Lock memandangi langit biru cerah tidak berawan dengan mata menerawang. Burung-burung terbang bebas di angkasa, berkicau lembut seperti nyanyian indah di siang hari. Suasana terasa indah, tetapi tidak tampak nyata bagi Lock, sama seperti saat ia memikirkan tetangganya yang lenyap tanpa jejak. Semua yang ia alami terasa tidak nyata.
Hari itu bergulir dengan sangat cepat. Lock hampir tidak bisa mengingat apapun selama perjalanan ke sekolah, atau saat ia menjemput Avery, dan tidak ingat apa-apa sejak ia masuk kelas hingga saat ini. Ia bahkan tidak menyadari hari sudah siang dan ia sudah berada di atap untuk menghabiskan waktu istirahat sendirian seperti biasanya. Lock tidak heran karena pikirannya penuh dengan semua keanehan yang terjadi di sekelilingnya.
Luka lama di tubuhnya hampir lenyap tidak bersisa, ‘pesona’ aneh yang dimilikinya, bisikan mengerikan yang hanya dapat didengar olehnya, mata kanannya yang terkadang mengeluarkan sinar redup bewarna kemerahan; semua terjadi sejak setahun yang lalu. Lalu hari ini, tetangganya tiba-tiba lenyap seolah yang Lock alami selama ini mimpi..
Jika saja tidak ada keanehan lain yang berputar di sekelilingnya selama setahun belakangan, mungkin Lock akan mempertimbangkan pergi ke Pusat Data untuk mencari tahu identitas Orim. Namun, insting Lock juga berkata bahwa meskipun ia ke Pusat Data, dia tidak akan menemukan apa-apa. Selain itu, Lock juga tidak tahu banyak mengenai tetangganya, bahkan tidak tahu nama lengkap Orim.
Semua keanehan yang dirasakan Lock anehnya membuat ia semakin tenang hari demi hari. Mengapa?
Karena keanehan tersebut malah membuat Lock mulai dapat bernafas lega; seakan ia menemukan ‘jawaban’ bahwa apa yang terjadi pada dirinya di masa lalu merupakan akibat dari apa yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Namun, tak urung itu semua juga membuat hatinya terasa sakit dan mulutnya mengecap rasa pahit.
Ia mulai membayangkan sosok seorang pria jangkung berperawakan tegap yang memiliki perangai lembut dan hangat, juga senyum yang terlihat bodoh menurut beberapa orang. Perasaan bersalah kepada sosok tersebut, dan juga perasaan bersalah karena Lock tidak bisa menahan diri untuk merasa lega, membuat isi perutnya teraduk-aduk dan mual.
‘Kenapa sekarang? Kenapa baru sekarang? Cora, ini sangat sulit.’
Menjalani hari-harinya selalu tidak mudah, namun Lock berusaha bertahan. Tetapi beberapa hari belakangan, tidak, setahun belakangan, tingkat kesulitan itu bertambah. Lock mulai merasa asing dan kesepian. Padahal, ia sudah terbiasa sendiri sejak masih kecil, jadi seharusnya itu tidak terasa aneh dan asing lagi baginya, namun perasaan asing yang ia rasakan saat ia menatap orang-orang di sekitarnya, terasa semakin nyata tiap hari.
Lock merasa berbeda. Ia merindukan ‘sesuatu’ yang bahkan ia tidak tahu. Perasaan itu menderanya tiap hari sejak ia membuka mata, membuat semangat hidupnya semakin hari semakin redup.
Apa yang ia cari? Apa yang ia rindukan?
Awan muncul dan burung-burung yang tadi sibuk berterbangan di udara, sekarang menarik diri. Bahkan melihat fenomena alam yang biasa baginya membuat Lock merasa kesepian. Dia tahu ia butuh psikiater jika ingin bertahan hidup, tetapi..
Pintu atap terbuka lebar-lebar dengan suara keras. Beberapa orang pemuda berperawakan tinggi dan memiliki tampang layaknya perundung, muncul sambil bersiul-siul.
“Sudah kuduga kau ada disini,” ucap seorang pemuda yang memiliki wajah tampan dengan rambut pirang kemerahan. “Hei, Badut.”
Masa lalu Lock sebagai anggota rombongan sirkus dapat dengan mudah diketahui oleh beberapa orang siswa yang memiliki orang tua berpengaruh. Salah satunya adalah keluarga Jihun, kakak Avery.
Lock bukannya tidak tahu alasan mengapa Avery mengumumkan bahwa dia adalah ‘anak buahnya’. Gadis itu melindunginya dengan caranya sendiri; membuat Jihun tidak punya pilihan selain berhenti menyakiti Lock. Namun, itu tidak berarti Jihun melupakannya. Dalam segala upaya, Jihun melancarkan serangan jitu – yaitu dengan cara membocorkan masa lalunya kepada murid SMA Culfox. Hal itu membuat anak-anak memandang Lock rendah karena ia adalah bagian dari rombongan sirkus yang terkenal sangat bajingan di negeri Selatan beberapa tahun yang lalu. Avery berhasil menekan Jihun dengan cara yang tidak Lock ketahui sehingga Jihun terpaksa berhenti dan mencari target baru, namun nasi telah menjadi bubur. Hampir tiga tahun lamanya Lock berada di SMA Culfox, dia tidak mempunyai seorangpun teman di sisinya.
“Uah, pemandangan yang sangat menyedihkan.” kata seorang pemuda yang berdiri di belakang Jihun. Ia menudungkan tangannya yang gemuk di atas matanya saat mengamati situasi Lock sekarang. “Seorang diri di atap, baju kusam dan kebesaran, makan roti murah dari toko serba ada. Uhu, mau ditemani?”
Mereka total berenam, dengan Jihun tepat di tengah-tengah sebagai kepala geng. Baik yang gendut maupun kurus, mereka semua mempunyai satu kesamaan, yaitu senyum jahat yang terpatri di wajah mereka. Beberapa diantara mereka membawa barang, seperti sapu, batang kayu, dan pipa panjang. Jihun sendiri mengeluarkan rokok dan mulai menyulutnya.
“Hei, kenapa kau berkata seperti itu? Dia ini ‘anak emas’ yang berhasil menarik perhatian Cheryl.”
Beberapa diantara mereka tertawa mengejek.
“Benarkah itu, Badut? Cheryl menyukaimu?” Jihun yang bertanya dengan seringaian jahat. “Atau.. kau sendiri yang membuat gosip itu?”
“Yeah, karena kau ingin terkenal?”
“Yang benar saja, dengan wajah dan tubuh seperti itu?”
“Dengan masa lalunya yang menarik?”
“Oh, atau dengan selera busananya?”
Lock sudah sangat terbiasa diperlakukan seperti itu. Bukan berarti ia tahan mendengarnya, bukan berarti ia tidak marah dan sedih mendengarnya, bukan berarti ia tidak merasakan sakit.. Tetapi, Lock tahu, bahwa dia tidak punya pilihan selain diam. Saat ia diam, mereka semua akan merasa bosan dan berlalu. Pengalamannya selama bertahun-tahun mengajarinya hal tersebut.
Namun, hari itu perasaan Lock tidak enak.
“Enyah,” katanya pelan, tapi sukses membuat seluruh rombongan Jihun terdiam. “Aku sedang tidak ingin meladeni kalian.”
Seperti yang sudah diketahui Lock, keenam perundung itu malah semakin bersemangat.
“Aw, kalian lihat itu? Kalian lihat itu?”
“Lucunya ~. Dia baru saja menyuruh kita diam?”
“Hei, apa kau menjadi besar kepala karena seorang wanita bodoh dan rabun menyukaimu?”
Lock memandangi langit yang mulai gelap; tanda hujan akan segera turun. Ia menghembuskan nafas dan berpikir.
‘Aku lelah.’
Lock sudah berada dalam tahap dimana ia mampu bersikap lebih tenang saat situasi menyuruhnya berbuat sebaliknya. Itu sama sekali tidak mudah, tetapi setelah sekian lama, akhirnya dia terbiasa dan lebih nyaman saat melakukannya.
Tetapi, saat itu Lock tidak ingin berpikir apapun. Ia menurunkan pandangan dan mengamati satu per satu antek Jihun yang masih mengoloknya. Sudut bibirnya melengkung ke atas saat jemarinya menunjuk Jihun.
“Apa yang membuat kalian berpikir bahwa dengan menjadi ‘pelayan’-nya, akan membuat hidup kalian lebih baik?”
Olok-olokan itu berhenti, dan salah seorang yang memegang batangan kayu panjang, maju mendekati Lock. “Hahhh? Apa maksudmu dengan ‘pelayan’?”
“Kau tidak mungkin berpikir bahwa Jihun menganggap kalian sebagai ‘sahabat’, kan? Dia menyuruh kalian melakukan ini-itu, memukul disaat kalian melawannya, menggunakan teror dan ancaman disaat dia membutuhkan bantuan..” Lock mendengus. “Kalian tidak ada bedanya denganku, tapi bersikap seolah-olah kalian lebih baik.”
Gemuruh mulai terdengar dari kejauhan, sangat cocok dengan suasana yang mendadak terasa berat di atap sekolah SMA Culfox.
“Berani-beraninya..”
Lock tidak memberikan mereka kesempatan untuk menyelanya. “Apa kalian berharap dengan menjadi benalu pada kehidupan Jihun dapat membuat hidup kalian lebih aman dan mudah? Kalian semua lebih menyedihkan daripadaku. Apakah kalian tidak pernah mencoba mencari tahu siapa ‘Jihun’ sebenarnya?”
Lock menyeringai, dan dia dapat melihat Jihun menatapnya dengan tatapan marah dan takut.
Lock sebenarnya dari dulu tahu bagaimana cara untuk menghancurkan Jihun. Tapi, dia menahannya karena jika ia menghancurkan Jihun, maka Avery juga akan terkena imbasnya.
Lock tidak berpikir ia sedang sukarela mengorbankan dirinya demi Avery, tetapi Lock yakin bahwa Jihun hanyalah salah satu dari banyaknya perundung di dunia ini. Jika dia menyingkirkan Jihun, maka perundung lainnya akan muncul. Itu hukum alam. Dan pada saat itu, Lock tidak akan punya Avery di sisinya yang melindunginya. Oleh karena itu, Lock memilih untuk bungkam dan memegang rahasia Jihun sebagai kartu as-nya.
“Dia terlalu banyak bicara!” teriak Jihun marah. “Gantung dia!”
Teman-teman Jihun menerobos maju, tidak menghiraukan perkataan Lock.
Ada alasan mengapa Jihun memilih untuk bersikap pura-pura akur dengan adik sepupunya, dan mengapa Jihun menuruti Avery. Lock tahu itu.
“Dia bukan penerus keluarga Clemonte,” kata Lock kalem. “Jihun adalah anak haram dari ayah Avery yang tidak akan bisa dan tidak akan pernah menjadi pewaris Clemonte.”
Berita itu membuat teman-teman Jihun berhenti tepat di saat mereka berada di depan Lock. Ekspresi terkejut melintasi wajah mereka.
“Dia membohongi kalian.”
Hanya suara gemuruh yang terdengar saat Lock selesai. Ia tidak bisa melihat Jihun karena pandangannya ditutup oleh tubuh besar antek Jihun yang berdiri mengelilinginya. Lock menunggu perasaan lega itu datang; dia yakin saat anak-anak di sekelilingnya mengetahui kenyataan bahwa Jihun membohongi mereka, mereka akan pergi meninggalkan pemuda menyedihkan itu. Tapi, tidak ada kelegaan saat Lock membuka kartunya. Ia tersentak mundur saat mengetahui ada sesuatu yang salah. Tepat saat itu, suara tawa Jihun terdengar di tengah-tengah rintikan hujan yang mulai turun. “Puahahahhahahahahaha!” Jihun menyeruak diantara badan kedua temannya. Ia terlihat santai sekali dengan senyum menghiasi wajahnya yang tampan. Air hujan membasahi rambut Jihun dan matanya menatap Lock dengan tatapan mencemooh. “Pegangi dia.” Diluar dugaan Lock, teman-teman Jihun bergerak mengikuti perintah pemuda itu tanpa keraguan sedikitpun. Tangan kanan dan kirinya dipegangi kuat-kuat h
Sherly merenggangkan tubuh mungilnya yang kaku dan keluar dari ‘kapsul’ – yang merupakan tempat kerjanya, dengan perasaan lega. Ia sudah berada di dalam ‘kapsul’ selama 48 jam tanpa beristirahat dan perasaannya tidak baik karena harus menonton banyak hal buruk selama itu. “Sudah selesai, Sherly? Selamat!” Itu adalah salah satu rekannya yang lain, Brahm. Sama seperti Sherly, dia baru saja terbebas dari ‘kapsul’ miliknya setelah hampir 72 jam terkurung. Mata Brahm berkantung, dan tangannya memegang secangkir kopi elixir. Sherly hanya bisa mengangguk, tidak punya tenaga untuk berkata apapun. Ia menyeduh kopi elixir yang tersedia di meja pantri di belakang Brahm dan baru bisa rileks saat kehangatan kopi masuk ke perutnya yang kosong. Bibirnya mengeluarkan desahan lega saat ia menikmati kopi dan memandang kosong ‘kapsul-kapsul’ lain yang berterbangan diatasnya. Empat ‘kapsul’ masih tertutup dan bersinar, menandakan beberapa rekannya bahkan masih belum sele
“Tunggu sebentar,” kata Collin, mengangkat tangan dan mengernyit pada hal tak kasat mata di depannya. “Butuh waktu untuk menghapus elemen-elemen di [Panggung]. Aku tidak suka hujan, ngomong-ngomong. Jadi, mari kita hilangkan efek hujan juga.”Dan selagi ia berkata demikian, satu per satu objek di sekeliling Lock mulai menghilang, mulai dari titik hujan, awan gelap, pipa besi penuh darah, sapu, kayu, bahkan mayat pun lenyap. Sebagai gantinya, langit menjadi biru cerah, burung-burung berkicau di bawahnya dengan riang, mayat berubah menjadi petak bunga, dan lantai atap menjadi rumput hijau.Lock menampar pipinya. “Tidak sakit.”Collin mengalihkan pandangan ke arahnya. “Tentu saja tidak karena [Panggung] telah usai sekarang. Saat ini tubuhmu pasti sedang terkapar pingsan di suatu tempat. Tunggu, biar kuperiksa. Oh, benar. Kau ada di dalam klinik,” Collin tersenyum seolah-olah semua persoalan beres. “Nah, bukankah
“Sepertinya kau membutuhkan waktu untuk berpikir? Apakah ini semua masih terasa tidak nyata untukmu?” “Hanya…” Lock kemudian terdiam, tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Lock punya kecenderungan untuk terus bergerak maju tanpa menoleh ke belakang untuk melindungi dirinya sendiri. Tapi saat ini, setelah dia mendapatkan sedikit jawaban akan takdirnya, tiba-tiba dia menoleh lagi ke belakang untuk menyadari bahwa perjalanan yang ia tempuh sudah sangat jauh. “Wajar jika kau kebingungan dan tidak percaya pada perkataanku,” kata Collin, menanggapi dengan santai. Tangannya berusaha menyentuh seorang bayi yang terbang di dekatnya, namun bayi itu menatapnya dengan ekspresi jengkel saat ia menyentuh tangan yang montok dan menggemaskan itu. Bayi itu menjulurkan lidah dan menghadiahi Collin dengan pantat berbalut popok besar. “… Bagaimanapun, aku harus memberimu apresiasi yang pantas. Kau tampak tenang menghadapi ini semua. Gadis yang kudatangi sebelumnya mengajukan hamp
Setelah beberapa saat membaca beberapa kali penjelasan yang tertulis pada Memo, Lock akhirnya memandang kosong langit-langit ruangan dengan lengan diatas kepalanya. Penjelasan itu tidak terlalu panjang, namun Lock mulai dapat menyusun apa yang terjadi padanya saat di atap tadi. Singkat cerita, itu adalah sebuah proses transformasi [Yang Terpilih]. Proses tersebut didasarkan pada dua hal: Ledakan ‘Caera’ dan munculnya [Panggung]. Setelah kedua hal itu terpicu, [Yang Terpilih] dari Divisi Pengamat, seperti Jo Collin, akan muncul. ‘Caera’ sendiri adalah alias – sebutan untuk energi [Yang Terpilih]. Energi tersebut sedikit demi sedikit terkumpul dalam ‘wadah’ masing-masing individu yang terpilih sebagai ‘Bibit’ – seperti Lock, hingga pada satu titik dimana ‘wadah’ tidak dapat lagi menampung, dan terjadilah Ledakan ‘Caera’. Ledakan ini, pada akhirnya, menciptakan sebuah gelombang energi lain yang disebut sebagai [Panggung]. Tidak banyak penjelasan mengenai [Panggu
Wajah Avery merah padam hingga ke leher. Untungnya, langit menyelamatkannya sebelum ia tergoda menggali tanah untuk mengubur diri beserta harga dirinya; lampu rambu lalu lintas berubah merah sehingga mereka sekarang boleh menyebrang. Avery langsung bergegas menyebrang, menabrak Lock dan berjalan dengan langkah panjang-panjang, bahkan hampir setengah berlari. Seperti biasa, Lock tidak repot-repot mengejarnya ataupun bertanya. Avery tahu itu, dan ia tidak bisa menahan diri untuk setengah bersyukur dan setengah kecewa. Dalam waktu singkat, ia melewati toko yang menjual es krim, dan juga taman di dekat rumahnya. Avery teringat kejadian kemarin dan perlahan langkahnya memelan. Ia terus berdebat dalam hati, dan pada akhirnya membulatkan tekad untuk berhenti dan menoleh ke belakang. Lock, yang selama ini berjalan diam di belakangnya, ikut berhenti dengan raut wajah bertanya. Ekspresinya yang selalu tenang seperti orang bodoh itu membuat Avery geram. “Aku dengar kau
Sherly menyadari sesuatu yang gawat telah terjadi saat ia masuk ke dalam ruang Pengamat nomor 2 dan melihat semua personil belingsatan kesana kemari. Setelah mengamati barang sejenak, ia berbalik pergi diam-diam sebelum yang lainnya menyadari keberadaannya.“Sherly!”‘Sialan.’Sherly mendesah keras dan berbalik untuk mendekati Brahm yang menunggunya dari depan layar raksasa. Mata Brahm yang gelap dan cekung menunjukan bahwa pria itu tidak tidur sama sekali sejak [Panggung Awal] usai.“Apa yang terjadi?” tanya Sherly saat melihat salah satu kapsul yang bertuliskan angka 3 sudah menyala, sementara beberapa orang tampak terburu-buru memasang layar-layar tambahan di ruangan pengamat itu.“Seorang peserta memulai [Panggung Akhir] lebih cepat daripada seharusnya.”Sherly mengangkat satu alisnya, kemudian melirik kapsul 3. “Hah,” dengus Sherly tidak percaya. “Itukah sebabnya Collin s
Alis Lock terangkat naik saat melihat tulisan tersebut. Bayangan wajah Jo Collin terbersit di benaknya. ‘Apa dia akan muncul?’ Lock celingukan mencari di area sekitarnya. Tidak lama kemudian, suara gemerisik terdengar di belakangnya. Lock menoleh, tetapi dia tidak mendapati siapapun kecuali pohon rimbun yang gelap. Ia mengerutkan kening, yakin bahwa pendengarannya tidak salah. Saat itulah dia merasakan ‘sesuatu’ menepuk pelan kakinya. Lock menunduk. “Ha! Lo ~!” Syuu~ “Waaaaa!!” Lock menjerit terkejut hingga terjatuh dalam posisi duduk. Tubuhnya otomatis bergerak mundur, menjauhi ‘sesuatu’ yang tidak disangkanya sama sekali. ‘Sesuatu’ itu terkikik dengan kedua tangan berbulu menutupi mulutnya yang selalu menyeringai. “Prosedur pertama!” suaranya terdengar aneh dan melengking tidak normal. Hal itu, ditambah dengan hutan yang suram membuat suasana terasa seperti adegan film horor. “Siapa namamu?” Lock meng