Share

Ikhlas

  1. Wealth and Wide TBK merupakan perusahaan pemegang hak pengelolaan satu brand hotel international untuk wilayah Indonesia. Perusahaan ini telah memiliki hotel bintang lima di Medan, Jakarta, Surabaya dan Makasar. Juga memiliki tiga resort di Anyer, Bali dan Batu.  Hadiutama Reganegara alm adalah orang pertama yang membuat perjanjian pemegak hak atas bisnis perhotelan ini.  Dan perjalanan perusahaannya telah berjalan empat puluh tahun lamanya.  Setelah Hadiutama memutuskan pensiun, tak lama kemudian meninggal dunia, kepemimpinan perusahaan dilimpahkan ke putri tunggalnya yaitu Genya Reganegara.  Setelah Gennya menikah pucuk pimpinan dilanjutkan oleh dua orang yaitu ia dan sang suami Ferdinan Ammar.  Setelah Gennya meninggal dunia, Arzan yang baru menyelesaikan S2 nya di Brisbane, dan berniat tinggal sementara waktu di kota itu, diminta sang ayah tiri untuk pulang.  Atas bimbingan Ferdinan Ammar, Arzan kini yang memegang puncak pimpinan usaha mereka.  Ferdianan tak ingin kalau sampai Arzan berfikir kalau dirinya berniat mengambil kekuasaan penuh atas usaha yang memang berjalan begitu maju itu. 

Perusahaan ini memang telah terbuka.  Artinya ada board dan dewan direksi para pemegang saham yang cukup berperan dan selalu meminta pertanggung jawaban atas Kesehatan perusahaan ini.  Tapi bagaimanapun keluarga Reganegara beserta keturunannya memiliki 60% saham.  Sehingga pucuk kepemimpinan selalu ada di tangan mereka.  Baru satu tahun terakhir ini Arzan benar-benar memimpin perusahaan seutuhnya, karena memang Ferdinan tidak lagi mampu akibat sakitnya. 

Maka, sangat mengherankan apabila pernikahan Arzan dan Anisa tidak dirayakan dengan megah.  Dengan alasan sang ayah sakit, maka perayaan pernikahan itu ditunda sampai waktu yang tak bisa ditentukan.  Biar bagaimanapun Arzan berusaha memposisikan Anisa sebagai istri dengan layak.  Ia mempublikasikan pernikahan sederhananya ke sosial media pribadi dan perusahaan.  Begitu juga di hari pertama setelah menikah, Arzan mengumpukan seluruh stafnya di hotel yang ada di Jakarta, membawa Anisa ke kantornya, dan memperkenalkan Anisa sebagai istrinya kepada seluruh pegawai Hotelnya di Jakarta.  Untuk pegawai hotel dan resort di luar Jakarta, mereka akan tahu melalui pengumuman board online kantor mereka.

Di hari ke 2 setelah Arzan dan Anisa menikah.

“Kamu punya rencana dalam hidupmu?”  Arzan membuka percakapan di waktu makan pagi mereka.

“Maksudnya?” Anisa agak bingung.

“Proses kamu menjadi mandiri.”

Anisa paham.  “Saya mau kuliah bang.”

“Kamu mau satu kampus dengan Aurel?”  Adik mereka tahun ini juga akan kuliah.  Dia sudah diterima di kelas international UI jurusan Ekonomi.

Anisa menggeleng.  “Saya nggak mau Aurel malu satu kampus dengan saya.”

“Apa menurut kamu Aurel malu punya kakak kamu?”

Anisa hanya tersenyum.

“Ya sudah, kamu kuliah di kampus tengah kota saja ya.  Kampus itu juga berkualitas sangat bagus.  Tapi ujian masuknya juga sulit.  Kamu harus mempersiapkan diri dengan baik.”

Anisa mengaguk mengerti.

“Artinya, sementara waktu saya akan mencarikan guru private agar kamu bisa mempersiapkan diri.  Saya yakin kamu pasti lupa dengan pelajaran SMA.”

Anisa sedikit meringis.  “Seburuk apapun saya, waktu SMA saya rangking satu seangkatan.”

Arzan takjub.  “Sayang sekali kamu sampai nggak kuliah.”

“Bagaimana pun ini perjalanan hidup saya.”

Arzan Kembali dirundung rasa bersalah.  “Maafkan saya, kalau bukan karena keegoisan keluarga ini, kebahagiaan kamu nggak akan terenggut.”

“Sudah terjadi bang.”

Arzan mengerti.  “Maksud saya, sementara waktu ini.  Maukah kamu mendekatkan diri kamu pada ayah kita?”

Anisa terdiam.

“Mungkin waktunya sudah tak lama lagi Nis.  Nggak ada salahnya kan kamu mengenal ayah kandungmu?”

Sebenarnya tanpa diminta Arzan pun dia memang berniat seperti itu.  Ia ingin sekali menjaga dan merawat sang ayah.  Dokter sudah menyerah dengan penyakit Ferdinan.  Dan Kini sang ayah pun lebih memilih untuk tinggal di rumah dibandingkan berlama-lama di rumah sakit.  Walau segala perlengkapan medis begitu lengkap mendukung perjalanan sisa hidupnya.  Ferdinan hanya terbaring di tempart tidurnya, untuk bernafas pun ia membutuhkan dukungan alat medis.

Anisa pun mengangguk pelan.

Arzan tersenyum tulus dan lega.  “Makasih Nis, saya tahu nggak mudah untuk kamu memaafkan dia.  Dan juga kami.”

Arzan pun bangkit ketika ia telah selesai makan pagi, dan menyampaikan yang ingin ia sampaikan pada sang istri.  “Secepatnya kamu akan mendapatkan guru private untuk persiapan ujian masuk ya.”

Arzan pun meninggalkan Anisa untuk ke kantor.

“Bang….”

Langkah Arzan berhenti sesaat ketika Anisa memanggilnya.

“Bolehkan saya berperan sebagai istri kamu?”

Arzan agak bingung dengan pertanyaan itu.

Anisa menghampiri Arzan, mencium tangannya dengan takzim.

Arzan mengerti.  Walau sedikit ragu, dia pun mencium kening Anisa, tersenyum, dan mereka bergandengan tangan menuju pintu keluar.

Telah ada Ari sang supir yang menanti di dalam sebuah Sedan Lexus berwarna hitam metalik itu.

Arzan Kembali tersenyum, sebelum meninggalkan Anisa.  Anisa pun melepas sang suami pergi ke kantornya.  Tak lupa ia mengucapkan doa untuk keselamatan dan kemudahan perkara-perkara sang suami dalam bekerja.  Setelahnya, ia pun memupuk mentalnya menuju kamar sang ayah kandung.  Masih belum sepenuhnya ikhlas melupakan apa yang laki-laki itu lakupan padanya dan sang ibu.  Tapi bagaimanapun ia tetaplah seorang ayah untuknya kini.

**

Tiga bulan setelah pernikahan Arzan dan Anisa, Fedinan Ammar menyerah dalam hidupnya.  Ia menutup matanya dengan begitu tenang.  Setelah mengucapkan terima kasih pada Arzan, dan ribuan kali kata maaf untuk Anisa.  Di hari kamis, sebelum dimakamkan Ferdinan Amar di semayamkan di Hotel mereka yang terletak di jantung kota Jakarta.

Setelah upacara pemakaman selesai.  Arzan meminta Anisa untuk menemaninya ke hotel mereka.  Tadi sang sekertaris pribadinya menyatakan ada satu dokumen yang harus ditanda tanganinya.  Sebenarnya, hari ini Arzan tidak berniat untuk aktif bekerja.  Yang bener aja, mereka masih berduka.

Malas untuk ke kantor suami yang terletak di lantai 21.  Anisa memilih untuk duduk manis di lobi hotel saja.  Toh memang Arzan berniat tak akan lama, makanya dibiarkan saja ketika Anisa bilang ia terlalu lelah untuk ikut naik.

“Anisa? What are you doing here?”

Anisa kaget luar biasa, dia begitu mengenal suara laki-laki berlogat Eropa itu.

“HI Nathan, how are you?” Anisa memelankan suaranya.  Agak nggak nyaman berharap Nathan cepat pergi.  bagaimana pun ini kantor suaminya.

“Are you expand to Jakarta now?” Nathan jadi ikut berbisik. “Are you meeting with your customer?”

Belum Anisa menjawab.  “Siapa Nis?”  Arzan pun telah ada di sampingnya.

“Bang, ini Nathan.  He used to be my customer.” Anisa berusaha memberikan kode pada Arzan.

Arzan langsung mengerti.

“Oh, I am sorry.  Are you her client?” Wajah Nathan menyiratkan mari kita cukup tahu sama tahu.

“No. I am her husband.” Arzan bersikap sangat dingin.

“Oh, I am sorry.”  Nathan pun langsung pergi meninggalkan mereka.  Wajahnya menyiratkan ia ingin menenggelamkan dirinya ke dasar laut.

Arzan pun masih dengan tatapan dinginnya.  “Kita pulang sekarang!”

Langkahnya begitu cepat, Anisa berusaha keras mengimbangi sang suami.  Dia sangat paham apa yang dirasa Arzan sekarang.

**

“Bang, Maaf!” Pintanya pelan.  Anisa berusaha memegang tangan Arzan dengan hati-hati.  Kalau Arzan menolaknya ia sangat maklum.

Arzan tersenyum walaupun dipaksakan.  Mereka tidak bisa berbicara dengan leluasa.  Karena Ari supir mereka juga ada dalam mobil ini.

“Sama sekali bukan salah kamu.  saya justru salut dengan kejujuran kamu.”

Anisa tersenyum.

“Hanya saja, saya belum sepenuhnya ikhlas.  Maafkan saya Nisa, hati saya tidak seluas Samudra.”

Anisa mengangguk.  Hati-hati didekatkan dirinya pada Arzan dengan menyenderkan kepalanya di bahu Arzan.  Diapun sangat siap kalau Arzan menolaknya.  Tapi ternyata dia salah, Arzan justru menerima sikap manja Anisa.  Membalasnya dengan mencium pucuk kepala Anisa.

Ah… lega rasanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status