Share

Bertemu Aryan

Puas menertawakan Acha, Sari dan gengnya lantas pergi begitu saja meninggalkan Acha dengan luka lebam dan beberapa lecet ringan di sekujur badannya. Acha yang sudah sangat lemah tak mampu lagi untuk sekedar berdiri.

Dia hanya meringis memegangi bagian perutnya yang terasa perih akibat tendangan dari salah satu teman Sari. Belum lagi punggung dan tangannya yang seakan remuk tak bersisa. 

Tidak mungkin jika Sari dan teman-temannya akan kembali lagi kesini untuk membantu Acha, untuk itulah Acha memaksakan tubuhnya untuk beranjak keluar dari gudang ini. Menahan rasa sakit yang semakin menjadi-jadi, Acha berjalan terseok selangkah demi selangkah demi bisa mencapai pintu yang telah roboh itu.

Begitu berhasil mencapai bagian depan gudang, Acha merasakan kepalanya pening dan terasa begitu berat. Semua yang dilihatnya seakan berputar dan menjadi begitu banyak. Acha ambruk ke tanah dengan kesadaran yang semakin menipis.

Dari arah yang lumayan jauh, Acha bisa melihat sosok yang berjalan ke arahnya. Acha sudah tidak bisa lagi mengenali apakah dia laki-laki atau perempuan, melihat secercah harapan itu Acha berusaha melambaikan tangannya namun tak sanggup.Tubuhnya terlalu sakit untuk digerakkan. 

Di sisi lain, Aryan yang sedang makan di kantin merasa terganggu dengan kehadiran Sari dan gengnya yang selalu saja berusaha mendekatinya. Sari yang langsung duduk di hadapannya membuatnya kehilangan nafsu makannya.

"Hai," sapa Sari dengan nada centil yang dibuat-buatnya untuk merayu Aryan.

Aryan sama sekali tak memerdulikannya dan tetap asyik dengan kegiatan makannya, walau sebenarnya ia sangat jengah dengan keadaan seperti ini.

"Kok makannya buru-buru banget sih Yan, gue kan baru aja dateng. Pelan-pelan dong, biar kita bisa makan bareng gitu," goda Sari pada Aryan penuh harap.

"Bisa diem nggak!" pekik Aryan merasa risih dengan godaan dari Sari.

"Gitu aja marah, biasa aja kali Yan. Orang gue juga nyantai gini," bantah Sari malah dengan berani berpindah tempat duduk di samping Aryan.

Sari semakin merapatkan tubuhnya pada Aryan, Aryan yang tadinya fokus pada makannya membuatnya mau tidak mau mnegalihkan perhatiannya pada Sari. Ditatapnya Sari lekat.

Sari yang ditatap sedemikian rupa oleh Aryan merasa sangat besar kepala dan semakin berani melakukan kontak fisik dengan Aryan. Sari memegang tangan Aryan, Aryan hanya melihat dan membiarkan Sari. Ia ingin tau sampai di mana keberanian wanita di hadapannya ini.

Melihat Aryan yang sepertinya memberikan lampu hijau, Sari lantas memeluk lengan Aryan. Dan kelima temannya pun bersorak-sorak membuat keramaian hingga seisi kantin memperhatikan ke arah mereka.

"Akhirnya kalian jadian juga..!" teriak salah seorang teman Sari.

Aryan mengerutkan alisnya, dan Sari malah semakin menempelkan tubuhnya pada Aryan.

"Congrat ya Sar, akhirnya lo berhasil dapetin Aryan," sambung teman yang lainnya.

"Kalian cocok banget sih, serasi gitu dilihatnya. Jadi iri deh," sahut sahutan ocehan receh silih berganti membuat kuping Aryan menjadi panas.

Aryan dengan cepat bangkit dari duduknya membuat Sari terkejut dan hampir saja terjengkang akibat kehilangan keseimbangannya. Sari segera ikut berdiri di samping Aryan.

Aryan menatap tajam Sari membuat Sari sedikit merasa ketakutan.

"Jangan gatel kalau jadi cewek!" olok Aryan pelan namun cukup bisa didengar oleh semua orang disana.

Aryan lantas pergi meninggalkan kantin dengan moodnya yang hancur akibat ulah Sari. Meninggalkan desas desus dari banyak anak yang mengejek ke arah Sari.

Sari yang merasa dipermalukan menjadi marah dan tak terima, "Awas lo Aryan! Jangan panggil gue Sari Atmaja kalau gue nggak bisa dapetin lo!" pekik Sari membuat semua orang semakin menertawakannya.

"Apa lo semua! Berani kalian ngetawain gue, gue pastiin kalian semua keluar dari sekolah ini!" bentak Sari seketika menghentikan keriuhan di kantin siang itu.

Bel tanda masuk berbunyi, namun Aryan masih merasa malas untuk mengikuti pelajaran. Lebih tepatnya dia masih malas untuk bertemu dengan Sari di kelasnya nanti. Untuk itu Aryan lebih memilih untuk berjalan ke belakang sekolah dengan membawa satu kantong kresek yang penuh dengan makanan dan minuman dingin sebagai teman santainya.

Aryan menghentikan langkahnya saat dari kejauhan dia melihat sosok perempuan yang terkapar di depan gudang kosong di belakang sekolahnya. Perempuan itu juga melihat ke arahnya, dia berusaha menggerakkan tangannya namun gagal. Aryan pun langsung bergegas menghampiri perempuan itu.

Betapa terkejutnya Aryan melihat sosok perempuan itu, dia adalah Acha. Aryan tak terlalu mengenal Acha, hanya saja dia beberapa kali pernah bertemu dan tahu namanya saja.

Melihat Acha dalam kondisi yang cukup memprihatinkan, Aryan segera membopong Acha menuju ke area dalam gudang dan meletakkannya di lantai yang telah dibersihkan terlebih dahulu oleh Aryan.

Aryan berusaha menyadarkan Acha dengan mencipratkan air yang dibawanya dan usahanya cukup berhasil. Acha akhirnya perlahan membuka matanya. Begitu mata Acha perlahan terbuka, Aryan pun menghela nafas lega.

Berbeda dengan Acha yang sangat terkejut menyadari di pangkuan siapa dia terbangun. Aryan, cinta pertamanya yang selama ini dia dambakan. Jantung Acha berdetak dengan cukup keras membuat Acha melupakan rasa sakit di tubuhnya dan langsung beranjak duduk dari posisinya sekarang.

Gerak spontan Acha membuatnya merasakan sakit yang luar biasa di perutnya kembali hadir. Dia yang lupa jika perutnya terluka menjadi meringis menahan sakit yang sebelummya belum pernah dirasakannya.

"Lo kenapa? Mana yang sakit?" tanya Aryan sembari menopang tubuh Acha.

Acha yang tengah menahan rasa sakit itu tak memerdulikan lagi debaran di dadanya yang semakin membuncah kala Aryan merengkuh tubuhnya dari belakang. Hanya sakit di bagian perut dan punggungnya menjadi fokus utamanya saat ini.

"Pe.perut aku sakit.." rintih Acha dengan lirih.

Dengan spontan Aryan langsung menyingkap baju seragam Acha membuat Acha membelalak kaget dan refleks menampar Aryan.

Plakkkk

"Aw, kok lo malah nampar gue sih!" ucap Aryan tak terima.

"Kenapa kamu buka-buka baju aku? Apa yang mau kamu lakuin? Hah!" balas Acha sembari memeluk tubuhnya sendiri.

"Gue cuma mau ngecek luka di perut lo, bukan mau macem-macem sama lo. Dasar aneh!" ketus Aryan jengkel.

"A..aku.. Aku minta maaf. Tapi aku nggak papa kok, aku bisa obatin luka aku sendiri. Makasih," tukas Acha pelan.

"Yaudah, gue pergi dulu! Buang-buang waktu gue aja disini!" gerutu Aryan beranjak meninggalkan Acha seorang diri.

Sepeninggalan Aryan, Acha kembali memegangi perutnya yang semakin menjadi-jadi. Bekas tendangan dan pukulan dari Sari di bagian perutnya semakin tak dapat ditahannya lagi.

Acha mulai keringat dingin menahan sakit itu.

Wajahnya kian memucat dan tubuhnya kembali melemahtak bertenaga, "Tolong.." rintih Acha begitu lemah dan tak terdengar oleh siapapun kecuali Aryan yang sedari tadi mengintip di balik dinding. Ya, Aryan memang belum pergi dari sana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status