ethan, kau baru saja menyakitiku!” Nada suaraku menahan rasa sakit karena cengkraman tangan Ethan. Namun, pria tampan di depanku ini tidak memperdulikan rintihan rasa sakitku.

Ethan mendorongku kembali ketika aku sampai di ambang pintu. Tubuhku terlempar keluar dari kamar Ethan. Hampir saja perutku kembali menyentuh lantai jika tidak segera aku lindungi dengan cepat. Kedua lututku terasa perih setelah menyentuh lantai dengan keras. Kemudian, aku menoleh ke arah Ethan yang masih berdiri di ambang pintu dengan wajah bengisnya.

“Aku tidak mau kau masuk ke dalam kamarku tanpa seizin dariku, mengerti?!” Ethan bersuara dengan tegas lalu masuk ke dalam kamarnya kembali dengan pintu yang dibanting menimbulkan suara yang cukup keras.

Aku hanya terdiam melihat pintu kamar yang tertutup rapat sambil menahan air mataku agar tidak terjatuh begitu saja. Aku menarik napasku dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. Aku mencoba menenangkan diriku sendiri lalu berdiri kembali. Aku harus bisa tahan dengan perlakuan Ethan yang seperti itu padaku. Aku yakin, Ethan bisa luluh padaku suatu hari nanti.

***

Aku terbangun pagi-pagi sekali hanya untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang biasanya dilakukan oleh mommy. Meski malas untuk bangun tapi aku tidak mau rumah berantakan hanya karena aku tidak mau bangun pagi. Tenyata seperti ini rasanya mengurus rumah ketika orang-orang masih tertidur lelap. Rasanya begitu lelah membuatku harus beberapa kali istirahat. Entah karena aku sedang hamil sehingga aku mudah merasakan lelah atau aku yang tidak bisa melakukan pekerjaan rumah. Aku jadi teringat dengan mommy yang mengurus rumah tapi ia juga berangkat bekerja tanpa mengenal rasa lelah. Tiba-tiba saja aku merasa merindukan kehadiran mommy. Aku mengambil ponselku dan melihat sebuah foto di mana di sana terlihat aku dan mommy yang sedang berfoto di sebuah tempat wisata beberapa tahun yang lalu. Saat itu, aku masih terlihat akrab dengan mommy karena mommy masih bersama ayah. Jika dipikir-pikir, foto ini adalah hal terakhir kami pergi bersama.

Ceklek!

Suara pintu terbuka membuatku menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Ethan yang keluar dari kamarnya dengan pakaian yang sudah rapi ala setelan kantoran. Aku langsung terperanjat bangun saat melihat Ethan keluar dari kamarnya. Pandangan kami bertemu sesaat sebelum Ethan benar-benar melangkahkan kakinya keluar dari rumah.

“Ethan, kau belum sarapan.” Aku berlari menyusul Ethan sambil berteriak. Namun, ketika aku sampai di depan teras Ethan sudah masuk ke dalam mobilnya dan berlalu begitu saja tanpa mempedulikan aku lagi. Aku kembali menarik napasku dan menghembuskannya dengan kasar.

Aku melambaikan tanganku meski mobil milik Ethan sudah terlihat jauh dari pandangan mata. “Apa yang kulakukan?”

Aku tersenyum kecut lalu kembali masuk ke dalam rumah dengan gontai. Suasana rumah terasa berubah, lebih hening dari biasanya. Padahal setiap hari aku berada di rumah namun aku tidak pernah merasakan kehampaan seperti ini. Apa sebenarnya yang salah? Kenapa aku merasakan sesuatu yang hampa seolah ada sesuatu yang hilang dari hidupku?

Aku kembali ke dapur dan melanjutkan aktivitasku di sana. Air mataku tiba-tiba saja mengalir begitu saja tanpa aku perintahkan. Aku tidak mengerti dengan perasaanku pagi ini. Kenapa aku bersedih tanpa sebab seperti ini? Apa mungkin karena aku sedang mengandung membuatku dengan mudah menangis seperti ini? Padahal, aku bukanlah tipe orang yang bisa dengan mudah menangis. Aku bisa menahannya sekuat apa pun. Tapi berbeda dengan saat ini, aku tampak begitu rapuh dan juga lemah membuatku benci dengan sikapku yang seperti ini.

Aku tidak melanjutkan aktivitasku karena moodku yang tidak baik. Aku lebih memilih untuk duduk santai di halaman belakang rumah dengan segelas susu hangat dan beberapa camilan di atas meja kecil yang terletak di sampingku. Di halaman belakang rumah ini terdapat beberapa bunga yang cukup indah dilihat. Semua ini berkat mommy yang suka sekali menanam bunga membuatnya terlihat begitu indah dan juga menenangkan di saat perasaan yang tidak menentu ini.

Drrt ... drrt ... drrt

Ponselku bergetar tanda ada panggilan yang masuk dari seseorang. Aku mengambil ponselku yang sengaja aku letakkan di atas meja. Terlihat nama Ethan tertera di layar ponsel. Aku mengerutkan keningku karena Ethan tidak pernah meneleponku sejak kejadian itu.

“Kenapa Ethan meneleponku?” tanyaku dengan kening berkerut lalu menggeser logo berwarna hijau dan mendekatkan ponsel ke arah telinga.

“Hallo, Ethan. Ada apa kau menelponku?”

Terdengar suara isakan tangis di sebrang telpon sana. Kemudian, sebuah fakta yang terucap dari bibir Ethan membuatku terkejut bukan main. Aku langsung berdiri dari dudukku karena tidak percaya dengan ucapan Ethan barusan.

“Apa?!” Aku terpekik, suaraku bahkan tercekat. Air mataku lolos begitu saja tanpa perintah dariku. Aku terpaku tidak bisa berkata-kata lagi. Tubuhku terasa lemas, sendi-sendi d seluruh tubuhku seolah tidak kuat lagi menopang semuanya. Ponselku terjatuh begitu saja dari tanganku.

“Ti-dak ... mungkin....” Detik berikutnya hanya kegelapan yang menyelimuti diriku karena aku tidak sadarkan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status