Mereka berdua berjalan beriringan tanpa banyak bicara. Setelah berada sedikit jauh dari lingkungan sekolah, Avery berjalan bersisian dengan Lock.
Avery tidak ingin sering bertemu Jihun atau pulang bersamanya, jadi dia memilih tinggal bersama dengan beberapa pelayan di rumah lain dan meninggalkan keluarga besarnya yang tinggal di rumah induk. Rumah tempatnya ia tinggal sekarang sangat dekat dengan sekolah sehingga ia hanya perlu berjalan kaki selama 10 menit. Lock, pelayan tidak resmi Avery, selalu ‘menjemputnya’ dan mereka selalu berjalan bersama berangkat dan pulang sekolah. Namun, Lock jarang bicara dan tidak pernah bertanya apa pun padanya, apalagi membicarakan dirinya sendiri.
“Hei,” panggil Avery. Ia berhenti berjalan. “Ayo kita makan es krim.”
Hari itu tiba-tiba saja berbeda.
“… Apa kau sakit?”
Jawaban dan ekspresi Lock membuat Avery geram. “Berhenti menjadi orang brengsek dan pergi beli es krim.”
Beberapa menit kemudian, mereka berdua duduk di ayunan yang berada di taman. Ayunan itu basah, dan tidak ada orang atau anak-anak disana sama sekali akibat hujan yang baru saja reda. Avery tidak peduli celananya basah dan segera duduk sambil makan es krim. Di sebelahnya, Lock duduk dengan patuh dengan es krim di tangannya. Seperti biasa, Lock hanya menatap kosong ke depan tanpa berkata apapun.
Avery berdecak kesal padanya. “Kenapa kau tidak bertanya?”
Es krim yang dipegang Lock berhenti ditengah jalan. Ia mengerjap bingung. “Soal apa?”
“Apa saja! Kenapa kita makan es krim, mengapa aku berkelahi, bagaimana aku putus cinta..” Avery menyipitkan matanya. “Apa kau tidak penasaran?”
“…Apa kau akan memukulku lagi jika aku menjawab ‘tidak’?”
“Tidak, kali ini aku akan membantingmu.”
Lock mendesah dengan ekspresi menyerah. “Baiklah, kenapa kita makan es krim?” dia bertanya dengan nada datar dan tanpa minat sedikitpun, yang membuat Avery harus menahan diri untuk tidak menendangnya.
Avery membuang muka dan mengalihkan pandangan ke arah es krim di tangannya. Untuk sesaat, dia kebingungan sendiri. Sebersit keraguan terlintas di benaknya.
'Bagaimana jika dia tidak peduli? Untuk apa aku menyuruhnya untuk menanyakan hal itu?' Avery mengutuk dirinya sendiri dalam hati, mulai merasa konyol. Apa yang ia harapkan?
“Kau tidak perlu menjawab jika tidak ingin,” Lock berkata. Pemuda itu sedang makan es krim dengan tenang sambil menatap langit. Dari cara bicaranya, Lock terdengar benar-benar tidak keberatan Avery tidak menjawabnya sama sekali.
Avery menggertakan giginya. “Tutup mulut dan dengarkan,” geramnya. Lock seketika menutup mulutnya hingga membentuk garis tipis. Avery mendesah untuk menjaga dirinya tetap tenang saat ia menggumam. “Aku benci hujan. Apa.. kau tahu itu sehingga kau selalu mencari dan menungguku tiap hujan turun?”
Sekarang Avery benar-benar menyesal telah menyarankan pertanyaan semacam itu. Dia tidak terbiasa mengutarakan hal-hal menjengkelkan kepada Lock, dan Avery merasa suasana diantara mereka menjadi tidak nyaman sekarang. Avery terus menunduk memandangi genangan air yang berada di bawah ayunan; menolak menatap Lock.
“Aku tidak tahu,” jawab Lock sejurus kemudian. “Jika aku bilang aku ‘tahu’, itu terkesan seolah-olah aku memahamimu. Tapi, aku tidak memahamimu sama sekali. Aku hanya ingat, itu saja.”
Tangan Avery, yang memegang es krim, bergetar pelan. Keluarga, teman, bahkan mantan pacarnya, selalu berpura-pura memahami dan mengerti kondisi Avery, tetapi mereka selalu menatapnya tidak sabar, bingung, simpatik, bahkan jengkel, saat melihat Avery membenci dan menolak keluar ketika hujan turun. Kakeknya bahkan memanggil psikiater untuknya beberapa tahun yang lalu. Avery tidak membutuhkan simpati, apalagi dokter. Mereka semua tidak mengerti, membuat Avery selalu putus asa dan marah ketika mereka semua berkata mereka memahami perasaannya.
Dan disini, seseorang yang menolak memahaminya, tidak pernah menatapnya seperti itu; ia hanya diam dan menunggu seperti yang dilakukannya tadi.
Ironi tersebut membuat Avery mendengus keras dan tertawa. Dia masih tidak sanggup menatap Lock, namun suara Lock yang terdengar lembut dan tenang, membuatnya mendongak.
“Apa kau tidak ingin aku mengantarmu pulang?” tanyanya. “Rumahmu sudah dekat.”
Avery mengerjap melihat ekspresi Lock. Dia bingung sesaat sebelum kemudian pemahaman melintasi kepalanya. Lock mengira dia marah padanya. Avery hampir mendengus tidak percaya dan berkata, “Kau pelayanku, kenapa aku harus berjalan pulang sendiri?”
Kali ini justru Lock yang terlihat bingung mendengar jawaban Avery. Avery tidak yakin apa yang ada di benak Lock, namun Lock jelas tidak berpikir hal yang sama dengannya. Avery mendesah.
“Es krim ini bayaran untukmu karena menungguku tadi.”
Avery berusaha menelan alasan lainnya yang terdengar memalukan untuk diutarakan pada Lock, seperti: karena Lock tidak berusaha memahaminya, karena Lock tidak pernah meninggalkannya, karena Lock mengingat.. Dan karena Avery merasa bersalah pada pemuda itu. Untuk sesaat, gadis itu merasa melankolis.
“…. Tapi aku yang membayar es krim ini?”
Tanggapan Lock yang tercengang dan tidak terima, membuat perasaan melankolis yang dirasakan Avery beberapa detik yang lalu lenyap tidak bersisa. Avery bahkan tidak yakin dia sempat merasa bersalah kepada Lock.
Avery mengernyit padanya. “Ck, sudahlah, lupakan saja.” Avery mengibaskan tangan seolah jengkel. Ia kembali melahap es krimnya dan menggoyang-goyangkan jari telunjuk – menyuruh Lock melanjutkan. “Lanjutkan pertanyaan kedua.”
“Apa kau selama ini berpura-pura menjadi wanita kaya, padahal kau tidak punya uang sedikitpun?”
“Gah! Pertanyaan bodoh apa itu!”
Lock memutar bola matanya dan mengambil minum dari tasnya. Untungnya, ia masih ingat daftar pertanyaan yang diberikan Avery. “Kenapa kau berkelahi?”
“Karena kau, Idiot.”
"Uhuk!"
Lock tersedak dan seketika terbatuk-batuk. Ia mengamati Avery dengan bola mata membulat terkejut. Avery tidak menunggunya bertanya karena dia bisa melihat kali ini Lock benar-benar penasaran dan kebingungan. Hal itu membuat sudut mulut Avery melengkung membentuk senyum kemenangan.
“Aku tidak tahu bahwa kau cukup terkenal, Lock. Seorang gadis melabrakku demi kau. Bukankah itu luar biasa?” Avery berkata dengan sinis. “Coba lihat, dan ini bukan gadis biasa. Cheryl Victre! Gadis yang digilai seluruh SMA. Sekarang, bisakah kau menjelaskan mengapa aku harus dilabrak oleh seorang gadis seperti itu?”
Avery menunggu jawaban Lock, tetapi Lock hanya mengerjap padanya dengan pandangan kosong. “…Siapa?”
**
Dalam perjalanannya pulang dengan bus, Lock menyandarkan kepalanya ke dinginnya kaca sementara pikirannya mulai berkelana kemana-mana. Pembicarannya dengan Avery, terutama di bagian terakhir, terngiang di benaknya.
"Aku tahu kau tidak punya teman, tapi ini keterlaluan. Kau kan bukan alien, memangnya kau tidak mengerti apa yang orang-orang bicarakan soal dirimu akhir-akhir ini?”
Lock bukannya tidak tahu, tetapi dia berusaha mengabaikannya.
"Bagaimanapun, Cheryl melabrakku dan memaksaku untuk tidak menyakitimu lagi! Kau sadar, kan, betapa konyolnya wanita itu? Aku bahkan tidak pernah menyakitimu!”
…Lock tidak tahu bahwa wanita bisa sangat delusional seperti itu. Mengingat perkataan Avery membuat Lock tidak bisa menahan diri untuk tidak mendengus dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Cheryl…
Lock jujur saat dia berkata dia tidak tahu siapa itu Cheryl, tetapi dia bisa menebaknya dari ciri-ciri yang dijelaskan Avery. Avery sangat terheran-heran dan terlihat setengah jengkel setengah geli saat mengingat dirinya dilabrak oleh Cheryl karena Lock. Itu wajar; Lock tahu jelas dia bukan siapa-siapa bagi seluruh penghuni SMA Culfox. Keberadaannya sangat mudah untuk dilupakan. Lock sendiri tidak berusaha untuk memperbaiki keadaan tersebut.
Namun yang Avery tidak ketahui adalah kenyataan bahwa bukan cuma gadis bernama Cheryl, tetapi di luar lingkungan sekolah pun, ada beberapa orang yang ‘tertarik’ pada Lock. Lock sama sekali tidak bangga dengan prestasi tersebut. Sebaliknya, ia merasa ngeri karena yakin sejak kapan semua ini bermula.
Musim panas tahun lalu.
Sejak hari itu, Lock harus terus merasa was-was setiap kali seseorang menatapnya lebih dari lima detik. Tetapi untungnya, kejadian di taman bermain Finn tidak pernah terulang lagi – setidaknya tidak dalam skala yang besar.
Beberapa kali dalam setahun belakangan, Lock mengalami hal yang sama, namun dalam waktu yang relatif lebih singkat dan hanya untuk beberapa individual.
Sebulan setelah kejadian taman bermain Finn, peristiwa tersebut terjadi lagi. Lock ingat saat itu ia baru saja turun untuk membuang sampah daur ulang. Wajahnya masih pucat karena dia baru terbangun, rambut acak-acakan, baju kumal, dan seorang wanita yang sedang berlari pagi melintasi gedung apartemennya, membentur tiang listrik dengan suara yang sangat menyakitkan karena tidak mampu berpaling darinya.
Beberapa minggu setelahnya, ia sedang naik bus untuk pergi ke sekolah dan seorang pria setengah baya yang duduk di sampingnya, menatapnya tanpa berkedip dengan air liur menetes. Anehnya, hanya pria itu saja yang terkena pesona anehnya, sementara orang lain yang berada di dalam satu bus dengan Lock terlihat normal. Situasi semakin menyebalkan saat orang-orang dalam bus diam-diam tertawa dan bahkan berusaha mengambil foto pria itu dan Lock secara sembunyi-sembunyi. Menyadari hal tersebut, Lock buru-buru turun dari bus sebelum wajahnya menjadi terkenal di sosial media sebagai ‘Penakluk Pria’.
Lalu tiga bulan kemudian, saat Lock sedang bekerja sambilan di sebuah restoran cepat saji, dia tiba-tiba dikagetkan oleh jeritan seorang wanita. Lock otomatis menoleh dan jantungnya hampir berhenti berdetak saat melihat seorang nenek-nenek nekat memanjat meja konter untuk memeluknya. Berkat kejadian itu, Lock trauma dan meminta bos nya untuk memindahkannya ke bagian dapur.
Bos nya tertawa dan menganggap kejadian itu sangat lucu sehingga ia mengabulkan permintaan Lock. Seminggu setelahnya, Lock tidak lagi dianggap lucu dan dipecat secara tidak hormat karena kali ini istri bos-nya lah yang berusaha memeluknya.
Dan banyak cerita lainnya. Namun, yang paling membuat heboh adalah dua bulan yang lalu – saat ia berpapasan dengan guru magang di tangga. Guru itu pingsan dan jatuh, membuatnya harus dirawat di rumah sakit karena patah tulang.
Lock berusaha mencari tahu pola yang membuat kemampuannya itu tetiba muncul, tetapi nihil. Kemampuannya muncul dengan mendadak, dan dia tidak tahu bagaimana mengontrolnya.
Cheryl… Lock yakin wanita itu adalah wanita yang pingsan saat dijumpainya di taman bermain Finn. Tetapi, Lock terkejut mengapa wanita itu bersikap seolah-olah masih terkena pesona-nya. Berdasarkan pengamatannya, selama dirinya segera menyingkir dari pandangan, orang-orang yang terkena pesona tersebut akan tersadar beberapa saat kemudian dengan kebingungan dan tidak mengingat apapun yang membuat mereka jatuh ke dalam kondisi sinting seperti itu.
Lock pernah datang mengunjungi bos nya yang terakhir untuk memastikan teorinya. Walaupun dia segera diusir dengan potongan sosis melayang ke wajahnya, setidaknya ia membuktikan bahwa istri bosnya tidak lagi terkena pesona.
Jadi, mengapa wanita bernama Cheryl ini berbeda?
Lock menahan diri untuk tidak mendesah panjang. Bertambah lagi keanehan yang terjadi padanya; dan ini bahkan bukan yang pertama kalinya. Insting Lock berkata bahwa keanehan ini bukan yang terakhir kalinya juga.
Lamunannya terinterupsi ketika bus berhenti di halte tujuannya. Hujan kembali turun saat ia turun dari bus, membuat Lock harus berlari menembus hujan hingga ke gedung apartemennya.Saat dalam perjalanan naik tangga menuju kamarnya yang ada di lantai 3, Lock menyadari bahwa ia basah kuyup dan jejak kakinya mengotori lantai. Mau tidak mau, bayangan tetangganya yang akan menghujaninya dengan 1001 sumpah serapah, terbayang di benak Lock. Bibi sebelah kamarnya selalu mencari hal untuk memarahi Lock, bahkan hingga ke hal-hal yang tidak masuk akal seperti ini:“Bunga-bungaku selalu layu di tempat ini! Tidak ada hawa kehidupan sama sekali yang bisa membuatnya mekar dengan indah!”Dia melotot seolah-olah Lock adalah sumber tragedi yang membuat bunganya layu. Saat itu, Lock menjawab dengan wajah serius.“Itu karena Bibi terlalu banyak tersenyum pada bunga itu.”Sebelum wanita itu memproses makna jawabannya, Lock meny
Di malam hari yang cerah, beberapa orang warga berkerumun di salah satu lapangan yang dikenal sebagai markas Red Carnaval. Polisi menjaga agar tidak ada orang yang bisa mendekat, sementara gosip berhembus diantara para kerumunan warga. “Mereka menjual obat-obatan, para pemain sirkus itu.” “Aku dengar mereka juga memperjualbelikan manusia.” “Ck, sudah kuduga orang-orang sirkus itu tidak baik. Binatang yang mereka gunakan sebagai bagian dari atraksi itu terlihat tersiksa.” “Kau menyukai atraksi mereka.” “Ah, tidak. Aku selalu tahu kalau mereka orang-orang jahat. Hei, lihat! Itu rombongannya! Mana ketua mereka – si Joe?” “Dia ditembak mati oleh Detektif gila itu.” Mereka menatap para petugas yang sibuk menggiring beberapa orang ke dalam mobil polisi atau menyusup masuk ke dalam mobil-mobil karavan untuk mencari bukti. Para warga semakin asyik berdiskusi apalagi setelah melihat beberapa tim medis keluar membawa kantong-kan
Lock memandangi langit biru cerah tidak berawan dengan mata menerawang. Burung-burung terbang bebas di angkasa, berkicau lembut seperti nyanyian indah di siang hari. Suasana terasa indah, tetapi tidak tampak nyata bagi Lock, sama seperti saat ia memikirkan tetangganya yang lenyap tanpa jejak. Semua yang ia alami terasa tidak nyata. Hari itu bergulir dengan sangat cepat. Lock hampir tidak bisa mengingat apapun selama perjalanan ke sekolah, atau saat ia menjemput Avery, dan tidak ingat apa-apa sejak ia masuk kelas hingga saat ini. Ia bahkan tidak menyadari hari sudah siang dan ia sudah berada di atap untuk menghabiskan waktu istirahat sendirian seperti biasanya. Lock tidak heran karena pikirannya penuh dengan semua keanehan yang terjadi di sekelilingnya. Luka lama di tubuhnya hampir lenyap tidak bersisa, ‘pesona’ aneh yang dimilikinya, bisikan mengerikan yang hanya dapat didengar olehnya, mata kanannya yang terkadang mengeluarkan sinar redup bewarna kemerahan; semua te
Hanya suara gemuruh yang terdengar saat Lock selesai. Ia tidak bisa melihat Jihun karena pandangannya ditutup oleh tubuh besar antek Jihun yang berdiri mengelilinginya. Lock menunggu perasaan lega itu datang; dia yakin saat anak-anak di sekelilingnya mengetahui kenyataan bahwa Jihun membohongi mereka, mereka akan pergi meninggalkan pemuda menyedihkan itu. Tapi, tidak ada kelegaan saat Lock membuka kartunya. Ia tersentak mundur saat mengetahui ada sesuatu yang salah. Tepat saat itu, suara tawa Jihun terdengar di tengah-tengah rintikan hujan yang mulai turun. “Puahahahhahahahahaha!” Jihun menyeruak diantara badan kedua temannya. Ia terlihat santai sekali dengan senyum menghiasi wajahnya yang tampan. Air hujan membasahi rambut Jihun dan matanya menatap Lock dengan tatapan mencemooh. “Pegangi dia.” Diluar dugaan Lock, teman-teman Jihun bergerak mengikuti perintah pemuda itu tanpa keraguan sedikitpun. Tangan kanan dan kirinya dipegangi kuat-kuat h
Sherly merenggangkan tubuh mungilnya yang kaku dan keluar dari ‘kapsul’ – yang merupakan tempat kerjanya, dengan perasaan lega. Ia sudah berada di dalam ‘kapsul’ selama 48 jam tanpa beristirahat dan perasaannya tidak baik karena harus menonton banyak hal buruk selama itu. “Sudah selesai, Sherly? Selamat!” Itu adalah salah satu rekannya yang lain, Brahm. Sama seperti Sherly, dia baru saja terbebas dari ‘kapsul’ miliknya setelah hampir 72 jam terkurung. Mata Brahm berkantung, dan tangannya memegang secangkir kopi elixir. Sherly hanya bisa mengangguk, tidak punya tenaga untuk berkata apapun. Ia menyeduh kopi elixir yang tersedia di meja pantri di belakang Brahm dan baru bisa rileks saat kehangatan kopi masuk ke perutnya yang kosong. Bibirnya mengeluarkan desahan lega saat ia menikmati kopi dan memandang kosong ‘kapsul-kapsul’ lain yang berterbangan diatasnya. Empat ‘kapsul’ masih tertutup dan bersinar, menandakan beberapa rekannya bahkan masih belum sele
“Tunggu sebentar,” kata Collin, mengangkat tangan dan mengernyit pada hal tak kasat mata di depannya. “Butuh waktu untuk menghapus elemen-elemen di [Panggung]. Aku tidak suka hujan, ngomong-ngomong. Jadi, mari kita hilangkan efek hujan juga.”Dan selagi ia berkata demikian, satu per satu objek di sekeliling Lock mulai menghilang, mulai dari titik hujan, awan gelap, pipa besi penuh darah, sapu, kayu, bahkan mayat pun lenyap. Sebagai gantinya, langit menjadi biru cerah, burung-burung berkicau di bawahnya dengan riang, mayat berubah menjadi petak bunga, dan lantai atap menjadi rumput hijau.Lock menampar pipinya. “Tidak sakit.”Collin mengalihkan pandangan ke arahnya. “Tentu saja tidak karena [Panggung] telah usai sekarang. Saat ini tubuhmu pasti sedang terkapar pingsan di suatu tempat. Tunggu, biar kuperiksa. Oh, benar. Kau ada di dalam klinik,” Collin tersenyum seolah-olah semua persoalan beres. “Nah, bukankah
“Sepertinya kau membutuhkan waktu untuk berpikir? Apakah ini semua masih terasa tidak nyata untukmu?” “Hanya…” Lock kemudian terdiam, tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Lock punya kecenderungan untuk terus bergerak maju tanpa menoleh ke belakang untuk melindungi dirinya sendiri. Tapi saat ini, setelah dia mendapatkan sedikit jawaban akan takdirnya, tiba-tiba dia menoleh lagi ke belakang untuk menyadari bahwa perjalanan yang ia tempuh sudah sangat jauh. “Wajar jika kau kebingungan dan tidak percaya pada perkataanku,” kata Collin, menanggapi dengan santai. Tangannya berusaha menyentuh seorang bayi yang terbang di dekatnya, namun bayi itu menatapnya dengan ekspresi jengkel saat ia menyentuh tangan yang montok dan menggemaskan itu. Bayi itu menjulurkan lidah dan menghadiahi Collin dengan pantat berbalut popok besar. “… Bagaimanapun, aku harus memberimu apresiasi yang pantas. Kau tampak tenang menghadapi ini semua. Gadis yang kudatangi sebelumnya mengajukan hamp
Setelah beberapa saat membaca beberapa kali penjelasan yang tertulis pada Memo, Lock akhirnya memandang kosong langit-langit ruangan dengan lengan diatas kepalanya. Penjelasan itu tidak terlalu panjang, namun Lock mulai dapat menyusun apa yang terjadi padanya saat di atap tadi. Singkat cerita, itu adalah sebuah proses transformasi [Yang Terpilih]. Proses tersebut didasarkan pada dua hal: Ledakan ‘Caera’ dan munculnya [Panggung]. Setelah kedua hal itu terpicu, [Yang Terpilih] dari Divisi Pengamat, seperti Jo Collin, akan muncul. ‘Caera’ sendiri adalah alias – sebutan untuk energi [Yang Terpilih]. Energi tersebut sedikit demi sedikit terkumpul dalam ‘wadah’ masing-masing individu yang terpilih sebagai ‘Bibit’ – seperti Lock, hingga pada satu titik dimana ‘wadah’ tidak dapat lagi menampung, dan terjadilah Ledakan ‘Caera’. Ledakan ini, pada akhirnya, menciptakan sebuah gelombang energi lain yang disebut sebagai [Panggung]. Tidak banyak penjelasan mengenai [Panggu