Tenebrarum; Tumbal Leak

Tenebrarum; Tumbal Leak

By:  Rochy Mario Djafis  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
10
3 ratings
10Chapters
785views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Lombok. Akhir tahun 1970-an, bayi-bayi meninggal tak wajar. Perut mereka mengempis dan dubur mengeluarkan darah segar. Tak hanya itu, remaja, dewasa, hingga lansia tak luput menjadi sasaran. Kuat dugaan, mereka dijadikan tumbal leak!

View More
Tenebrarum; Tumbal Leak Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Endah
eeaakk...ketemu bang Ocy di sini, ...... selalu bagus tulisan horornya....
2023-04-01 09:39:27
0
user avatar
Auliyatil Hunsya
mantap, ditunggu update2annya thor ...
2023-03-19 08:32:46
0
user avatar
NanDitha
wah tenebranum juga adaaa .
2023-02-06 21:43:26
0
10 Chapters
Bab 1 (Bayi-bayi Mati Tak Wajar)
Jeritan dan teriakan histeris itu kembali menggemparkan malam yang tadinya sunyi. Tak lama, samar-samar terdengar suara orang bercakap di luar. Sebagian warga Dusun Karang terbangun karena suara pilu dari dusun sebelah yang hanya dipisahkan sungai kecil. Mereka saling bertanya, anak siapa lagi yang mati di dusun itu malam ini.Bulan menggantung tepat di tengah kolong langit. Gumpalan awan tebal sesekali melintas menghalangi pendaran cahayanya sehingga gelap kembali melingkupi semesta sesaat. Bayangan-bayangan makhluk aneh sesekali tertangkap mata warga sedang terbang saat bulan kembali menerangi."Leak! Leak! Tuselak! Tuselak!" Teriakan warga sambil menunjuk ke arah langit meriuhkan malam yang hanya bercahayakan rembulan dan beberapa obor itu."Oo, Nenek Kaji! Malik kejadian." Suara seorang guru ngaji bernama Pak Umar terdengar dari dalam rumah. Ia heran karena peristiwa mengerikan itu kembali terjadi di dusun sebelah."Ada bayi mati lagi, Kak?" tanya Syahida kepada Fajar --suaminya-
Read more
Bab 2 (Nenek Di Kebun Pisang)
Matahari kini tepat berada di atas ubun-ubun. Teriknya begitu menyengat. Tak ada gumpalan awan di langit yang menaungi bumi siang itu. Semua biru dan tak ada tanda-tanda akan turun hujan.Suhu panas yang terpantul dari permukaan tanah membuat Fajar menyeka peluh berkali-kali. Bahkan, bau pesing dari genangan kencing kuda menguar, menusuk rongga hidung karena terpanaskan.Perlahan pasar mulai sepi dari pengunjung. Tak lama, azan zuhur pun terdengar dikumandangkan oleh beberapa orang dari atas menara masjid tua yang berada di Dusun Karang.Satu persatu pedagang menutup lapaknya. Begitu juga dengan Dayu Siam dan Sukreni, mereka juga hendak menutup dagangannya.Fajar melihat ada pemandangan tak biasa yang terjadi saat hendak membereskan lapaknya. Dari balik pohon waru yang teduh, Nyoman Ari menatap tajam kepada dua perempuan cantik itu sambil menancap-nancapkan ujung keris pada permukaan batang pohon di hadapannya. Ia mencabutnya kemudian menancapkan lagi, berulang-ulang hingga kulit poho
Read more
Bab 3 (Salah Sasaran)
"Kak ... Kak Fajar, bangun ...." Terdengar suara yang tak asing memanggil berulang-ulang seakan berusaha menarik Fajar dari ketidaksadaran. Suaranya terdengar begitu jauh, jauh sekali.Perlahan Fajar membuka mata. Samar-samar, wajah Syahida tergambar. Tak lama, wajah istrinya terlihat semakin jelas, tetapi ia hanya bisa diam. Perasaan bingung menyerang. Kenapa banyak warga di tempat itu? Kenapa bajunya tanggal dan sekujur tubuhnya dirasa pegal? "Fajar, lebih baik kamu segera pulang. Warga semakin ramai karena penasaran apa yang menimpamu" saran Pak Tohri.Fajar masih tak mengerti ada apa sebenarnya. Ia benar-benar seperti orang bingung dan linglung."Fajar!" Suara Pak Tohri agak keras diiringi tepukan di bahunya.Sontak tubuh Fajar sedikit terangkat karena terkejut, lalu menghadapkan wajah ke arah Pak Tohri."Ini ke-kenapa, Pak?" tanya Fajar bingung."Nanti kita bicarakan di rumahmu, yang penting pulang saja dulu." Fajar pun menarik napas dalam dan segera berusaha bangkit. Ia masih
Read more
Bab 4 (Guru Ngaji Disesatkan)
Setelah kejadian tewasnya laki-laki pencari kayu bakar itu, warga dikumpulkan di balai desa untuk mencari solusi terbaik dari masalah yang terjadi."Kecerobohan seperti ini tidak boleh terjadi lagi! Orang tak berdosa malah jadi sasaran. Seharusnya, kita tidak boleh main pukul ... main hakim sendiri!" tegas Pak Tohri sebagai Kepala Dusun Karang.Hampir semua warga tertunduk mendengar Pak Tohri berbicara agak keras. Wajar saja jika dia agak keras karena kejadian ini terjadi di dusun yang menjadi tanggung jawabnya."Tapi, bagaimana kita hadapi masalah seperti ini, Pak Kadus? Sudah cukup lama kita hidup dalam ketakutan, selalu was-was karena kita belum tahu siapa dalang dari masalah ini." Pak Sukri menimpali."Itulah makanya kita urun rembuk di sini, Pak. Kerja sama antar warga dusun sangat penting! Saran saya, ketika bapak-bapak lihat sesuatu yang mencurigakan, mohon agar segera melaporkan ke pos ronda terdekat agar kita selesaikan bersama. Di pos ronda akan tetap ada orang berjaga siang
Read more
Bab 5 (Di Mana Pak Umar?)
"Sudah pulang, Kak?" tanya Syahida sambil tangannya lincah mengipasi putera kecilnya. Suhu siang itu memang terasa agak panas dan gerah."Iya, Dek. Nanti, dusun kita akan ada ronda tiap malam, jadwalnya sedang dibuatkan. Yang laki semuanya wajib kena jadwal bergilir," jawab Fajar sambil membuka baju karena gerah."Kalau Kak Fajar kena jadwal ronda, saya di rumah sama siapa?" Syahida tampak khawatir."Ya sendiri dong ... lagian warga ngeronda di sekitar sini aja, kok. Toh, rumah Pak Umar juga depan mata. Kalau ada apa-apa, kamu tinggal teriak, Pak Umar pasti datang.""Ya tetep aja saya gak berani, Kak. Apalagi, anak kita masih kecil begini. Kata orang tua-tua sini, kan, bayi itu masih amis baunya ... bau begitu disenengi leak. Kak Fajar nggak khawatir apa?""Amis? Ha-ha, bahasamu itu. Emang ikan baunya amis?" canda Fajar."Pokoknya bau-bau yang bisa mengundang gitu, dah, Kak.""Nggak apa-apa, kok. Nanti, sesekali saya pulang untuk ngawasi kamu sama Asgaf." Fajar mencoba meyakinkan. Dia
Read more
Bab 6 (Kepala Terbalik)
Fajar bersama Pak Tohri, Pak Muksan, dan Pak Samsuri bergegas mencari Pak Umar ke arah balai desa. Sekali lagi Fajar kembali untuk memastikan, ternyata Pak Umar memang tidak berada di sana. "Kira-kira paman saya di mana ya, Pak Kadus?" tanya Fajar kepada Pak Tohri."Terakhir saya lihat ya di sini, Jar," jawab Pak Tohri sambil menyapukan pandangan ke sekitar balai."Sepertinya, Pak Umar memang tidak di sini, Jar," sambung Pak Samsuri. "Sudah dua kali saya kelilingi tempat ini hingga halaman belakang, tapi ndak ada siapa-siapa.""Kalau begitu kita coba kembali saja, kita cari ke arah lain," usul Fajar.Tak bertemu siapa pun, mereka akhirnya kembali dan mencoba mencari ke arah lain. Saat mereka hendak kembali dan melewati kebun bambu, samar-samar tampak seseorang berjalan ringkih menembus gelap tanpa penerangan sama sekali."Hujan-hujan begini, itu siapa yang jalan sendirian, Jar?" tanya Pak Samsuri saat kilat memberikan pandangan sekilas.Perlahan langkahnya semakin dekat ke arah warga
Read more
Bab 7 (Leak Tertangkap)
Melihat kejadian di luar nalar, sontak semua warga yang mencari Pak Umar terperanjat dan berlari berusaha keluar dari area kebun jati. Semua lari tunggang langgang tanpa peduli satu sama lain, semak-semak pun diterobos, bahkan Pak Samsuri tak menyadari sarungnya terlepas entah di mana. Semua warga terus berlari menembus gelapnya kebun jati yang rapat dan sangat luas. Hujan yang terus mengguyur menambah ngeri suasana."Sialan, apa tu barusan?" tanya Pak Tohri panik sambil terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Perutnya yang buncit menggelambir terguncang hebat saat berlari."Huaaa ...," teriak Pak Muksan berlari menyalip warga yang lain dengan langkah seribu, bahkan ia berhasil melompati kali selebar tiga meter lebih karena lari yang sangat kencang.Setelah mereka berhasil keluar dari kebun jati, mereka berhenti di sebuah gubuk di tengah sawah. Tak ada suara lain selain engahan napas memburu.Pak Samsuri yang tiba paling akhir, seketika menjadi perhatian warga yang lain. Darah menga
Read more
Bab 8 (Siapa Pelakunya?)
Mentari seakan melunturkan ilmu pengeleakan yang dimiliki Norman. Anehnya, ia terlihat bingung kenapa tangannya terikat di bawah pohon waru seperti itu dan menjadi bahan tontonan warga."Leak kamu!" "Tuselak kamu Norman! Kamu tidak pantas jadi warga di sini!""Usir! Usir!"Teriakan-teriakan bernada mengucilkan menggema di pasar itu. Mereka tak ingin Norman berjualan lagi di pasar itu."Kenapa saya diikat?!" teriak Norman tampak bingung."Jangan pura-pura kamu, Norman! Kamu itu leak!" Udin menunjuk wajah Norman."Pak Ida Bagus, saya pamit pulang dulu. Saya titip Norman ini agar dia tidak dilukai oleh warga. Yang penting kita sudah tahu siapa leaknya. Lebih baik lepaskan saja. Mungkin nanti kita bisa tahu siapa ratu leaknya dari dia. Saya yakin dia tidak akan berani lagi berbuat macam-macam," ucap Pak Umar kepada tokoh Dusun Indus itu."Nggih semeton ... saya akan meminta warga saya untuk melepaskan Norman. Tetapi, kemungkinan warga tidak menerima Norman berjualan lagi di pasar ini," b
Read more
Bab 9 (Perburuan)
Kematian Asgaf membuat warga semakin yakin bahwa tidak hanya bayi-bayi di Dusun Indus yang menjadi incaran, melainkan bayi-bayi di dusun lain juga tak luput dari sasaran. Semua hanya menunggu waktu.Suasana duka menyelimuti kediaman Fajar. Langit seakan turut berkabung dengan warna kelabunya. Awan abu pekat menggantung di bawah kolong langit, bergolak, dan bergulungan seakan hendak terjadi badai. Namun fenomena alam pagi itu tak menyurutkan niat warga untuk datang melayat. Beras tampak menggunung di dalam beberapa bakul besar yang terbuat dari anyaman bambu sebagai bentuk belasungkawa warga atas kematian Asgaf. Banyak warga penasaran dengan kondisi jenazah bayi itu, tetapi Pak Umar melarang mereka untuk menyaksikan karena hal itu hanya akan membuat Fajar dan Syahida semakin sedih.Syahida telah berkali-kali tak sadarkan diri karena belum bisa menerima kenyataan anak pertamanya telah pergi. Begitu besar sesal dalam dirinya karena menolak anjuran untuk menginap di rumah Pak Umar. Tak j
Read more
Bab 10 (Ada Apa Dengan Dadong?)
"T-tali mayit!" ucap Pak Artadi bergetar saat mengangkat kain putih yang dijadikan tali pengikat mayit di sudut rumah Sukreni.Pak Artadi yang dulu pernah mengungsi karena takut, kini ikut memburu pelaku teror selama ini. Ia tampak muak, sama seperti warga lainnya, mereka kini memiliki keberanian untuk melawan.Melihat kain putih pengikat mayat ditemukan di luar rumah Sukreni, warga berkumpul seketika dengan penuh tanda tanya. Ada perasaan takut juga menyelimuti. Mereka merasa sudah berkeliling ke seluruh sudut dusun dan tidak menemukan mahluk yang dicari, tapi kenapa kain pengikat mayat itu ada di halaman rumah Sukreni? Kecurigaan pun bermunculan kepada pemilik rumah. Sukreni dan Dadong.Mata warga tertuju pada rumah Sukreni yang tampak gelap tanpa penerang. Saat siang hari pun rumah di bawah pohon ketapang itu memang terlihat menyeramkan dengan sumur tua di sampingnya. Sumur itu tampak berlumut dan ditumbuhi pakis."Hanya mereka yang tinggal di sini! Pasti mereka leak yang cari tum
Read more
DMCA.com Protection Status