Taman bermain Finn mencetak rekor dengan jumlah pengunjung tertinggi tahun itu. Semua wahana hiburan ramai dan antrian membludak, seolah-olah seluruh penduduk kota memutuskan hari itu adalah hari yang tepat untuk bermain. Jeritan senang, teriakan, tangisan, semua membaur dalam suasana musim panas. Sinar matahari yang sangat terik dan udara panas yang membakar kulit tidak membuat semangat para pengunjung surut. Mereka semua menikmati liburan musim panas yang hampir berakhir.
Di salah satu café di dalam taman bermain Finn, lima orang remaja sedang duduk beristirahat di teras luar. Bagi murid SMA Culfox, wajah kelima orang tersebut tidak asing. Bahkan mungkin ada beberapa wajah yang lebih baik dihindari jika ingin memiliki masa SMA yang tenang dan nyaman. Beberapa wajah lainnya, seperti Chang atau Cheryl, mungkin lebih susah untuk dihindari karena wajah mereka yang sangat rupawan.
Para remaja itu sedang asyik bercanda sambil merokok saat Samuel kembali dari dalam café. Ia membawa sekaleng soda dingin. Wajahnya terlihat geli ketika ia berjalan mendekati teman-temannya.
“Tebak siapa yang kulihat di dalam.”
Kelima temannya menatapnya dengan ekspresi yang beraneka ragam.
“Coba kutebak; wanita mana yang tidak beruntung kali ini?”
Cheryl mendengus. “Ayahmu?”
“Kalau dia bertemu ayahnya, dia pasti sudah mati sekarang.”
Samuel memutar bola mata. “Lucu sekali.”
Salah seorang gadis tersenyum dan bertanya, “Jadi, siapa?”
Bibir Samuel, yang menyentuh kaleng, tertekuk ke atas. Matanya berbinar dengan cara yang membuat Kim mengernyit. “Lock.”
Hening sejenak, kemudian..
“Siapa?”
Samuel berdecak melihat ekspresi kosong teman-temannya. “Gah!” ujarnya jengkel. “Lock si ‘Badut’. Pelayan Jihun dan anteknya.”
“Oh, anak aneh penyendiri itu.”
Cheryl mengunyah kentang dengan wajah jemu. “Maksudmu, pelayan Avery? Kenapa tidak mengatakan saja ‘Pelayan Avery’? Tidak ada yang tahu siapa nama aslinya.”
Beberapa temannya tergelak dan setuju.
“Jadi, kenapa dia ada disini? Apa Jihun dan Avery disini juga?”
“Uah,” Chang menjulurkan lidahnya dengan ekspresi mual. “Aku tidak mau bertemu si keparat itu disini.”
Pemuda di sampingnya nyengir lebar. “Taruhan kau tidak akan berani berkata begitu di depan wajahnya.”
“Hah!” Chang mendengus dengan angkuh. “Kuterima. Memangnya aku terlihat takut dengan si brengsek itu?”
“Sesama sampah tidak akan saling mengusik,” Kim mengangguk, menyetujui. Chang melempar popcorn ke arahnya. “Kenapa kau marah? Kau sendiri yang bangga menyebut dirimu sebagai..”
“Dia menjadi pelayan.”
“Yap, pelayan.” Kim terdiam sejenak. “Tunggu, apa?”
Samuel menyeringai. “Si Lock. Dia menjadi pelayan di dalam sana. Sepertinya dia kerja sambilan.”
“Yah, aku tidak heran. Memangnya, apa yang dia lakukan? Menjadi badut?”
Samuel langsung berdiri dan menirukan apa yang dilihatnya tadi. “Silakan, ini minumanmu. Kau butuh es batu?”
Teman-temannya tertawa melihatnya.
“Bagaimana jika kita membayarnya menjadi badut untuk kita hari ini? Aku sudah mulai bosan disini.”
“Apa? Kau bercanda?” Cheryl mendelik.
Mereka mengabaikan Cheryl. “Desas-desusnya, dia melakukan apa saja demi uang. Tempat dia tinggal adalah bangunan milik Avery. Itulah sebabnya dia menjadi pelayan wanita itu.”
“Tunggu, jadi dia pemuas nafsu Avery? Bisa dipahami.”
Semua terbahak kecuali Cheryl. Dia menggumam, “Dia bahkan tidak menarik.”
“Oh, dia keluar,” Samuel sedang mengamati pintu teras sambil nyengir. Dia melihat sosok seorang pemuda yang dikenalnya, tengah membawa nampan dan berjalan lurus ke arah mereka.
“Kau pesan sesuatu?”
Samuel mengangguk sembari menenggak soda. “Yeah, kupikir kita semua pasti ingin bertemu dengannya. Jadi, aku tadi memesan…” suara Samuel memelan. “… kentang.”
Cheryl, yang masih cemberut, tidak tertarik dan terus memakan kentangnya yang sudah dingin. Dia masih kepingin bermain, tetapi gara-gara teman-temannya, kemungkinan besar mereka semua tidak akan berpikir untuk melanjutkan permainan. Ini semua dikarenakan si pelayan Avery. Cheryl membenci Avery.
Setelah menghabiskan satu kentang goreng, Cheryl baru menyadari bahwa kelima teman-temannya terdiam. Dia memandang Kim, yang duduk di depannya, sedang bengong tanpa berkedip. Cheryl kemudian melirik Chang, dan hampir tersedak melihatnya. Chang selalu menjaga penampilannya yang sempurna dan tidak pernah menolerir jika dirinya terlihat bodoh dan jelek. Tetapi saat ini, kedua deskripsi itu tergambarkan dengan tepat di wajah eloknya. Cheryl tergoda untuk mengabadikan momen langka itu, namun kemudian sadar bahwa ekspresi kedua temannya yang lainpun tidak lebih baik – yang mana itu sangat aneh.
Pada saat itu, Cheryl mendengar suara di belakangnya.
“Um, kentangmu?”
Itu suara pria asing yang terdengar keheranan.
“Eh, ya, ya..” jawaban dari Samuel terdengar pelan, aneh, dan tidak yakin, seolah-olah dia setengah sadar. “Taruh saja di meja…”
Tangan putih terjulur menaruh kentang yang baru digoreng dan terlihat menggiurkan, ke atas meja. Cheryl suka kentang goreng dan dia langsung mencomot satu sambil menatap teman-temannya dengan kening berkerut. Semua temannya masih memandangi satu titik; dan titik itu berada tepat di belakang Cheryl.
“Ada apa dengan kalian?” tanya Cheryl heran. “Bukankah kalian ingin bicara dengan orang ini?” ibu jari Cheryl menunjuk ke belakang.
“… Denganku?”
Cheryl mengunyah kentangnya sambil tertawa kecil. “Ya,” jawabnya. Dia menoleh dengan malas ke arah pelayan rivalnya. “Mereka ingin…”
Kentang terjatuh dari tangan Cheryl, mulutnya ternganga dan isi kentang terlihat di dalamnya.
Dia melihat sepasang mata gelap, yang selalu nampak menerawang jauh, di wajah seorang pemuda yang jauh dari kata ‘menonjol’ atau ‘maskulin’. Tubuhnya kecil dan kurus dengan rambut bewarna coklat pasir yang sedikit panjang hingga ke tenguk. Cheryl pernah melihat pemuda tersebut di sekolahnya, dan karena penampilannya yang demikian, dia tidak pernah meliriknya lebih dari sekali.
Namun saat ini, baik Cheryl maupun kelima temannya yang lain, tidak bisa mengalihkan pandangan dari sosok pemuda tersebut. Mereka tidak peduli bagaimana rupa pemuda itu yang selama ini sangat mudah dilupakan; tidak peduli bagaimana tubuhnya yang kurus; tidak peduli dengan ekspresinya yang selalu menerawang bahkan saat dia ditindas... Pada detik itu, mereka sampai di satu titik dimana mereka tidak akan peduli bahkan jika pemuda itu bertanduk atau berkaki empat.
Tidak ada lagi kamus tampan atau jelek, kurus atau gendut, tinggi atau pendek, kaya atau miskin. Itu tidak penting. Yang terpenting adalah orang yang berdiri di pusat segalanya; orang yang menyediakan daya tarik yang bahkan melebihi daya tarik seksual. Itu adalah daya tarik dimana orang-orang bersedia melakukan apapun demi orang itu. Sumber kehidupan berasal darinya.
Dan orang itu tidak lain adalah si Badut. Pelayan Avery. Si anak aneh. Lock.
Cheryl tidak kuasa menahan getaran yang muncul dari dadanya. Pandangannya seketika menggelap.
Hari itu beberapa keanehan muncul sejak Lock membuka mata. Ia bangun di apartemen kecilnya yang lusuh dan gelap, mendapati seekor burung masuk ke dalam kamarnya dan mengacak-ngacak pakaiannya yang sedang dijemur. Dia mengamati burung itu membuang kotoran di bajunya sembari bersandar di ambang pintu. Si burung mengamatinya balik tanpa rasa takut, seolah mengejeknya. “Haah,” Lock mendesah dan mengusap rambut coklatnya yang berantakan. “Aku berharap kau bisa berkunjung baik-baik dan tidak membuang kotoran di bajuku.” Si burung putih bercuit ribut sambil mengepakan sayap seolah tidak setuju. Detik berikutnya, dia mengotori pakaian Lock yang lain. Lock hanya menunduk sedikit melihat itu dan menghela nafas panjang. Burung putih itu sepertinya memiliki hobi untuk selalu mengacaukan tempat tinggalnya yang sudah berantakan. Lock beranjak dan membuka jendela lebar-lebar. “Kenapa kau tidak membuang kotoranmu di baju bibi sebelah saja?” gumamnya. “Aku akan member
Berpuluh-puluh kilometer dari apartemen kecil Lock, seorang gadis sedang berbaring diatas sebuah tempat tidur mewah di sebuah kondomonium elit. Gadis kecil itu mengerang dengan wajah pucat. Badannya melengkung dan mengejang menahan sakit. Di sampingnya, sepasang suami istri menatapnya dengan pose stres. “… Melisa, telepon dokter Ken lagi.” Melisa, seorang wanita cantik yang menginjak usia 40 tahun, melirik suaminnya dengan pandangan kesal. “Telepon sendiri.” “Apa?” Melisa tidak gentar di bawah tatapan marah suaminya “Kau dengar kataku,” kata Melisa ketus. “Aku sudah menelpon dokter Ken sepuluh menit yang lalu. Kalau kau tidak sabar, telepon sendiri.” Wajah Baram merah padam karena marah. Dia mendengus, kemudian bangkit berdiri, dan mengambil telepon dengan kasar. Suara Baram yang marah dan tidak sabar terdengar, tetapi Melisa tidak peduli. Ia menatap gadis kecil yang terbaring di depannya dengan pandangan kosong. Geraman terdengar; dan wajah p
Setahun kemudian.Ponsel Avery berdering nyaring di atas sebuah meja. Avery melirik nama si penelpon dan langsung mengacuhkannya. Beberapa orang, termasuk penjaga, meliriknya tajam dan kesal, tetapi Avery tidak peduli.Jelas saja para murid dan penjaga kesal karena Avery sedang berada di perpustakaan yang menjunjung tinggi keheningan. Namun, tidak ada yang berani menegurnya. Alasannya sederhana; itu karena ia adalah salah satu anak terkaya di SMA Culfox. Ayahnya donatur utama yang membuat penjaga perpustakaan segan padanya, dan kakaknya, Jihun, adalah si brengsek yang memiliki reputasi buruk di sekolah.Sebenarnya, para murid tahu bahwa Jihun dan Avery jauh dari kata akrab, tetapi Jihun adalah berandalan yang suka mencari gara-gara. Itu sudah cukup menjadi alasan untuk sebagian murid tidak macam-macam dengan Avery, kecuali mereka siap berhadapan dengan Jihun. Avery membenci Jihun, tetapi dia menyukai keuntungan yang ia dapat karena itu berarti d
Mereka berdua berjalan beriringan tanpa banyak bicara. Setelah berada sedikit jauh dari lingkungan sekolah, Avery berjalan bersisian dengan Lock. Avery tidak ingin sering bertemu Jihun atau pulang bersamanya, jadi dia memilih tinggal bersama dengan beberapa pelayan di rumah lain dan meninggalkan keluarga besarnya yang tinggal di rumah induk. Rumah tempatnya ia tinggal sekarang sangat dekat dengan sekolah sehingga ia hanya perlu berjalan kaki selama 10 menit. Lock, pelayan tidak resmi Avery, selalu ‘menjemputnya’ dan mereka selalu berjalan bersama berangkat dan pulang sekolah. Namun, Lock jarang bicara dan tidak pernah bertanya apa pun padanya, apalagi membicarakan dirinya sendiri. “Hei,” panggil Avery. Ia berhenti berjalan. “Ayo kita makan es krim.” Hari itu tiba-tiba saja berbeda. “… Apa kau sakit?” Jawaban dan ekspresi Lock membuat Avery geram. “Berhenti menjadi orang brengsek dan pergi beli es krim.” Beberapa menit kemudian, mereka
Lamunannya terinterupsi ketika bus berhenti di halte tujuannya. Hujan kembali turun saat ia turun dari bus, membuat Lock harus berlari menembus hujan hingga ke gedung apartemennya.Saat dalam perjalanan naik tangga menuju kamarnya yang ada di lantai 3, Lock menyadari bahwa ia basah kuyup dan jejak kakinya mengotori lantai. Mau tidak mau, bayangan tetangganya yang akan menghujaninya dengan 1001 sumpah serapah, terbayang di benak Lock. Bibi sebelah kamarnya selalu mencari hal untuk memarahi Lock, bahkan hingga ke hal-hal yang tidak masuk akal seperti ini:“Bunga-bungaku selalu layu di tempat ini! Tidak ada hawa kehidupan sama sekali yang bisa membuatnya mekar dengan indah!”Dia melotot seolah-olah Lock adalah sumber tragedi yang membuat bunganya layu. Saat itu, Lock menjawab dengan wajah serius.“Itu karena Bibi terlalu banyak tersenyum pada bunga itu.”Sebelum wanita itu memproses makna jawabannya, Lock meny
Di malam hari yang cerah, beberapa orang warga berkerumun di salah satu lapangan yang dikenal sebagai markas Red Carnaval. Polisi menjaga agar tidak ada orang yang bisa mendekat, sementara gosip berhembus diantara para kerumunan warga. “Mereka menjual obat-obatan, para pemain sirkus itu.” “Aku dengar mereka juga memperjualbelikan manusia.” “Ck, sudah kuduga orang-orang sirkus itu tidak baik. Binatang yang mereka gunakan sebagai bagian dari atraksi itu terlihat tersiksa.” “Kau menyukai atraksi mereka.” “Ah, tidak. Aku selalu tahu kalau mereka orang-orang jahat. Hei, lihat! Itu rombongannya! Mana ketua mereka – si Joe?” “Dia ditembak mati oleh Detektif gila itu.” Mereka menatap para petugas yang sibuk menggiring beberapa orang ke dalam mobil polisi atau menyusup masuk ke dalam mobil-mobil karavan untuk mencari bukti. Para warga semakin asyik berdiskusi apalagi setelah melihat beberapa tim medis keluar membawa kantong-kan
Lock memandangi langit biru cerah tidak berawan dengan mata menerawang. Burung-burung terbang bebas di angkasa, berkicau lembut seperti nyanyian indah di siang hari. Suasana terasa indah, tetapi tidak tampak nyata bagi Lock, sama seperti saat ia memikirkan tetangganya yang lenyap tanpa jejak. Semua yang ia alami terasa tidak nyata. Hari itu bergulir dengan sangat cepat. Lock hampir tidak bisa mengingat apapun selama perjalanan ke sekolah, atau saat ia menjemput Avery, dan tidak ingat apa-apa sejak ia masuk kelas hingga saat ini. Ia bahkan tidak menyadari hari sudah siang dan ia sudah berada di atap untuk menghabiskan waktu istirahat sendirian seperti biasanya. Lock tidak heran karena pikirannya penuh dengan semua keanehan yang terjadi di sekelilingnya. Luka lama di tubuhnya hampir lenyap tidak bersisa, ‘pesona’ aneh yang dimilikinya, bisikan mengerikan yang hanya dapat didengar olehnya, mata kanannya yang terkadang mengeluarkan sinar redup bewarna kemerahan; semua te
Hanya suara gemuruh yang terdengar saat Lock selesai. Ia tidak bisa melihat Jihun karena pandangannya ditutup oleh tubuh besar antek Jihun yang berdiri mengelilinginya. Lock menunggu perasaan lega itu datang; dia yakin saat anak-anak di sekelilingnya mengetahui kenyataan bahwa Jihun membohongi mereka, mereka akan pergi meninggalkan pemuda menyedihkan itu. Tapi, tidak ada kelegaan saat Lock membuka kartunya. Ia tersentak mundur saat mengetahui ada sesuatu yang salah. Tepat saat itu, suara tawa Jihun terdengar di tengah-tengah rintikan hujan yang mulai turun. “Puahahahhahahahahaha!” Jihun menyeruak diantara badan kedua temannya. Ia terlihat santai sekali dengan senyum menghiasi wajahnya yang tampan. Air hujan membasahi rambut Jihun dan matanya menatap Lock dengan tatapan mencemooh. “Pegangi dia.” Diluar dugaan Lock, teman-teman Jihun bergerak mengikuti perintah pemuda itu tanpa keraguan sedikitpun. Tangan kanan dan kirinya dipegangi kuat-kuat h