Part 82Risna melambaikan tangan saat mengantar kepergian sang kakak dan istrinya di Bandara."Semoga sukses bulan madunya, Kak dan cepat dapat momongan!" seru Risna sambil tertawa renyah. Reyhan mengusap lembut kepala adiknya sambil tersenyum. Begitu pula dengan Zahra, dia yang sedari tadi berdiri di samping suaminya, merasa agak gugup karena ini pengalaman pertamanya untuk naik pesawat."Kamu juga ya, Dek. Pokoknya kita harus berikan kebahagiaan untuk papa dan mama. Dewa, kupercayakan sepenuhnya padamu. Jaga adikku dengan baik," sahut Reyhan."Tentu, Bang. Risna sudah jadi tanggung jawabku.""Aku juga titip papa dan mama ya. Kabari kalau ada apa-apa.""Iya, Bang, pasti. Abang gak perlu khawatir. Bersenang-senanglah bersama istri dan jangan pikirkan kami. Semoga honeymoonya sukses."Reyhan dan Zahra tersenyum, kemudian ia segera menuju ke pesawat setelah ada pengumuman, pesawat akan take off.Dewangga dan Risna saling berpandangan sejenak lalu melempar senyum. Mereka pulang setelah
Part 83Dua tahun berlalu... Ini hari yang paling membahagiakan untuk Risna, karena dia berhasil menyelesaikan pendidikannya sebagai seorang mahasiswi. Hari ini adalah hari kelulusan alias hari wisuda di perguruan tinggi tempatnya menuntut ilmu. Gadis kecil mungil itu berlarian kecil menuju Risna. "Ate ate ate...." ocehnya dengan lucu. Risna yang tengah dirias dan memakai kebaya dan rok dari kain jarik menoleh ke arah bocah mungil itu. Dewangga tersenyum, langsung menggendong gadis mungil itu dan menciuminya. "Ate..." Ia terlihat berontak tak ingin digendong oleh Dewangga, tangan gadis kecil itu terulur padanya. "Sini, Mas, Rina sepertinya ingin digendong olehku," sahut Risna sambil senyum. Risna menciuminya dan menjawil pipinya yang chubby. "Keponakan ante udah wangi nih, udah siap mau ikut tante?" tanya Risna dengan lembut.Arina manggut-manggut sambil mengoceh tak jelas lagi. Ya, dia Arina, putri mungil kakaknya, Reyhan dan Zahra. Umurnya satu tahun lebih beberapa bulan, h
Part 1[Ris, suamimu pulang kapan? Tadi aku lihat suamimu di mall, tapi dia makan siang bareng seorang wanita dan anak kecil]Keningku mengernyit membaca pesan dari Mitha, sahabatku. Tak lama, Mitha mengirimkan gambar.Deg! Jantungku mulai berdegup kencang. Aku memandang foto itu, benar, itu Mas Ramdan bersama seorang wanita dan anak kecil, entah siapa itu, aku tak mengenalnya. Beragam pertanyaan muncul dalam pikiran. Sejak kapan Mas Ramdan ada di kota ini, bahkan dia belum pulang ke rumah. Lalu siapa perempuan itu? Mereka tampak akrab, kalau tak mengenalnya pasti disangka keluarga kecil yang bahagia.[Tadi mau kutegur, tapi gak sempat. Anakku rewel minta pulang] pesan dari Mitha lagi.Aku menghirup udara dalam-dalam, perasaan di hati sudah tak karuan. Ada rasa panas dan perih sekaligus datang menyelinap. Segala pikiran negatif mulai hinggap. Kenapa Mas Ramdan merahasiakan kepulangannya? Padahal sekian lama aku menantikan kehadirannya. Sudah tujuh bulan ini dia gak pulang, kami berk
Part 2Plaakk! Entah dapat dorongan dari mana kulayangkan tamparan pada pipi Mas Ramdan. Jangan dibayangkan rasanya, perih sekali. Hatiku."Hei, siapa kau datang-datang menampar suamiku?!" Wanita yang tadi beramah-tamah langsung berdiri di samping Mas Ramdan. Tatapannya memindai diriku. Begitu pula denganku. Shock, tentu saja.Suami katanya? Apa tadi aku tidak salah dengar? Untuk beberapa saat aku tak bisa berpikir apapun. Hingga ia mendorong pundakku, aku terhuyung ke belakang, untung saja tak sampai terjatuh."Kamu siapa? Berani sekali menampar suamiku?" tanyanya lagi, kini dengan nada lebih sinis. Matanya menatap tajam. Jadi diam-diam, Mas Ramdan menikah lagi? Dan selama ini aku dibohongi?Aku tersenyum masam, perih rasanya hati ini.Plaakk! Segera kutampar perempuan yang entah siapa namanya. Dia mengerang pelan seraya memegangi pipi."Kurang ajar kau!!" teriaknya. Wanita itu bersiap menyerangku, untung saja Awan menghalanginya. Dia berdiri di depanku. Sementara Mas Ramdan mena
Part 3Jangan pernah mengecewakan orang yang menyayangi kamu, karena suatu hari nanti, bisa jadi kamu yang di kecewakan orang lain.***"Hei, wanita kampung! Apa kau tidak tahu salahmu itu apa? Kau itu tidak bisa memberikan keturunan untuk Mas Ramdan! Lelaki mana yang tahan hidup berumah tangga tanpa kehadiran anak!" Deg! Hatiku terasa pilu. Ia langsung menghujam titik lemahku. Ya, benar. Sudah 10 tahun lebih bersama Mas Ramdan, aku tak kunjung hamil. Aku belum bisa memberikannya keturunan. Kehadiran seorang anak yang teramat kurindukan. Tentu, aku sudah cek perihal kesuburanku, hasilnya tak ada masalah. Bahkan minum jamu pun kulakoni sesuai arahan beberapa tetangga yang sudah berpengalaman. Tapi nihil, apa mau dikata, takdir belum bisa membawaku jadi wanita seutuhnya. "Sudah paham sekarang, wanita kampung?!""Alyaaa, cukupp!! Masuk ke dalam!" bentak Mas Ramdan. Kulihat wanita itu bersungut kesal seraya menghentakkan kakinya ke dalam.Aku masih mematung memperhatikan mereka berdua
Part 4Kalau tidak ingin tersakiti, jangan menyakiti. Hidup itu tabur tuai, siapa yang menanam dia yang akan menuai. Siapa yang menggali lubang, dia sendiri yang akan terjatuh.*** Mas Dewangga ... dia pulang ke rumah?Panggilan dari Mbak Jumiroh terputus begitu saja karena sinyal di kampung memang agak susah."Siapa yang telepon? Ibu kenapa?" tanya Mas Ramdan. "Kita disuruh pulang sama ibu.""Kenapa? Apa terjadi sesuatu sama ibu? Kamu sih, kenapa ninggalin ibu sama orang lain? Ibu itu cocoknya dirawat sama kamu. Tuh lihat sendiri kan, belum satu hari kamu di sini, udah terjadi sesuatu pada ibu?!"Aku memutar bola mata menatap tajam ke arah lelaki yang bergelar suami. Dia menyalahkanku?! Egois sekali kau, Ramdaaan! Lelaki yang ada di hadapanku ini rasanya sudah tak pantas kuhormati lagi."Kamu menyalahkanku?! Tidak sadar diri di sini siapa yang salah?! Berbulan-bulan kamu gak pulang, Mas! Bahkan ibu selalu menanyakan kabarmu! Tapi kau selalu saja sibuk, selalu saja menghindar? Terny
Part 5Namanya Alya Nadira, seorang wanita cantik yang mampu menggetarkan hatiku. Sekian lama hatiku sepi dan gersang akibat hubungan jarak jauh dengan istri, kini dipenuhi warna kembali. Dipenuhi warna akan kehadirannya yang ceria, lembut dan menggoda. Ya, itu kesan pertama yang kudapatkan dari Alya.Aku tahu, datangnya cinta ini memang salah, karena aku masih punya Risna yang tinggal di kampung. Dia di sana merawat ibuku yang sakit. Tak ada yang setelaten dan sesayang itu pada ibu, selain istriku. Tentu, sudah kucoba mencarikan perawat untuk ibu, tapi tetap tak ada yang betah kerja. Satu hari paling lama satu minggu perawat itu mengundurkan diri. Entah apa masalahnya, aku tak tahu. Hingga kubiarkan Risna yang merawat ibu sampai sekarang.Namun terkadang, cinta memang tak ada logika. Ia datang kapan saja dan pada siapa saja semau hati tanpa bisa kucegah dan kurencanakan. Ia datang tanpa permisi mengetuk hati yang mulai terasa sepi.Terbilang singkat pertemuanku dengan Alya, janda den
Part 6Risna benar-benar berubah perangainya. Dia bahkan berani menamparku dan juga menampar Alya. Ah wanita itu, wanita yang paling kusuka dengan kelemah-lembutannya, kini ia justru berani melawan.Aku tak habis pikir kenapa Alya sampai nekat menyusulku kemari, padahal ia tak tahu jalannya. Dan Awan ... kenapa harus bertemu dengan pria itu! Bisa repot berurusan dengannya!Seketika kepalaku terasa begitu pening. Risna benar-benar tak mau berdamai. Setelah perdebatanku dengan Risna tak mencapai titik sepakat, hingga akhirnya panggilan dari Mas Dewangga yang membuat kami harus pulang bersama.Ya, bila lelaki itu ikut campur, berarti ada masalah penting yang akan dibicarakan.Mas Dewangga, ia adalah satu-satunya kakak laki-lakiku. Aku paling segan padanya karena dia lah yang menopang hidup kami setelah bapak tiada. Lebih tepatnya sejak usiaku masih remaja, 15 tahun. Umurku dengan Mas Dewangga terpaut 5 tahun. Aku sudah menganggapnya sebagai pengganti bapak. Karena ia begitu tanggung jawa