Hal tersebut mengejutkan Richard dan Callista. Alberto malah menodongkan benda itu kepada anak buahnya sendiri. Tentu saja Callista tidak terima. Dirinya langsung mengomel. “Apa-apaan kau ini? Kenapa kau menodongku?”
“Ku bilang pilihlah! Kau berpihak kepada siapa? Aku atau orang itu hah?” tanya Alberto tanpa menjawab pertanyaan Callista.
“Apa maksudmu aku harus memilih?” tanya Callista lagi.
“Cih! Sadar dirilah, Wanita sialan! Belakangan ini kau terus membela pria itu. Bahkan kau menggagalkan misimu dan terus menentang aku. Aku curiga kalau kau memiliki perasaan khusus kepadanya sehingga kau bersikap begitu. Iya, kan?” geram Alberto membuat Callista menganga tak percaya. Sang bos malah mempertanyakan hal seperti itu kepadanya. Pertanyaan tersebut cukup sulit untuk dijawab Callista untuk saat ini.
“Ja-jangan main-main denganku, Pak Tua! Mana mungkin aku memiliki perasaan seperti itu kepadanya. Bukankah
“KEJAR DIA!”Callista berlari di tengah-tengah keramaian. Dia begitu panik ketika beberapa pria mengejarnya. Tidak ada yang peduli dengan apa yang terjadi, orang-orang tampak sibuk sendiri tanpa memedulikan wanita itu. Napasnya terdengar terengah-engah dengan keringat yang membanjiri wajahnya.Wanita itu pun membelokkan arah larinya ke gang kecil yang diapit oleh dinding bangunan. Sesekali dia menoleh, memastikan apakah para pengejar itu masih mengejar atau sudah jauh? Namun rupanya semakin lama, mereka semakin mendekat. Entah karena para pengejar yang lebih cepat atau langkah Callista yang mulai melemah. Tentu saja hal tersebut membuatnya semakin panik.BRUK!Tak sengaja dirinya menabrak seorang pria yang sedang berjalan berlawanan ke arah dia. Pria itu tampak memasang raut wajah kesal sembari melihat Callista yang kini berada di bawah. Dengan cepat Callista berdiri dan menatap orang yang ditabraknya itu.“Maafkan aku!” kata Callista merasa bersalah.Saat dia hendak berlari lagi, pri
Satu bulan sudah berlalu sejak kejadian penembakan itu, Callista belum berhasil menemukan pelaku penembakan yang sudah membunuh Fernando. Meski kepolisian masih menyelidikinya, tapi dia tak bisa berdiam diri dan menunggu. Ambisinya untuk melakukan balas dendam sudah tak bisa ditahan lagi. Sudah tiga minggu dirinya mencari-cari si pelaku dan hanya mendapatkan sedikit informasi dari orang lain.Callista tidak akan menyerah begitu saja dan harus menemukan si pelaku entah bagaimana caranya. Untuk sekarang, dia sudah berhasil mengetahui kalau ada seseorang yang mungkin bisa membantu. Menurut informasi yang dia dapatkan, seorang pria berkulit hitam memiliki akses lebih tentang aktivitas kriminal di kota ini. Tak mau kehilangan kesempatan, maka Callista harus mencari keberadaannya.Tepat di kawasan sudut kota, Callista berjalan seorang diri. Dia mencari keberadaan orang yang dimaksud oleh si pemberi informasi dan di tangannya terdapat sebuah foto yang menunjukkan wajah pria tersebut. Wanita
Ternyata yang memanggilnya adalah Fritz Ryker, seorang pria yang dikenal Callista dari suatu tempat. Pria tersebut tampak tersenyum, tapi Callista malah mendengkus kesal karena dia salah mengira kalau Fernando yang menyerukan namanya. Suara Fritz tak jauh berbeda dengan sang mantan suami.“Maaf! Aku kira Fernando,” kata Callista kepada pria itu.“Tak perlu meminta maaf. Kau sedang apa di sini? Tidak biasanya kau pergi ke bar.” Fritz tampak penasaran. Dia duduk di samping Callista.“Kebetulan aku lewat jalanan ini dan mampir sebentar. Kata orang ini, mereka menjual informasi, siapa tahu mereka bisa membantuku,” jawab Callista seraya menunjuk Richard lalu sedikit mengubah posisi duduknya agar Fritz bisa melihat pria di sampingnya itu.Alih-alih membalas, Fritz malah menunjukkan raut wajah terkejut. Kedua matanya membelalak dengan lebar. Hal ini membuat Callista mengernyitkan dahi karena kebingungan. Ada apa dengan pria ini? Tanyanya dalam hati.“Kenapa wajahmu tampak terkejut begitu?” t
Callista berhenti melangkahkan kakinya dan berbalik menghadap ke arah Fritz. Dia sangat terkejut ketika mendengar ucapan pria itu. Dia kembali bertanya, “Apa kau bilang? Dia seorang bos mafia?”“Ya, dia berbahaya. Kau harus menjauhinya, Callista. Jika kau berurusan dengan dia, kemungkinan kau tidak akan dilepaskan olehnya. Ka-““Apakah kau memiliki bukti? Jika tidak ada bukti, jangan berbicara sembarangan! Dia hanyalah seorang CEO dari sebuah perusahaan, tidak mungkin seorang bos mafia. Terlihat dari wajahnya, tidak mungkin dia berbohong kepadaku,” tukas Callista tidak terima. Wanita ini tidak mengerti kenapa dirinya berkata begitu kepada Fritz. Padahal di dalam benaknya, dia ingin mempercayai ucapan temannya itu.“Kau tidak percaya kepadaku?” tanya Fritz dengan raut wajah menahan kesal.“Bukannya aku tidak percaya, aku hanya tidak mau kau berbicara sembarangan tentang orang lain,” jawab Callista.“Apakah kau membelanya setelah melihat wajah tampannya itu dalam jarak dekat?” sindir Fr
Callista berjalan seorang diri di sekitaran taman yang menjadi lokasi penembakan pada bulan lalu. Meski kenangan pahit itu kembali dia ingat, dirinya tidak ingin menyerah dan terus menelusuri kawasan itu. Siapa tahu ada sesuatu yang tertinggal, yang bisa menjadi petunjuk baginya. Padahal sudah berulang kali dia datang kemari, tetapi dia tidak menemukan apapun.Karena informasi yang dia dapatkan semalam cukup meyakinkan, makanya dia kembali ke sini untuk memastikannya sendiri. Kini dia berhenti di depan sebuah gang yang dimaksud oleh Fliora. Gang tersebut menjadi saksi kematian seorang pria yang dibunuh oleh seseorang yang tidak diketahui identitasnya. Ada kemungkinan si pelaku adalah orang yang sama, mengingat kalau pelaku itu pergi ke sini setelah kejadian penembakan di taman sekitaran kawasan ini.Callista menghampiri seorang pria paruh baya yang baru saja keluar dari rumahnya. Dia menanyakan tentang kejadian waktu itu. Menurut pria tersebut, sebelum para medis dan kepolisian datang
Dengan cepat Callista membalikkan arah jalannya lalu menarik kerah pakaian Letizia. Dia mengancam, “Jika kau tahu tentang si pelaku itu, katakan kepadaku! Kalau tidak, aku akan membunuhmu!”Secara perlahan, Letizia menarik tangan Callista. Wanita ini tertawa pelan. “Jangan terburu-buru, Senior! Aku tak akan memberikan informasi secara percuma. Sebagai anggota dari Foreszther, seharusnya kau tahu akan hal itu,” balasnya.“Aku bukan anggota mereka lagi dan tidak sudi bekerja sama denganmu! Ka-““Tidak masalah kalau kau bukan lagi anggota di sana, aku tak begitu memedulikannya, tapi kita harus bekerja sama. Kau ingin informasi itu, kan?” tukas Letizia membuat Callista berdecak. Dengan kasar, wanita itu menarik tangannya yang sedari tadi digenggam oleh Letizia lalu menjauh.Callista sangat kesal karena di saat dia ingin mendapatkan informasi tentang si pelaku penembakan, malah ada orang lain yang ingin memanfaatkannya, terutama orang asing seperti Letizia. Ditambah wanita itu adalah anggo
Pria di depan wanita ini terlihat tertawa pelan, membuat Callista menjadi kesal sendiri. Dengan perlahan, dia memegang senjata itu seraya menatap tajam mata Callista. Dirinya berkata, “Jangan seperti itu kepada bosmu sendiri, Zouch! Aku ingin kau kembali bergabung. Sebagai gantinya, aku akan menjawab semua keingintahuanmu tentang Fernando Foligno.”Alih-alih membalas, Callista hanya bergeming seraya menatapnya dengan tajam. Karena tak ada balasan, pria itu melanjutkan, “Silakan lubangi leherku! Alih-alih aku yang mati, malah kau yang tergeletak bersimbah darah akibat peluru anak buahku.”“Bagus, Bos Alberto! Dengan begitu kau kehilangan orang seperti aku.” Alberto langsung terdiam. Pria itu terlihat menahan emosinya setelah Callista berkata begitu. Melihat bagaimana reaksinya, Callista hanya mendesis.“Lebih baik kau beri tahu aku informasi tentang Fernando! Aku masih bisa sabar. Kalau tidak, aku akan benar-benar menghancurkan tempat ini meski harus kehilangan nyawaku sendiri!” ancam
Callista sudah membulatkan tekadnya untuk bergabung dengan kelompok ini dan bekerja di bawah perintah Alberto. Dirinya terpaksa memutuskan hal tersebut demi menuntaskan balas dendam. Dia merasa hanya ini jalan satu-satunya. Kalau ada kesempatan besar, kenapa dia harus membuang kesempatan itu? Meski nyawa taruhannya dan memiliki risiko tinggi, Callista tak peduli.Mendengar keputusan yang disampaikan Callista membuat Alberto tertawa. Dia begitu senang karena wanita yang telah dia tunggu selama ini, kini bersedia bekerja sama. Tentu saja banyak rencana yang Alberto siapkan agar Callista tetap bergabung dan enggan untuk meninggalkan kelompok ini. Termasuk memasukkannya ke dalam tim yang sudah disiapkan dari jauh-jauh hari sebelum wanita di depannya itu datang ke hadapan dia.“Keputusan yang bagus, Zouch. Dengan begini kita sudah sepakat, bukan?” tanya pria itu. Callista menganggukkan kepalanya.“Ya, asalkan kau menepati janjimu. Kalau tidak, aku tak akan segan untuk melakukan sesuatu kep