Share

The Deepest Emotions
The Deepest Emotions
Author: D. Maulana

Prologue

Sepertinya hari ini masih akan menjadi hari yang sulit bagi seorang Noah Cassenn. Noah seolah - olah bermimpi semalam dan berprediksi mimpi tersebut akan menjadi De Javu esok hari.

Entah dengan pemikiran seperti Sherlock Holmes yang mampu memecahkan segala jenis teka-teki atau hanya sekedar titisan Dewa Algea yang membawa kesialan. Yang pasti kelak akan menjadi hari buruk yang akan terus berlanjut hingga nyawanya dicabut oleh Sang Osiris.

***

Noah Cassenn merupakan seorang mahasiswa yang tinggal di sebuah kota bernama Kakanj, di Bosnia – Herzegovina. Pemuda itu merupakan anak tunggal yang tinggal bersama ibunya yang bekerja sebagai buruh di pabrik pupuk.

“Noah.. kau pikir sudah jam berapa sekarang? Kau ingin dosenmu memanggilku lagi hari ini?!”

Noah turun dari lantai dua dengan langkah diseret dan muka yang lusuh. Tampaknya hari ini tidak ada yang berbeda dengan Noah karena memang seperti itulah kondisi sehari-hari anak 19 tahun itu.

“Ibu, tidakkah Ibu lihat topi warna hijau milikku? Aku tidak ingin rambut acak-acakanku ini mengganggu kuliah.”

Ibu Noah kemudian melemparkan sebuah topi yang diambilnya dari dalam mesin cuci tepat ke arah wajah Noah.

“Terima kasih Ibu. Aku pergi dulu. Jangan lupa tinggalkan makan malam karena sepertinya hari ini aku akan pulang malam.”

Noah melangkahkan kakinya meninggalkan rumah dan menuju Universitas Kakanj. Dia berjalan sambil menunduk seolah mencoba tidak terlihat padahal badan lusuh itu sendiri menjadi perhatian banyak orang, apalagi serangga.

“Hei, Noah... kau mau kemana hari ini? Lebih baik kau pergi ke tempat yang seharusnya sampai aku menyuruhmu selesai," ujar seorang pria yang menunjuk gundukan sampah di sampingnya.

Noah hanya terdiam dan melanjutkan perjalanan sambil mengumpat di dalam hati karena sebenarnya dia memang takut berurusan dengan bocah preman bernama Besim Borya.

“Bangsat....”

Dengan sifat Noah yang pendiam dan lemah bahkan di usianya saat ini, mengakibatkan dirinya menjadi sasaran empuk sebagai "korban perundungan" oleh Besim.

Besim yang berarti jiwa yang bahagia dan Borya yang berarti peperangan atau pertarungan, dapat dikatakan cocok diberikan kepada seorang preman yang bahagia saat merundung orang lain.

“Noah, kemarilah. Aku ingin tahu kalau aku memukulmu apakah ayahmu akan marah dan memukulku balik? Ha ha.”

Besim dengan tertawa lepas mengejek ayah Noah yang kini sudah tiada karena kecelakaan saat bekerja. Noah berpikir kejadian yang menimpa ayahnya adalah suatu hal yang sangat konyol untuk dikatakan sebagai kecelakaan ketika seorang ilmuwan dipaksa bekerja dan meninggalkan keluarganya selama bertahun – tahun demi menciptakan sebuah resep obat yang mitosnya dapat mengubah kondisi dunia saat ini.

“Uhh!”

Noah menggeram sambil menatap tajam ke arah Besim.

“Mau apa Kau bangs*t? Kau ingin cari mati, hah?”

Besim mengumpat dan kemudian meninggalkan Noah yang terdiam di depan kampus menjadi tontonan mahasiswa lain.

Perkuliahan dimulai seperti biasa, namun Noah tidak dapat fokus menyimak karena kesal dengan perkataan Besim soal ayahnya.

“Ah. Andai saja aku lebih kuat. Anak berandalan itu pasti sudah kuhabisi.”

Noah menggerutu di dalam hati sambil menghentakkan pena yang ada di tangannya. Semakin lama hentakan pena itu semakin nyaring saja.

Tiba – tiba sebuah spidol melayang ke wajah Noah dengan sangat cepat.

Ctakk!

“Hei, Tuan Cassenn. Sepertinya kau sedang latihan perkusi ya? Apakah kuliahku saat ini mengganggu latihanmu?”

Profesor mengomel sambil menunjuk dahi Noah dengan spidol lain yang dipegangnya.

“Daripada aku mengganggumu latihan, lebih baik kau keluar dari kelasku sekarang juga!”

Noah hanya terdiam dan berdiri, kemudian meninggalkan kelas dengan wajah tertunduk. Dia berjalan keluar sambil mendengar bisikan kasar dan merendahkan dari mahasiswa lain yang hadir di kelas pada saat itu.

“Ahh! Apakah hidupku separah ini? Apa lebih baik aku menghilang saja dari sini?”

Loker ditendang dengan kasar, dan makian tidak berhenti keluar dari mulut Noah. Apa yang dirasakannya selama ini hanya menambah tekanan batin yang ada pada dirinya semenjak Noah mendengar bahwa ayahnya meninggal dunia saat usianya masuk 10 tahun.

Noah pun pergi ke taman untuk menenangkan diri. Tetapi, bukannya tenang, dia justru menemui masalah lain lagi. Noah bertemu dengan Besim yang bolos kuliah bersama temannya.

“Ahh... sialan!”

Noah dan Besim sempat bertatapan seolah mata Noah memang tidak dapat lari dari pandangan menghina Besim dan teman – temannya itu. Saat itu Noah seketika sadar bahwa hari ini memang seperti biasanya, tidak ada yang berubah sama sekali.

“Hei, anak yatim... kesini kau!”

Besim memanggil Noah dengan nada merendahkan sedangkan Noah mau tidak mau menghampiri bocah preman itu.

Noah, Besim, dan tiga orang temannya pergi ke sudut sepi dekat taman. Besim pun menyuruh dua temannya itu untuk menunggu di depan memperhatikan keadaan sekitar.

Buagh!

Sebuah tinjuan keras diterima Noah dari kepalan tangan Besim yang wajahnya tampak kesal oleh sesuatu.

“Anak sialan. Aku barusan menyatakan perasaanku kepada Vilma, tapi dia menolakku. Aku jadi kesal sekali sekarang.”

Buagh!

Pukulan itu semakin kuat saja sehingga Noah tidak sanggup lagi menahannya. Noah sendiri tidak kenal siapa itu Vilma dan apa hubungannya makhluk bernama Vilma itu dengan bogem mentah yang ditujukan padanya barusan.

Plak!

“Melihatmu saja sudah membuatku kesal. Jadi aku tidak akan melewatkan kesempatan untuk menghajarmu. Haha.”

Besim semakin menjadi menampar dan meninju wajah dan perut Noah. Pandangan Noah perlahan semakin buram, seperti hampir tidak sadarkan diri lagi. Kemudian suara pukulan seperti sesaat berhenti terdengar. Ada sekelebat bayangan di depan Noah seolah melindungi dirinya yang sudah terkulai lemah. Dewi? Tidak mungkin.

Terdengar seperti ada percakapan dan perdebatan, namun Noah sudah tidak sanggup lagi memperhatikan karena dirinya tidak sadarkan diri.

“Hei, Noah. Mau sampai kapan kau akan terbaring disini? Cepatlah bangun!”

Samar – samar Noah mendengar suara wanita menyebut namanya. Pada awalnya Dia tidak percaya, namun lama kelamaan suara tersebut semakin jelas terdengar. Noah pun membuka matanya pelan-pelan.

Dia melihat siluet wanita dengan paparan cahaya matahari di belakangnya. Seperti adegan malaikat yang siap mencabut nyawa tokoh utama di dalam film. Ada-ada saja.

“Si-siapa Kau?”

Noah terbangun sambil memicingkan matanya karena terik matahari saat itu. Wanita itu tampak terkejut dengan pertanyaan Noah.

“Kau tidak mengenalku? Serius?”

“Hah? Memang kau siapa? Apa kontribusimu dalam hidupku sampai aku harus mengenal semua tentangmu?”

Wanita itu tertegun sesaat dan kemudian tertawa dengan perkataan Noah saat itu.

Padahal Noah bermaksud menghinanya. Baginya, wanita tidak dikenal itu memang tidak berkontribusi apa – apa. Bahkan Besim saja masih berkontribusi dalam hidupnya, yaitu merundung dirinya. Ha ha, bahkan Noah sendiri tidak tertawa dengan lelucon yang dibuatnya.

“Baiklah. Sekarang cepat bangun dari tidurmu! He he.”

Melihat senyuman manis wanita itu, seketika leher Noah bergetar.

“Seperti inikah rasanya jijik melihat tingkah seseorang?”

Kemudian wanita tersebut menyodorkan tangannya untuk membantu Noah berdiri. Noah pun menggapai tangan wanita itu dan kemudian bangkit dari posisi duduknya.

“Aku Noah. Seperti yang kau lihat barusan, aku adalah orang paling jagoan di kampus ini.”

Perempuan tidak dikenal itupun tertawa lepas dengan perkenalan Noah. Noah hanya terdiam dan menatap sinis seolah keberadaan wanita itu adalah calon sumber dari masalah baru yang akan menimpa hidupnya.

“Hei. Apa kau tidak masuk kelas sekarang? Bukankah saat ini kuliah sedang berlangsung?”

Wanita itupun hanya tersenyum tipis dan mengangkat alisnya yang tebal, kemudian berjalan sejajar dengan Noah.

“Mungkin aku ingin sesekali bolos kuliah dan berbicara denganmu. Apakah kau tidak mau menemaniku?”

Leher Noah semakin bergetar mendengar perkataan itu. Saat itu Noah sudah yakin bahwa wanita ini akan menjadi sumber masalah baru.

“Aku sedang tidak ingin berbicara dengan siapa – siapa. Kau pergilah saja”

“Ahh, Kau jahat sekali, Noah. Sepertinya tidak akan ada perempuan yang tertarik denganmu kalau kau jahat seperti itu.”

Wanita itupun mendengus kesal dengan perkataan Noah. Dirinya tidak pernah berpikir untuk menarik perhatian wanita. Baginya, orang disekitarnya terkecuali ibunya hanyalah sebagai penambah masalah bagi dirinya dan orang tersebut harus dihindari. Dia hanya diam mendengar celotehan wanita yang berada disampingnya itu hingga tidak terasa hari mulai malam.

“Baiklah, sampai disini dulu yaa perbincangan kita. Akan aku lanjutkan ceritaku besok.”

“Oke. Kalau begitu aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menghindarimu. Tunggu saja besok.”

Wanita itu justru tertawa dengan perkataan dingin Noah. Noah masih dengan wajah datarnya melanjutkan perjalan keluar kampus.

“Sampai jumpa, Noah. Sampai ketemu besok.”

Mereka berdua pun berpisah pada malam itu, tepatnya pukul tujuh. Malam tampak sedikit aneh. Padahal masih pukul tujuh, namun orang – orang sudah jarang berlalu lalang di jalanan. Apakah mereka lelah bekerja dan meliburkan diri serentak? Sepertinya malam ini justru lebih dingin padahal masih musim semi. Noah berpikir kalau ada sesuatu yang aneh sedang membuntuti dirinya.

“Haaah. Apakah akan ada masalah lain lagi? Sepertinya hari ini aku menjadi lebih sibuk dibanding orang – orang di jalanan ini. Ha ha.”

Namun, seketika wajah Noah menjadi serius.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Zilla
Noah lamak2 nntik kamu juga cinta sama vilma wkwkkw
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status