Share

Bab 2

Sintia yang tengah duduk di kursi meja kerja pak Yandi hanya bisa terdiam mendengar hinaan yang terlontar dari mulut laki-laki paruh baya itu.

"Silahkan duduk pak," sahut pak Yandi yang mempersilahkan Arseno.

Arseno pun enggan untuk duduk, " Tidak pak, tolong ke ruang saya secepatnya ada hal yang ingin aku sampaikan." ujar Arseno sambil melangkah keluar ruangan pak Yandi sambil matanya melirik Sintia yang tengah duduk.

Arseno pun pergi dari ruangan pak Yandi, 

Pak Yandi pun meneruskan pembicaraan dengan sintia yang sempat terhenti karena kedatangan Arseno.

"Ya selamat ya kamu diterima kerja di sini, kamu akan di training selama 3 bulan dulu, nanti kalau kerjamu bagus kamu akan diperpanjang."ujar pak Yandi.

Pak Yandi yang sedari tadi berbicara  tentang masalah pekerjaan, kali ini dia bertanya perihal atasannya yang tiba-tiba menghinanya.

Sinta yang mendengar pertanyaan pak Yandi, dia mendengus kesal. "Dia itu pak yang mau menabrak ku di jalan, dan dia juga yang menabrak ku di lobby."Jabar Sintia dengan nada kesal.

"Kamu tahu siapa dia?" tanya pak Yandi kepada Sintia.

Sintia pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak pak, emang siapa dia?" tanya Sintia kembali.

"Dia itu adalah anak dari pemilik perusahan ini, dia itu pewaris tunggal di perusahaan pangan terbesar di negeri ini." jawab pak Yandi yang menjelaskan siapa Arseno itu.

Sintia tak menyangka jika orang yang ditemuinya adalah pemegang tahta tertinggi di perusahan tempatnya akan kerja.

"Mati aku." gumamnya dalam hati.

Pak Yandi menjelaskan akan sifat atasannya yang bernama Arseno itu. "Kamu harus siap dengan tekanan yang akan diberikan kepadamu."ujar pak Yandi.

Belum mulai bekerja Sintia sudah merasakan hawa-hawa tekanan yang akan diberikan kepadanya mengingat atasanya kelihatan tidak suka kepada dirinya. 

Sinta pun hanya menghembuskan nafas panjangnya, "Jika aku harus mundur itu tidaklah mudah untuk mendapatkan kembalikan sebuah  pekerjaan apalagi pekerjaan yang bergengsi seperti ini. Jika aku maju aku takut jika aku tertekan bekerja di sini." gumamnya kembali menimbang-nimbang resiko yang didapatkannya.

Sintia pun akhirnya memutuskan untuk segera pulang, dia sudah siap menerima resiko kedepannya jika dia bekerja di perusahan Arseno.

"Terimakasih ya pak atas waktunya." ucap Sintia kepada pak Yandi.

Pak Yandi membalas ucapan Sintia dengan tersenyum dan anggukan kepalanya.

Sintia pun keluar dengan  tersenyum bahagia dia ingin 

segera cepat pulang ke rumah untuk memberitahu keluarganya jika dirinya diterima kerja di suatu perusahaan pangan terbesar di negeri ini.

Sintia pun akhirnya keluar dari gedung perusahan yang tinggi dengan taman kecil yang berhias air mancur di depan lobbynya.  

Di samping itu, Sintia yang keluar kantor tersebut berjalan dengan riang gembira Sintia tidak menyangka kalau dia keterima kerja di sebuah perusahan yang besar nan terkenal.

Sintia berjalan kaki dari perusahan tersebut menuju rumahnya dengan jarak sekitar 3 kilometer. Namun dia merasa tidak lelah sebaliknya dia merasa sangat gembira.

Sintia sudah tidak sabar untuk sampai rumah, Sintia ingin segera cepat-cepat memberi kabar gembira ini kepada ibunya.

"Pasti ibu sangat bangga kepada ku," gumam Sintia dengan membayangkan raut wajah bahagia ibunya.

Sintia berjalan kaki  meskipun jarak yang ditempuh tidaklah dekat, namun bagaimana lagi Sintia tidak memiliki uang untuk menaiki ojek ataupun taksi jadi dia harus berjalan kaki menyusuri jalanan kota yang panas dan ramai. 

Sintia terus melangkahkan kakinya menuju sebuah komplek perumahan subsidi, saat dia berjalan hatinya sangat bahagia, dia sudah tidak sabar menyampaikan berita ini kepada ibunya yang ada di rumah.

Sesampailah rumah yang bergaya minimalis dengan cat yang berwarna putih, Sintia melangkahkan kakinya masuk rumah tersebut.

Lalu Sintia menemui ibunya bernama Asri di dapur dan  bersalaman mengecup tangannya. 

Namun bu Asri langsung menarik tangannya dari genggaman Sintia.

"Duduk kamu!" ujar bu Asri yang tengah duduk di kursi.

Lalu Sintia menuruti perintah ibunya tersebut dengan sedikit bingung.

Sintia duduk di kursi dengan wajah tersenyum ceria.

"Kamu mulai besok gak usah tinggal di sini," ujar bu Asri sedikit ketus.

Sintia yang semula duduk tenang dengan wajah tersenyum seketika langsung kaget seperti disambar petir. Sintia sungguh tak menyangka kenapa ibunya tega tiba-tiba mengusirnya dari rumah.

"Kenapa ibu mengusirku?" tanya Sintia 

Ibu Asri tak menjawabnya, namun bu Asri langsung berdiri dan melangkahkan kakinya masuk kamar Sintia dan keluar mengambil tas Sintia lalu melemparnya di hadapannya.

Sintia langsung berdiri dari duduknya menghampiri bu Asri yang tengah berdiri mematung sambil mendekapkan tangannya di dada.

"Bu, ku mohon jangan usir aku dari sini, aku janji aku akan cari kerja buat ibu." Rengek Sintia yang memelas memohon kepada bu Asri.

"Pergi kamu dari sini, sudah muak aku dengan mu!" teriak bu Asri sambil mendorong Sintia.

Sintia hanya bisa menangis memohon kepada bu Asri.

Selama ini Sintia besar dan ikut bu Asri semenjak umur 15 tahun, Sintia ikut ayahnya, dan ayahnya menikahi bu Asri jadi dia besar dalam asuhan bu Asri.

Ayah Sintia menikah lagi dikarenakan ibu Sintia meninggal karena sakit.

Selama hidup dengan bu Asri, Sintia menjadi pribadi yang mandiri, dia selalu membantu pekerjaan rumah bu Asri.

Sintia adalah anak yang patuh, sedangkan ayah Sintia pergi merantau untuk mencari nafkah.

Selama ini Sintia berusaha untuk tidak membuat kesalahan kepada bu Asri, namun jika dia membuat kesalahan bu Asri akan marah dan memukulnya.

Itulah yang menyebabkan Sintia menjadi perempuan yang kuat dan tegar berusaha untuk tidak berbuat kesalahan.

Selama kuliah, Sintia selalu di beri beasiswa dikarenakan dia anak yang berprestasi.

Selama kuliah dia selalu membuat kue untuk di jual ke teman-temannya sebagai pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya. Jadi ibu Asri tak pernah mengeluarkan uang sepeserpun untuk Sintia kuliah.

Sintia hanya menghembuskan nafas panjangnya, dia sadar diri bahwa rumah yang dia tinggali adalah rumah keluarga bu Asri bukan rumah ayahnya, jadi bu Asri bisa mengusirnya kapan saja.

"Ibu tolong jawab pertanyaan ku, apa salahku sehingga ibu mengusirku?" jawab Sintia dengan berdiri dan memungut tasnya sambil menangis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status