“Aaa ....”
Aku terperanjat bangun karena terkejut dengan suara teriakan seseorang yang memekakkan telingaku. Aku bisa melihat dengan jelas jika mommy sedang terkejut di ambang pintu kamarnya dengan mulut yang ditutupi oleh salah satu tangannya.
“Apa ... yang kalian lakukan?”
Aku melihat ke arah sebelahku di mana Ethan juga ikut terbangun. Ia terkejut bukan main saat melihatku.
“Kiran, apa yang kau dilakukan di kamarku?” tanya Ethan seraya turun dari ranjangnya dan menjauhiku.
“Kau tidak ingat apa yang terjadi semalam?” tanyaku balik membuat Ethan langsung mengerutkan keningnya. Ia memegang kepalanya tampak sedang berpikir.
“Apa yang kalian lakukan semalam? Katakan semuanya!” teriak mommy dengan emosi yang menggebu-gebu. Ia juga beberapa kali berteriak histeris. Kedua matanya terlihat memerah, aku yakin jika mommy sedang menahan tangisnya.
Ethan terdiam seraya menatap Mommy dalam-dalam. Ia juga melihat ke arahku dengan tatapan bingung. Kemudian, Ethan mengusap rambutnya dengan kasar sambil mengerang frustasi.
“Aku ... tidak mengingat apa pun,” lirih Ethan seraya menatap wajah mommy dengan sendu.
Aku turun dari ranjang dan mengambil blazer milikku yang tergeletak di lantai begitu saja. Lalu memakainya agar Ethan dan juga mommy tidak melihatku yang hanya memakai pakaian dalam saja. “Mommy, sebelumnya aku meminta maaf.”
Aku duduk bersimpuh di kedua kaki mommy sambil menangis. Mommy langsung menarik tubuhku agar terbangun dan kembali berdiri. Ia menatapku dalam-dalam dengan penuh kemarahan. “Kenapa kau meminta maaf, Kiran?”
“Kiran, kita tidak melakukan apa pun! Kau tidak perlu meminta maaf sampai seperti itu kepada Adriani!” timpal Ethan yang tidak terima dengan ucapanku yang tiba-tiba menangis dan meminta maaf kepada mommy.
“Ethan, kau benar-benar lupa apa yang sudah kita lakukan semalam? Kita berdua mabuk dan melakukan hal yang tidak diinginkan! Kau yang memaksaku melakukannya, Ethan! Aku tidak percaya, kau tidak mengingat kejadian semalam sedikit pun!” jelasku dengan suara meninggi dan juga bergetar karena air mataku yang keluar.
“Apa?!” pekik Ethan yang mematung. Sementara mommy, tubuhnya tiba-tiba saja ambruk ke lantai sambil menangis.
“Sayang!”
“Mommy!” Aku langsung memegang tubuh mommy dan merasa bersalah melihatnya, namun aku tidak memiliki pilihan lain.
“Jangan sentuh aku!” bentak mommy seraya melepaskan tanganku dengan keras. Mommy bangkit berdiri sambil menatapku dengan Ethan secara bergantian.
“Sayang, aku bisa jelaskan semuanya,” ucap Ethan mencoba meraih tangan mommy. Namun, tangannya kembali ditepis oleh mommy.
“Aku tidak pernah menyangka kalian melakukan hal semacam ini padaku!”
“Mom, kami berdua mabuk berat. Aku juga tidak mengerti kenapa bisa sampai melakukan hal semacam ini,” jelasku sambil menyeka air mataku.
Mommy menggelengkan kepalanya seolah tidak percaya dengan kenyataan yang harus diterimanya. Ia beringsut mundur dan berlari pergi. Ethan ikut berlari menyusul mommy keluar dari kamar. Sementara aku langsung membalikkan badanku menghadap dinding dan menyeka air mata palsuku.
Aku tersenyum sebentar setelah rencanaku ternyata berhasil. Kemudian, aku keluar dari kamar Ethan dan melihat pertengkaran diantara mommy dan Ethan di luar sana. Aku hanya tersenyum miris lalu berjalan naik ke tangga menuju lantai dua di mana kamarku berada. Aku sedang tidak mau mencampuri urusan mereka berdua, sudah cukup aku menguras air mataku untuk meyakinkan mommy jika semalam terjadi sesuatu antara aku dan Ethan.
Sebenarnya, semalam aku memberikan obat tidur milikku yang aku simpan di saku blazer secara diam-diam ketika Ethan sedang lengah aku memasukkan beberapa obat tidur ke dalam minumannya. Waktu itu, Ethan memang sudah benar-benar mabuk namun masih tersadar. Ketika Ethan menghabiskan minuman yang berisi obat tidur yang aku berikan. Tak berselang lama, Ethan langsung tertidur pulas begitu saja.
Dengan susah payah aku membawa Ethan masuk ke dalam kamarnya. Aku juga membuka pakaiannya dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Aku juga membuka blazer milikku dan menyimpannya di lantai. Setelah dirasa sempurna, aku membaringkan tubuhku di samping Ethan dan tertidur di sana. Aku tidak menyangka jika rencanaku benar-benar berhasil. Aku tidak tahu ide gila itu datang dari mana. Hanya saja aku tidak mau hamil tanpa ada seorang pria yang bertanggung jawab. Aku juga ingin membalaskan dendam ayah. Di mana ia merasa sakit hati karena perbuatan Ethan yang mengambil Mommy darinya. Selamat, Ethan, sebentar lagi hidupmu akan hancur. Anggap saja jika semua yang aku lakukan ini sebagai pembalasan setelah apa yang kalian berdua lakukan di masa lalu.
***
Setelah kejadian itu, mommy tidak pernah berbicara padaku lagi. Ia selalu bangun pagi-pagi sekali dan menyiapkan sarapan untukku dan juga Ethan. Setelah itu, ia pergi bekerja tanpa menunggu aku atau Ethan terbangun. Sementara Ethan, ia selalu menghindariku setiap kali aku bertemu dengannya. Seperti pagi ini, aku berjalan menuju dapur hendak mengambil makanan. Kulihat Ethan sedang makan sendirian di sana. Ethan yang melihatku berdiri di ambang pintu langsung mengalihkan pandangannya saat tatapan kami berdua bertemu. Ia langsung berdiri dan membuang makanannya meski belum selesai makan.
Setelah itu, ia pergi dari dapur dan melewatiku seolah aku tidak ada di sana. Dengan tingkah laku Ethan sekarang, membuatku menjadi canggung. Biasanya Ethan selalu menyapaku dan mencoba mendekatiku agar ia bisa akrab denganku sebagai ayah dan anak. Namun berbeda setelah kejadian itu, Ethan tidak pernah lagi mengatakan satu patah kata pun padaku. Ia lebih memilih menghindariku mungkin untuk menjaga perasaan mommy.
Berbicara soal mommy, meski ia marah dan tidak berbicara lagi denganku. Mommy tetap melakukan pekerjaan rumah setiap hari. Ia selalu membereskan rumah dan menyiapkan makanan sebelum dirinya pergi berangkat bekerja pagi-pagi sekali. Aku menjadi jarang bertemu dengan mommy membuatku merasa bersalah dengannya. Aku beberapa kali mencoba meminta maaf meski hanya dari dalam hatiku. Aku tahu perbuatanku salah, namun aku tidak memiliki pilihan lain selain melakukan hal seperti ini.
Malam ini, setelah satu bulan mommy mendiamkanku akhirnya ia menyuruh kami berkumpul di ruang tamu. Aku sudah duduk berhadapan dengan Ethan. Sementara mommy, ia duduk di sofa yang hanya muat untuk satu orang. Kami hanya saling diam setelah beberapa menit bertemu, tidak ada pembicaraan membuat suasana berubah menjadi canggung. Aku menundukkan kepalaku karena tidak mau melihat Ethan yang duduk di depanku. Ethan pun sama denganku, namun ia ketahuan beberapa kali melirik ke arah mommy yang sedang diam memperhatikanku dan Ethan.
“Ehem!” Mommy berdehem membuatku dan Ethan langsung menoleh ke arah mommy secara bersamaan.
Mommy menarik napasnya lalu menghembuskannya perlahan-lahan. “Aku sudah mencoba untuk memaafkan kalian selama ini. Terima kasih untuk kalian berdua karena sudah mengerti dan membiarkan aku untuk menyendiri dan memikirkan semuanya. Setelah aku pikir-pikir, kalian berdua sedang dalam keadaan mabuk. Bukan keinginan kalian melakukan hal semacam itu. Salahku karena meninggalkan kalian berdua di dalam rumah. Jadi ... aku akan menganggap kejadian itu hanyalah kecelakaan belaka. Aku akan mencoba melupakannya dan tidak pernah terjadi.”
“Benarkah, sayang? Kau memaafkanku?” tanya Ethan dengan raut wajah tidak percaya dengan perkataan mommy.
Mommy hanya menganggukkan kepalanya dengan air mata yang kembali berderai. Ethan berjalan menghampiri mommy dan memeluknya sambil menangis.
“Terima kasih, sayang. Aku berjanji tidak akan melakukan suatu hal yang membuat hatimu tersakiti,” ucap Ethan sambil mendekap mommy.
Aku tersenyum haru melihat mommy dan Ethan yang sudah seperti pasangan sejati. Mereka mampu menerima kekurangan masing-masing, dan dengan teganya aku menghancurkan rasa kepercayaan mommy kepada Ethan. Aku berjalan menghampiri mommy dan memeluknya dengan erat. Aku pun benar-benar menangis karena aku memiliki mommy yang begitu baik seperti dirinya.
Tiba-tiba aku kembali merasakan mual. Memang, beberapa hari ini rasa mual itu semakin terasa dan cukup sering, tidak seperti saat itu. Aku berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutku. Mommy berlari mengejarku bersama dengan Ethan di belakangnya. Ia berdiri di ambang pintu dan menatapku nanar, air matanya kembali menetes begitu saja.
“Kiran, sejak kapan kau mual dan muntah seperti itu?”
Mommy dan Ethan langsung membawaku ke sebuah rumah sakit yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal kami. Aku terbangun dari ranjang yang terbuat dari besi itu setelah seorang dokter perempuan baru saja selesai memeriksa kandunganku. “Bagaimana hasilnya Dok?” tanya mommy yang begitu tak sabar mendengar jawabannya. Dokter itu menoleh ke arah mommy lalu tersenyum seolah akan memberikan kabar bahagia namun bencana untukku. “Selamat, Nyonya, putri anda sedang mengandung,” ucap Dokter itu sambil tersenyum ramah kepada mommy dan juga Ethan secara bergantian. Mommy langsung melihat ke arahku dengan nanar, aku langsung mengalihkan pandanganku karena tak mau melihat mommy yang sangat marah padaku. “Saya pamit dulu, untuk obat dan vitamin hamil sudah saya resepkan untuk putri anda,” lanjut dokter seraya keluar dari ruangan itu. “Mom-“ “Kita pulang!” ucap mommy dengan suara tegas sambil keluar dari ruangan tanpa memperdulikan aku dan ju
Aku berdiri di depan cermin melihat pantulan diriku sendiri. Tubuhku memakai gaun pengantin berwarna putih membuatku tampak terlihat begitu cantik. Aku menatap bayanganku sendiri namun tidak ada senyuman yang terukir di wajahku. Tidak seperti pengantin biasanya yang tersenyum bahagia di hari pernikahannya. Berbeda denganku, aku cukup gelisah dan khawatir dengan acara yang akan berlangsung. Aku takut jika Ethan tiba-tiba saja pergi atau membatalkan pernikahan ini dan membuatku atau mommy merasa malu. Berbicara soal mommy, ia tidak berbicara denganku lagi. Mommy lebih banyak menghabiskan waktu mengurus semua pernikahanku tanpa berdiskusi denganku terlebih dahulu. Bahkan, gaun pengantin ini pun mommy yang memilihkannya untukku tanpa sepengetahuan diriku. Aku memakainya langsung di hari pernikahanku tanpa aku coba terlebih dahulu. Beruntungnya, gaun ini muat di tubuhku yang ramping. Mommy memang selalu ahli dalam memilih pakaian apa pun untukku. “Kiran,” panggil seseorang yang s
Aku masuk ke dalam rumah untuk menyusul Ethan yang sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya. Kemudian, aku cukup terkejut setelah melihat mommy yang duduk di sofa dengan koper dan beberapa barang miliknya yang terletak di sebelahnya. “Mommy, mau kemana?” tanyaku yang tetap berdiri di ambang pintu dengan kedua bola mata yang membulat. “Kiran, Mommy akan pindah rumah dan tidak akan tinggal di sini lagi,” jawab mommy sambil melihatku dengan raut wajah yang berantakan. “Tidak, aku ingin kau tetap tinggal bersamaku, Adriani!” tolak Ethan yang tidak menyetujui mommy pergi dari rumahnya. “Ethan, sekarang kau adalah menantuku. Aku tidak sanggup melihat kalian berdua jika tetap tinggal di rumah ini,” timpal mommy seraya bangkit dari duduknya. “Tidak, Adriani! Aku tidak mengizinkanmu untuk pergi!” tegas Ethan seraya menghalangi jalan mommy untuk tidak pergi. “Ethan, mulai sekarang aku adalah mertuamu. Kau tidak memiliki hak untuk mengaturku la
“Ethan, apa kau lupa jika aku sedang mengandung darah dagingmu?” tanyaku dengan suara tercekat setelah perlakuan Ethan yang hampir saja membahayakan kandunganku. Aku tidak mengerti kenapa Ethan bisa dengan mudah berubah sikap padaku. Padahal, Ethan selalu terlihat baik dan juga romantis saat bersama mommy. Lalu, kenapa ketika bersamaku Ethan bersikap seperti ini? Selalu ada kemarahan yang aku lihat di raut wajahnya membuatku merasa sedih setelah menikah. Seharusnya aku senang karena akhirnya rencanaku berhasil. Tapi ... kenapa perasaanku mengatakan hal yang sebaliknya? “Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi malam itu, Kiran? Aku bukanlah orang yang dengan mudah meniduri wanita ketika aku mabuk!” tanya Ethan yang dengan suara tinggi saat berbicara denganku. Aku hanya bisa terdiam sambil melihat Ethan dengan air mata tertahan. Tidak mungkin jika aku menceritakan semua yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau rencanaku yang sudah berhasil ini gagal beg
Drrt ... drrt ... drrt Ponselku bergetar tanda ada panggilan yang masuk dari seseorang. Aku mengambil ponselku yang sengaja aku letakkan di atas meja. Terlihat nama Ethan tertera di layar ponsel. Aku mengerutkan keningku karena Ethan tidak pernah meneleponku sejak kejadian itu. “Kenapa Ethan meneleponku?” tanyaku dengan kening berkerut lalu menggeser logo berwarna hijau dan mendekatkan ponsel ke arah telinga. “Hallo, Ethan. Ada apa kau menelponku?” “Kiran....” Terdengar suara isakan tangis di sebrang telpon sana membuat kedua alisku hampir saja menyatu mendengar Ethan yang terisak. Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. “Ethan, kenapa kau menangis? Ada apa?!” “Adriani bunuh diri tadi malam.” Sebuah fakta yang terucap dari bibir Ethan membuatku terkejut bukan main. Aku langsung berdiri dari dudukku karena tidak percaya dengan ucapan Ethan barusan. “Apa?!” Aku terpekik, suaraku bahkan tercekat. Air mataku lolos begitu saja tanpa perinta
“Kiran, Adriani menyelamatkanmu ketika Julian membuangmu!” tegas Ethan membuatku langsung menoleh ke arahnya karena tidak percaya. “Apa maksudmu berkata seperti itu?” tanyaku dengan kedua alis yang hampir menyatu. Rasanya tidak mungkin ayahku membuang aku begitu saja. Aku sangat mengenalnya dan ia adalah pria pertama yang aku kenal dengan baik selama hidupku. Ethan terdiam seraya menutup mulutnya dengan salah satu tangannya seolah ia baru saja mengatakan sesuatu yang salah. “Lupakan!” Aku mengerutkan keningku dan melihat Ethan dengan tatapan menyelidik. Aku berpikir jika Ethan sedang menyembunyikan sesuatu dariku. *** Pemakaman mommy sudah selesai beberapa jam yang lalu. Aku kembali pulang dengan perasaan hampa. Aku hanya duduk sendirian dengan air mata yang memerah karena habis menangis. Ethan hanya menyuruh orang lain untuk mengantarku pulang. Aku tidak tahu, Ethan pergi kemana karena sampai sekarang pun aku belum melihat batang hidungnya. A
“Ethan, aku adalah istrimu. Hanya karena kau memberiku uang setiap bulan padaku. Bukan berarti, aku bahagia, Ethan.” “Lalu, apa yang kau inginkan dariku? Kasih sayang dan cinta?” tanya Ethan sambil tersenyum mengejek membuatku merasa marah. “Apa salah jika aku meminta belaian kasih sayang dari suamiku sendiri?” tanyaku seraya menatap nanar ke arah Ethan. Bagaimanapun setelah pernikahan itu aku sudah sah menjadi istri dari seorang Ethan. Aku juga merasa pantas mendapatkan kasih sayang dan juga cinta dari suamiku sendiri. Apalagi sekarang aku sedang mengandung, membuatku sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang suami untuk menguatkan diriku sendiri. Memang, bayi yang aku kandung bukanlah darah daging dari pria yang sudah kujebak itu. Namun, apa salah jika aku meminta sedikit rasa kasih sayang kepada Ethan? Seperti yang selalu Ethan lakukan kepada mommy dulu. “Kiran, apa kau tidak merasa canggung denganku? Kematian Adriani saja baru beberapa bulan ya
Aku tidak mendengarkan ocehan Ethan padaku karena terfokus dengan rasa sakit yang luar biasa di bagian perutku. Rasanya benar-benar sakit sampai aku kesulitan untuk bernapas. Aku menoleh ke arah Ethan dengan air mata yang sudah berderai. “Ethan, perutku terasa sakit!” Aku berteriak sambil mengerang kesakitan. Suaraku begitu lirih dengan raut wajah yang begitu panik. Ethan terdiam setelah melihatku yang menatapnya dengan tatapan minta tolong. Ia hanya mematung dan tidak bergeming sedikit pun. “Ethan, tolong ... aku,” lirihku lagi. Ethan tersadar lalu berjalan menghampiriku. Kedua matanya langsung membulat setelah melihat sudah banyak darah segar yang membasahi pakaian bagian bawah. “Kiran, apa yang terjadi?” tanya Ethan dengan raut wajah yang mulai panik. Ia hanya terdiam membeku sambil menatap cairan kental berwarna merah yang terus saja keluar tanpa henti. “Ethan, apakah kau bisa menolongku untuk membawaku ke rumah sakit?” “Te