Share

Bab 4 (Guru Ngaji Disesatkan)

Setelah kejadian tewasnya laki-laki pencari kayu bakar itu, warga dikumpulkan di balai desa untuk mencari solusi terbaik dari masalah yang terjadi.

"Kecerobohan seperti ini tidak boleh terjadi lagi! Orang tak berdosa malah jadi sasaran. Seharusnya, kita tidak boleh main pukul ... main hakim sendiri!" tegas Pak Tohri sebagai Kepala Dusun Karang.

Hampir semua warga tertunduk mendengar Pak Tohri berbicara agak keras. Wajar saja jika dia agak keras karena kejadian ini terjadi di dusun yang menjadi tanggung jawabnya.

"Tapi, bagaimana kita hadapi masalah seperti ini, Pak Kadus? Sudah cukup lama kita hidup dalam ketakutan, selalu was-was karena kita belum tahu siapa dalang dari masalah ini." Pak Sukri menimpali.

"Itulah makanya kita urun rembuk di sini, Pak. Kerja sama antar warga dusun sangat penting! Saran saya, ketika bapak-bapak lihat sesuatu yang mencurigakan, mohon agar segera melaporkan ke pos ronda terdekat agar kita selesaikan bersama. Di pos ronda akan tetap ada orang berjaga siang dan malam secara bergiliran. Jadi, untuk kali ini jangan ada yang main hakim lagi ... karena kalau itu kejadian lagi, bagaimana kita bisa saling menolong kalau bapak-bapak banyak yang dipenjara? Mari kita pikirkan anak-anak dan istri kita." Selaku kepala dusun, Pak Tohri berusaha memberikan pemahaman agar warganya dapat menahan diri.

"Betul ... saya sepakat dengan Pak Kadus. Lebih baik jika ada yang mencurigakan, kita pastikan dulu baru lapor jika ada yang aneh atau mencurigakan," sambung Pak Umar.

"Kalau begitu, saya akan ke Dusun Indus untuk menyampaikan kalau warga di sini akan berjaga malam. Nah, di tiap-tiap pos agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, kita buat jadwal jaga malam," usul Pak Tohri.

"Oh, iya, kalau saya boleh beri masukan, bapak-bapak yang hadir agar tetap antar jemput anak-anak kita yang mengaji, jangan sampai magrib atau malam hari dusun kita ini sepi dari bacaan-bacaan ayat suci Al Qur'an. Percayalah bapak-bapak, itu tidak baik! Belajar baca Qur'an itu kewajiban kita sebagai muslim. Saya selaku guru ngaji anak-anak, memohon agar anak-anak tetap disuruh untuk pergi mengaji. Kalau suasana dusun sepi kayak kuburan, malah itu akan menjadi kesempatan bagi para pelaku ilmu hitam menguasai dusun-dusun ini. Mari kita antar jemput anak-anak kita pergi mengaji, daripada mengurung mereka dan sekalinya keluar malah takut lihat orang bawa karung." Pak Umar memberi usul karena beberapa hari terakhir anak-anak tidak datang mengaji ke tempatnya.

"Baik, Pak Umar, itu saran yang sangat baik. Memang sudah kewajiban kita sebagai orang tua untuk mengarahkan anak-anak kita untuk tetap mengaji, apa pun yang terjadi. Saya pun yakin, hari-hari yang diisi kebaikan pasti akan membawa pengaruh yang baik pula untuk dusun kita. Nah, saya rasa cukup ya ... kalau begitu pertemuan ini kita tutup, wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh." Pak Tohri menutup pertemuan lalu segera menuju ke Dusun Indus agar kordinasi dapat berjalan dengan baik.

Sesaat setelah pertemuan itu berakhir dan sebagian warga telah pulang, Pak Umar masih duduk-duduk di balai desa. Sebatang klobot yang masih berasap terjepit di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Saat Pak Umar menikmati isapan demi isapan, tiba-tiba gelap menggulung terang. Mendung tiba-tiba berarak dan angin berembus kencang. Pohon-pohon pisang dan bambu bergoyang sampai melengkung bahkan batangnya hampir patah.

Melihat hari akan hujan, Pak Umar pun mematikan bara diujung klobot yang ia isap. Sesaat, ia arahkan pandangan ke langit yang mulai tertutup awan abu pekat bergulungan.

Cuaca saat itu berubah aneh, Pak Umar yang hendak pulang seolah tertahan oleh mendung dan angin yang bertiup kencang, tetapi ia berusaha untuk tidak menghiraukannya.

Saat tiba di kebun bambu, tiba-tiba batang bambu berjatuhan menghujam tanah. Ujung-ujungnya seakan telah diruncingkan.

"Ada apa ini?" tanya Pak Umar berbicara sendiri.

Setiap kali ia akan melangkah, batang-batang bambu kembali berjatuhan dan langsung tertancap di permukaan tanah. Berkali-kali ia mengucapkan istigfar dan berdoa memohon perlindungan kepada Tuhan.

Merasa ada sesuatu yang janggal, sebagai seorang tuan guru, Pak Umar berusaha untuk tidak panik. Laki-laki tua itu menyadari bahwa kali ini ia adalah sasaran itu. Perlahan mulutnya mulai membaca ayat-ayat suci untuk melawan ancaman yang mengintainya. 

Saat mencoba melihat ke atas rerimbunan rumpun bambu, sesosok perempuan mengenakan kain jarit sedada terlihat melompat dari pucuk bambu satu ke pucuk bambu lainnya. Tidak lain, dialah pelakunya. Akan tetapi, Pak Umar tak bisa melihat dengan jelas siapa pemilik wajah di balik rambut kusut yang tergerai ke depan itu, apalagi gerakannya sangat cepat seperti kera.

Mencoba melawan, Pak Umar segera memungut batu seukuran kepalan tangan dan melontarkannya ke arah perempuan itu. Batu tepat mengenai kepalanya hingga hampir terjatuh. Sayang, ia tersangkut pada batang bambu yang rapat. Leak itu berhasil kabur.

Menyadari perempuan penganut ilmu hitam itu terluka, Pak Umar mencoba membuntuti untuk memastikan siapa sebenarnya dia dan akan ke mana. 

Sayangnya, tak ada siapa pun yang menemani Pak Umar mengejar leak itu. Merasa ini adalah sebuah kesempatan, sang tuan guru tak ingin kehilangan jejak. Ia terus saja membuntuti perempuan mengerikan itu.

Tanpa disadari, Pak Umar telah masuk ke kebun yang berbatasan langsung dengan hutan jati milik perusahaan pengolahan kayu. Situasi benar-benar sepi. Pak Umar masuk semakin jauh ke dalam hutan. Tiba-tiba, hujan mulai mengguyur dengan sangat lebat. Akhirnya, laki-laki tua itu tersadar bahwa ia kini berada sudah sangat jauh dari perkampungan dan hari pun semakin mendekati petang. 

Saat hendak kembali ke perkampungan, kondisi hutan yang lebat dengan tumbuhan talas setinggi orang dewasa membuat jalan setapak yang tadi ia lewati menjadi tak terlihat. Hari semakin gelap, mendung semakin menjadi, dan hujan pun turun kian deras. Pak Umar tak mampu mengingat mana jalan yang tadi ia lewati karena semua tampak sama. Banyak genangan dan berlumpur.

Tak ingin bermalam di hutan dengan pakaian yang basah dan tanpa penerangan, Pak Umar terus berusaha mencari jalan keluar. Namun, semakin ia berusaha keluar dari hutan jati, semakin jauh pula ia tersesat.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status