Share

Kesepakatan

Arzan mengetuk pintu sebuah unit apartemen di wilayah Kuningan.  Unit ini terletak di lantai 9.  Tak lama, seorang wanita muda membuka pintu dan tersenyum untuknya.

“Anisa?”  Arzan bertanya pada wanita muda itu.

Wanita itu pun mengangguk tersenyum.  “Pak Arzan?”  Dia pun bergerak mundur memberikan ruang agar Arzan bisa memasuki unit itu.

Arzan memasuki unit itu, dan langsung duduk di sofa ruang tengah.  Ya… ini memang apartemen keluarganya, tak perlu sungkan sama sekali dengan tempat itu.  “Jangan panggil saya pak, saya calon suami kamu.  panggil saya bang!” Pintanya. “Aurel  memanggil saya bang, kamu lakukan saja hal yang sama.”

Anisa tersenyum miris.  “Adik kita ya?”

“Ya tentunya, Aurel itu satu ayah dengan kamu, dan satu ibu dengan saya.”  Arzan pun memberikan penjelasan.

“Dan sekarang, abang akan menjadikan saya istrimu atas permintaan Pak Ferdinan?”

“Begitulah…”

Anisa tersenyum sinis. “Hidup ini begitu kompleks.”

“Sudahlah, saya ke sini bukan untuk membahas itu.”

Anisa yang sedari tadi berdiri, akhirnya duduk di sofa samping Arzam.  Di sofa single. 

“Kita harus mempercepat pernikahan kita, karena kondisi ayah begitu buruk.  Ayah bersikukuh menjadi wali pernikahanmu.  Karena hanya itu peran ayah yang bisa beliau lakukan untukmu.”

Anisa masih tersenyum getir.  Laki-laki yang tiba-tiba mengaku sebagai ayah kandungnya membawanya ke Jakarta.  Dan membuatnya melakukan serangkaian tes DNA demi adanya bukti sah untuk menyatakan bahwa laki-laki yang telah menyia-nyiakannya 21 tahun itu sebagai ayah biologisnya.  Sekarang laki-laki itu ingin berperan sebagai ayah dengan menyerahkan dia pada seorang laki-laki muda, untuk menjaganya, mengembalikan kehormatannya.  Wah… Ferdinan Ammar benar-benar laki-laki hebat, yang demikian elegantnya menyerahkan tanggung jawabnya yang telah lama ia lalai.

“Saya bukan perempuan yang layak untuk abang nikahi, kenapa abang bersedia menikahi saya, laki-laki itu nggak pantas menyerahkan tanggung jawabnya begitu saja pada abang?”

“Laki-laki yang kamu sebut itu adalah ayah tiri saya, laki-laki yang menyia-nyiakan kamu dan ibumu demi saya dan ibu saya.  Kalau dia saat ini sehat, dia pasti tidak akan melakukan ini pada kamu dan saya.  Ijinkan saya bersama kamu dan menjalankan permintaan ayah.  Toh ini nggak akan selamanya, sampai kamu mampu mandiri dan menjalani hidupmu dengan baik.”

“Apa abang mampu mencintai saya?”

“Kita tidak sedang bicara cinta.”

“Apakah suami istri bisa berjalan bersama tanpa cinta?”  Anisa bingung.

“Apakah selama ini kamu melayani laki-laki hidung belang dengan cinta?”

Anisa terdiam.

Sebenarnya Arzan iba harus mengungkit masa lalu Anisa, tapi dia pun harus bersikap tegas pada perempuan ini.

“Anisa, boleh saya bertanya berapa banyak laki-laki yang kamu layani?”

Anis terdiam sejenak, “Tiga.”

Arzan terkejut, “Kok Cuma segitu…. Bukannya kamu….”

“Sejak saya dijual oleh ayah tiri saya ke Mami Susan, saya hanya melayani langganan exclusive.  Selama empat tahun saya tinggal di rumah Mami, saya di kontrak exclusive tiga kali.  Jadi rata-rata saya hanya melayani satu tamu selama dua tahun.  Nah Om Dandy baru menjadi tamu saya beberapa bulan saja ketika Pak Ferdinan menjemput saya.”  Anisa masih belum ikhlas memanggil Ferdinan dengan sebutan ayah.

Arzan mengamati Anisa.  “Kamu memang cantik, tapi apakah pelayanan kamu sehebat itu hingga mereka bersedia mengontrak exlusive pada kamu.  berapa bayaran kamu?”

“Saya nggak tahu, tapi mami Susan membayar saya seratus juta sebulan.”

Arzan bersiul takjub.  “Berarti sekarang kamu punya uang sedikitnya empat milyar?”

“I wish….”  Anisa Kembali meringis.  “Kemal ayah tiri saya selalu merampas uang saya.  Saya memang punya tabungan, tapi tak lebih dari lima puluh juta.”

Arzan langsung iba.  Kurang ajar sekali si Kemal itu rupanya.  “Apakah kalau kita menikah, ayah tiri kamu akan mengganggu kita?”

Anisa menggeleng ragu.  “Sepertinya tidak akan.  Terakhir dia menelepon saya untuk minta uang dia dalam kondisi sakit parah. Terakhir Mami bilang kondisi laki-laki itu sekarat, mungkin dia sudah mati? Saya nggak tahu, tapi sudah lima bulan ini dia tidak mengganggu saya.

Dalam hati Arzan berniat mencari tahu tentang itu.

“Apakah kamu bersedia berubah menjadi baik?”

Anisa tersenyum, bukan keinginannya hidup dalam jurang kehancuran itu.  Tentu saja dia mau berubah.  Anisa pun mengangguk mantap.

“Apakah saat kamu menikah dengan saya kamu bersedia untuk setia pada saya, hanya pada saya?”

Anisa pun mengangguk lagi.  Wajar kalau Arzan meragukan kesetiaannya.

“Saya laki-laki normal.  Saya harap ketika kamu istri saya, kamu bisa melayani saya melebihi kamu melayani pelanggan kamu.  karena sesungguhnya hanya sayalah yang berhak atas kamu nantinya.”

“Saya mengerti.”

“Terima kasih.  Begitu semua urusan administrasi selesai, kita akan menikah.  Mungkin minggu depan, mungkin lebih cepat dari itu.  Semua ini demi ayah kita.  Ayah tiri saya, dan ayah kandung kamu.”

Arzan pun bergerak keluar dari unit itu, meninggalkan Anisa yang termenung sendirian.  Anisa masih belum memahami yang terjadi dalam hidupnya.  Tuhan seakan begitu gemar menjumpalitkan hidupnya.  Belasan tahun ia hidup sengsara dalam ketakutan.  Setiap harinya harus melihat pemandangan bahwa sang ibu terus menerus disiksa oleh Kemal sang ayah tiri.  Lima tahun yang lalu sang bunda pun meninggal dunia, hidupnya pun seakan berhenti saat itu.  Empat tahun lebih ia harus merasakan kehidupan di mana seluruh harga dirinya harus hancur dengan melayani para laki-laki hidung belang.  Hidup dalam ketakutan bahwa setiap saat ia akan mati akibat ancaman yang nyata depan mata.  Dan kemudian, tiba-tiba saja, tiga  bulan yang lalu, semuanya berubah.  Kembali ke Jakarta, tinggal di apartemen sendirian tanpa ada lagi rasa takut. Bertemu ayah biologisnya yang begitu kaya dan bersedia menyelamatkannya.  Dan sekarang, dalam waktu dekat ia akan menjadi seorang istri dari laki-laki muda terhormat bernama Arzan Gerrald. What a complicated world for her.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status