Aku masuk ke dalam rumah untuk menyusul Ethan yang sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya. Kemudian, aku cukup terkejut setelah melihat mommy yang duduk di sofa dengan koper dan beberapa barang miliknya yang terletak di sebelahnya.
“Mommy, mau kemana?” tanyaku yang tetap berdiri di ambang pintu dengan kedua bola mata yang membulat.
“Kiran, Mommy akan pindah rumah dan tidak akan tinggal di sini lagi,” jawab mommy sambil melihatku dengan raut wajah yang berantakan.
“Tidak, aku ingin kau tetap tinggal bersamaku, Adriani!” tolak Ethan yang tidak menyetujui mommy pergi dari rumahnya.
“Ethan, sekarang kau adalah menantuku. Aku tidak sanggup melihat kalian berdua jika tetap tinggal di rumah ini,” timpal mommy seraya bangkit dari duduknya.
“Tidak, Adriani! Aku tidak mengizinkanmu untuk pergi!” tegas Ethan seraya menghalangi jalan mommy untuk tidak pergi.
“Ethan, mulai sekarang aku adalah mertuamu. Kau tidak memiliki hak untuk mengaturku lagi!” Mommy menatap Ethan dengan tajam. Namun, aku dapat merasakan kesedihan yang begitu mendalam di hati mommy.
Ethan langsung terdiam mendengar ucapan mommy. Ia mengacak rambutnya frustasi dan mengalihkan pandangannya mencoba menahan air matanya. Aku berjalan menghampiri mommy dan memeluknya dengan erat. Aku tidak mau mommy pergi dari rumah ini, namun aku juga tidak mau melihat mommy terus bersedih jika setiap harus melihatku dan Ethan sebagai pasangan suami-istri.
“Mom, kau yakin akan pergi?” tanyaku sambil melonggarkan pelukanku dan melihat ke arah mommy dengan tatapan sedih. Mommy hanya menjawab pertanyaanku dengan menganggukkan kepalanya yakin. “Mommy, akan pindah kemana?”
“Ada sebuah apartemen yang terletak tidak jauh dari sini. Kita tetap akan bisa bertemu jika kau mau,” jawab mommy sambil tersenyum kecut padaku.
“Aku tidak tahu harus mengatakan apa kepada Mommy. Hanya saja, jika ini yang terbaik untukmu aku tidak bisa mencegah lagi,” ucapku sambil terisak karena tidak sanggup lagi menahan air mataku.
“Terima kasih, Kiran sudah membiarkan Mommy pergi,” ucap mommy lalu mengalihkan pandangannya ke arah Ethan.
Terlihat Ethan yang menatap mommy dengan pandangan tidak rela. Beberapa kali Ethan menggelengkan kepalanya mencoba membujuk mommy untuk tidak pergi. Namun, keputusan mommy tampaknya sudah benar-benar bulat untuk pergi dari rumah ini.
“Ethan, aku berharap kau bisa menjaga Kiran selama hidupmu. Aku ingin, kau juga mencintai Kiran lebih dari kau mencintaiku. Aku berkata seperti ini karena aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu. Aku mohon, untuk melakukannya demi aku,” ucap mommy dengan suara bergetar menahan tangis kembali.
Kemudian, mommy benar-benar pergi membawa koper dan beberapa barang miliknya yang ia bawa. Ethan hanya bisa terdiam sambil melihat mommy tanpa bisa berkata-kata lagi. Begitu pun denganku melakukan hal yang sama seperti Ethan. Aku hanya bisa menatap mommy yang keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil miliknya. Detik berikutnya, mobil yang dikendarai mommy tidak terlihat lagi.
“Mommy, aku berharap ia mendapatkan sebuah kebahagiaan lagi,” gumamku tanpa sadar membuat Ethan menoleh ke arahku.
“Aku tidak mengerti, kenapa kau masih bisa bersikap setenang ini setelah melihat Adriani pergi sambil menangis seperti itu?” tanya Ethan dengan tatapan tidak percaya melihatku. Ia mengerutkan keningnya seolah ada sesuatu yang salah denganku.
“Lalu, aku harus bersikap seperti apa, Ethan? Aku sudah bersedih dengan perginya Mommy dari rumah ini,” balasku yang tidak merasa tidak terima dengan raut wajah Ethan yang seperti itu padaku.
Ethan tersenyum miring lalu berjalan ke arahku. Aku menatapnya bingung dan berakhir membuatku mundur sampai tubuhku terbentur ke dinding. Aku bisa merasakan deru napas Ethan saat wajahnya hanya berjarak beberapa centimeter dari wajahku. Ethan menatapku dengan nanar, terlihat aura kemarahan yang terpancar membuatku membalas tatapannya karena tidak mau kalah dan tidak ingin terlihat lemah dengan sikap Ethan yang berbeda dari biasanya.
“Kiran, sekarang aku ingin kau jujur padaku,” ucap Ethan dengan suara berbisik tanpa mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Siapa Ayah dari yang kau kandung sebenarnya?!”
Aku mengerutkan keningku mendengar pertanyaan Ethan yang masih mempertanyakan status ayah dari bayi ini. Aku mendorong tubuhnya kuat-kuat membuat Ethan mundur beberapa langkah dan menjauh dariku.
“Kau masih tidak percaya dengan semuanya?” Aku bertanya balik sambil menatapnya tajam. “Jika kau tidak mau bertanggung jawab setelah apa yang kau lakukan padaku. Seharusnya, kau tidak menikahiku!”
“Jika bukan karena Adriani, aku tidak akan pernah menikahimu!” bentak Ethan membuatku langsung terdiam. Ini pertama kalinya bagi Ethan membentakku sampai aku terkejut.
Ethan melangkahkan kakinya menjauh dariku lalu bergegas keluar menuju mobilnya. Aku berlari mengejar Ethan namun suaraku tidak pernah didengar olehnya.
“Ethan, kau mau kemana?” Aku berteriak sekencang mungkin dan langkahku berhenti di depan teras. Karena percuma saja, Ethan sudah pergi dengan mobilnya menembus gelapnya malam.
***
Jam sudah menunjukkan tengah malam, namun tidak ada tanda-tanda Ethan akan kembali. Aku juga tidak mengerti kenapa aku masih terbangun dan menunggunya pulang. Padahal, aku bisa saja tidur lelap sejak tadi dan tidak memperdulikan Ethan. Namun, mataku tetap tidak bisa terpejam karena pikiranku yang dipenuhi oleh Ethan. Aku tidak tahu kemana perginya Ethan sampai belum sudah larut malam seperti ini. Aku juga tidak mau menghubunginya lebih dulu karena tidak mau terlihat khawatir olehnya. Akhirnya, aku hanya bisa duduk di atas kasur sambil menyenderkan tubuhku dan memainkan ponsel setelah merasa bosan sejak tadi menunggu di ruang tamu.
Ceklek!
Terdengar suara pintu terbuka, aku langsung menoleh ke arah pintu dan terlihat Ethan yang baru saja pulang. Ia berjalan sempoyongan seperti habis mabuk.
“Ethan, apa kau mabuk?” tanyaku dengan kedua alis yang hampir bertaut.
“Kiran, Kenapa kau berada di kamarku?” tanya balik Ethan sambil berjalan menghampiriku. Ia meraih tanganku lalu memaksaku untuk turun dari ranjangnya. “Aku tidak mau melihatmu lagi! Karena kau, hidupku menjadi hancur!”
Ethan mendorongku dengan kuat membuat tubuhku terjatuh ke lantai. Aku hanya bisa terdiam seraya menatap Ethan dengan tatapan takut. Aku tidak tahu jika Ethan bisa berubah menjadi orang yang seperti ini.
“Ethan, apa kau lupa jika aku sedang mengandung darah dagingmu?” tanyaku dengan suara tercekat setelah perlakuan Ethan yang hampir saja membahayakan kandunganku.
Aku tidak mengerti kenapa Ethan bisa dengan mudah berubah sikap padaku. Padahal, Ethan selalu terlihat baik dan juga romantis saat bersama mommy. Lalu, kenapa ketika bersamaku Ethan bersikap seperti ini? Selalu ada kemarahan yang aku lihat di raut wajahnya membuatku merasa sedih setelah menikah. Seharusnya aku senang karena akhirnya rencanaku berhasil. Tapi ... kenapa perasaanku mengatakan hal yang sebaliknya?
“Ethan, apa kau lupa jika aku sedang mengandung darah dagingmu?” tanyaku dengan suara tercekat setelah perlakuan Ethan yang hampir saja membahayakan kandunganku. Aku tidak mengerti kenapa Ethan bisa dengan mudah berubah sikap padaku. Padahal, Ethan selalu terlihat baik dan juga romantis saat bersama mommy. Lalu, kenapa ketika bersamaku Ethan bersikap seperti ini? Selalu ada kemarahan yang aku lihat di raut wajahnya membuatku merasa sedih setelah menikah. Seharusnya aku senang karena akhirnya rencanaku berhasil. Tapi ... kenapa perasaanku mengatakan hal yang sebaliknya? “Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi malam itu, Kiran? Aku bukanlah orang yang dengan mudah meniduri wanita ketika aku mabuk!” tanya Ethan yang dengan suara tinggi saat berbicara denganku. Aku hanya bisa terdiam sambil melihat Ethan dengan air mata tertahan. Tidak mungkin jika aku menceritakan semua yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau rencanaku yang sudah berhasil ini gagal beg
Drrt ... drrt ... drrt Ponselku bergetar tanda ada panggilan yang masuk dari seseorang. Aku mengambil ponselku yang sengaja aku letakkan di atas meja. Terlihat nama Ethan tertera di layar ponsel. Aku mengerutkan keningku karena Ethan tidak pernah meneleponku sejak kejadian itu. “Kenapa Ethan meneleponku?” tanyaku dengan kening berkerut lalu menggeser logo berwarna hijau dan mendekatkan ponsel ke arah telinga. “Hallo, Ethan. Ada apa kau menelponku?” “Kiran....” Terdengar suara isakan tangis di sebrang telpon sana membuat kedua alisku hampir saja menyatu mendengar Ethan yang terisak. Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. “Ethan, kenapa kau menangis? Ada apa?!” “Adriani bunuh diri tadi malam.” Sebuah fakta yang terucap dari bibir Ethan membuatku terkejut bukan main. Aku langsung berdiri dari dudukku karena tidak percaya dengan ucapan Ethan barusan. “Apa?!” Aku terpekik, suaraku bahkan tercekat. Air mataku lolos begitu saja tanpa perinta
“Kiran, Adriani menyelamatkanmu ketika Julian membuangmu!” tegas Ethan membuatku langsung menoleh ke arahnya karena tidak percaya. “Apa maksudmu berkata seperti itu?” tanyaku dengan kedua alis yang hampir menyatu. Rasanya tidak mungkin ayahku membuang aku begitu saja. Aku sangat mengenalnya dan ia adalah pria pertama yang aku kenal dengan baik selama hidupku. Ethan terdiam seraya menutup mulutnya dengan salah satu tangannya seolah ia baru saja mengatakan sesuatu yang salah. “Lupakan!” Aku mengerutkan keningku dan melihat Ethan dengan tatapan menyelidik. Aku berpikir jika Ethan sedang menyembunyikan sesuatu dariku. *** Pemakaman mommy sudah selesai beberapa jam yang lalu. Aku kembali pulang dengan perasaan hampa. Aku hanya duduk sendirian dengan air mata yang memerah karena habis menangis. Ethan hanya menyuruh orang lain untuk mengantarku pulang. Aku tidak tahu, Ethan pergi kemana karena sampai sekarang pun aku belum melihat batang hidungnya. A
“Ethan, aku adalah istrimu. Hanya karena kau memberiku uang setiap bulan padaku. Bukan berarti, aku bahagia, Ethan.” “Lalu, apa yang kau inginkan dariku? Kasih sayang dan cinta?” tanya Ethan sambil tersenyum mengejek membuatku merasa marah. “Apa salah jika aku meminta belaian kasih sayang dari suamiku sendiri?” tanyaku seraya menatap nanar ke arah Ethan. Bagaimanapun setelah pernikahan itu aku sudah sah menjadi istri dari seorang Ethan. Aku juga merasa pantas mendapatkan kasih sayang dan juga cinta dari suamiku sendiri. Apalagi sekarang aku sedang mengandung, membuatku sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang suami untuk menguatkan diriku sendiri. Memang, bayi yang aku kandung bukanlah darah daging dari pria yang sudah kujebak itu. Namun, apa salah jika aku meminta sedikit rasa kasih sayang kepada Ethan? Seperti yang selalu Ethan lakukan kepada mommy dulu. “Kiran, apa kau tidak merasa canggung denganku? Kematian Adriani saja baru beberapa bulan ya
Aku tidak mendengarkan ocehan Ethan padaku karena terfokus dengan rasa sakit yang luar biasa di bagian perutku. Rasanya benar-benar sakit sampai aku kesulitan untuk bernapas. Aku menoleh ke arah Ethan dengan air mata yang sudah berderai. “Ethan, perutku terasa sakit!” Aku berteriak sambil mengerang kesakitan. Suaraku begitu lirih dengan raut wajah yang begitu panik. Ethan terdiam setelah melihatku yang menatapnya dengan tatapan minta tolong. Ia hanya mematung dan tidak bergeming sedikit pun. “Ethan, tolong ... aku,” lirihku lagi. Ethan tersadar lalu berjalan menghampiriku. Kedua matanya langsung membulat setelah melihat sudah banyak darah segar yang membasahi pakaian bagian bawah. “Kiran, apa yang terjadi?” tanya Ethan dengan raut wajah yang mulai panik. Ia hanya terdiam membeku sambil menatap cairan kental berwarna merah yang terus saja keluar tanpa henti. “Ethan, apakah kau bisa menolongku untuk membawaku ke rumah sakit?” “Te
Aku terbangun di sebuah danau yang terlihat begitu indah dan juga menenangkan. Banyak sekali bunga-bunga yang bermekaran di sekitarnya. Aku berdiri dengan pakaian serba putih di tubuhku. Aku tidak mengingat keberadaanku sekarang. Tidak ada siapa pun di tempat ini, selain aku seorang. Aku mengerutkan keningku karena tempat ini begitu asing. Aku tidak pernah ke tempat seindah ini sebelumnya. “Kiran,” panggil seseorang yang tiba-tiba saja berada di sampingku sambil menepuk pundakku. Aku menoleh, lalu membulatkan kedua bola mataku karena terkejut dengan siapa yang kulihat. Untuk beberapa detik aku hanya terdiam mematung, hingga akhirnya aku bisa kembali bergerak dengan air mata yang berderai. “Mommy?!” Suaraku tercekat. Aku tidak bisa berkata-kata lagi karena begitu senang dan terharu bisa bertemu dengan mommy lagi. “Apa aku berada di surga?” Mommy menggelengkan kepalanya, ia meraih tanganku lalu menarik tubuhku untuk memeluknya. “Tidak, Kiran. Ini bukan
"Apa yang terjadi?" tanyaku dengan suara yang bergumam. Aku mencoba mengingat-ingat kenapa aku bisa terbangun di rumah sakit. Hingga sekelebat bayangan terlihat di pikiranku ketika perutku terasa nyeri karena terbentur sudut meja yang cukup tajam. Kemudian, aku melihat ke arah perut yang ternyata sudah terlihat datar. "Bayiku?" tanyaku setelah tersadar jika perutku sudah rata. "Di mana bayiku, Ethan?" Ethan terdiam seraya menatapku sendu. "Maafkan aku, Kiran." "Apa maksudmu? Kenapa kau meminta maaf padaku? Apa yang terjadi kepada bayiku?" Tiba-tiba perasaanku tidak enak. Melihat ekspresi Ethan yang tidak biasa itu membuatku merasa yakin jika terjadi sesuatu kepada bayiku. "Maaf, Kiran, bayimu tidak tertolong," ucap Ethan dengan suara lirih. "Apa?" Suaraku tercekat, air mataku luluh begitu saja ketika mendengar bayiku tidak tertolong. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam mematung dengan air mata yang terus mengalir, hatiku begi
"Aku tidak mau kau terluka jika harus turun-naik tangga setiap hari. Jadi, aku memindahkan kamarmu ke kamarku. Begitu pun dengan sebaliknya," jelas Ethan yang mengerti dengan raut wajahku. Aku hanya terdiam lalu kembali berjalan tanpa ingin menjawab pertanyaan sedikit pun dari pria itu. Entah kenapa, tetapi hatiku tiba-tiba saja membenci Ethan karena sudah membuat bayi di dalam kandunganku meninggal. Ethan mendudukkanku di atas ranjang dengan perlahan. "Jika kau membutuhkan sesuatu, kau bisa memanggilku." "Aku tidak perlu bantuan apa pun dari pria pembunuh sepertimu," timpalku seraya menatap wajah Ethan dengan nanar. Aku tidak salah kan memanggilnya seperti itu? Untuk beberapa saat Ethan terdiam, ia membulatkan kedua bola matanya seraya menatapku tidak percaya. Tampaknya Ethan sedang mencerna perkataanku barusan. "Kiran, apa yang baru saja kau katakan?" tanya Ethan seolah yang aku katakan barusan adalah kesalahan, atau mungkin ia takut