"Loh, ibu ngapain di kamarku?" tanyaku kaget.
"Mau ambil uang anakku yang tadi dia kasih ke kamu," jawab ibu dengan nada agak gugup.Astaga! Gini amat punya mertua."Lah, itu kan uang Nela. Kalau ngambil tanpa izin itu namanya mencuri loh Bu. Mas Dimas kan ngasih juga untuk makan dan minum sehari-hari," tukasku tak terima.Wajah ibu merah merona dan jengkel. Sepertinya dia tidak terima aku bilang pencuri.
"Berani sekali, kamu bilang ibu curi uangmu! Itu uang Dimas anakku! Paling kamu pake buat keperluan kamu sendiri kan!?" kata ibu tanpa rasa bersalah."Gimana sih ibu ini, kan Mas Dimas udah ngasih aku, jadi itu uang aku dong. Ibu kan sudah dapat jatah bulanan dari Mas Dimas juga," kataku tak mau kalah. Enak saja dia mau mengambil uang bulanan itu. Bisa saja aku kasih, toh aku juga punya penghasilan. Tapi aku tidak mau dan tidak suka caranya seperti itu."Halah, tadi katanya nggak masak, mending uangnya buat ibu beliin makanan buat kalian aja," hardik ibu sambil berlalu pergi.Aku hanya geleng kepala melihat kelakuan mertuaku itu.Akhirnya niat mandi dibatalkan, takut ibu datang lagi. Bukannya pelit, tapi lihat saja kelakuannya sudah sangat keterlaluan. Masuk kamar orang sembarangan dan mau mengambil uang yang bukan haknya. Akhirnya aku membersihkan rumah. Menyapu, mengepel dan mencuci pakaian, lalu mandi. Setelah membersikan diri, aku langsung ke toko Aina untuk menitipkan jajanan yang sudah kubuat tadi pagi.Sesampainya di toko, Aina langsung menghampiriku padahal belum juga aku masuk."Nel, untung kamu cepat datangnya," kata Aina."Kenapa, Na?" tanyaku heran, apalagi wajahnya seperti tidak biasa."Tadi, banyak banget orang yang datang nanya jajanan ini, sampai bosan aku jawab bilang belum datang mbak, mas, dek," jawabnya sambil tertawa."Wah, makin banyak yang suka ya sama jajanan buatanku ini," ucapku pada Aina."Iya Nel, banyak yang suka, aku juga suka banget sama kue-kue buatan kamu ini. Tidak hanya aku, karyawanku di ruko ini juga sering jajan di sini tau," kata Aina."Makasih ya Na, udah mau direpotin," kataku sambil tersenyum."Santai aja kali. Oh iya Nel, orang yang menempati rukoku yang di sebelah mau pindah. Kalo kamu mau pake, pake saja dulu buat jualan di situ," saran Aina.Memang dari awal aku sudah bilang ke Aina kalau aku mau membuka toko kue dan rencanya mau pake rukonya untuk berjualan, karena tempat yang stategis. Bukan hanya sekolah, tapi kantor-kantor juga banyak di dekat ruko ini. Aina memiliki beberapa ruko di daerah sini, sahabatku ini memang kaya, bukan hanya ruko dia juga punya kontrakan juga. Seharusnya, penghasilanku bagi dua dengan Aina, karena aku memakai toko untuk menitipkan daganganku, tapi selalu dia tolak dengan alasan 'duitku udah banyak'. Ada-ada aja sahabatku ini."Beneran Na? Info ya kalau udah kosong. Tapi Na, aku takut ngak diizinin sama Mas Dimas. Nitip jualan aja aku masih sembunyi-sembunyi dari dia," pungkasku."Kamu cari orang aja buat jagain. Nanti, kalau suamimu berangkat kerja, kamu ke sini untuk kontrol. Dan kalau udah jamnya suamimu pulang, baru dah kamu pulang," jelas Aina sambil menyodorkan uang hasil kemarin."Ya udah deh, nanti aku pikir-pikir lagi," jawabku sambil berdiri hendak pulang."Jangan lama pikir, keburu diambil orang," kata Aina."Iya-iya, aku pulang ya. Makasih, Na," kataku lalu berlalu pergi.Aina hanya mengangguk dan melambaikan tangan.Aku menyalakan mesin motor dan meninggalkan parkiran ruko Aina.Aku melaju dengan kecepatan sedang. Karena matahari yang menyengat dan membuat tenggorokanku kering, akhirnya aku memutuskan untuk mampir di cafe sebentar. Cafe favoritku waktu masin bujang.Aku memilih tempat di pojok kanan di dekat jendela. Setelah itu kupesan minum saat pelayan datang.Beberapa menit kemudian pelayan datang dengan membawa pesananku. Aku menikmati jus jeruk kesukaanku dengan suasana cafe yang begitu kalem.
Sontak mataku, tertuju pada dua pasangan yang masuk ke dalam cafe ini. Kutajamkan penglihatan, dan ternyata itu Mas Dimas bersama wanita yang tidak aku kenal.Apa itu teman Mas Dimas ya? Tapi kok mereka kelihatan mesra banget kek orang pacaran. Peganggan tangan, dan si cewek sandar-sandar di bahunya Mas Dimas.Karena penasaran, aku pindah duduk agak dekat dengan dua pasangan itu agar bisa nguping.Mereka lalu memesan makanan."Sayang, abis dari cafe kita ke mall ya, kan kamu udah janji," kata wanita itu dengan suara manja.Apa? Sayang?!"Iya dong, Sayang. Belanja apapun yang kamu mau. Aku kan baru abis gajian," jawab Mas Dimas enteng.Fix, Mas Dimas selingkuh! Wanita itu pasti selingkuhannya!"Beneran, Mas? Tapi istri kamu tahu nggak?" tanya wanita itu."Ya enggaklah. Dia itu istri bodoh, nggak akan mungkin tahu. Dia aja nggak tahu gajiku berapa. Yang dia tahu aku setiap bulan ngasih uang bulanan tak seberapa," kata Mas Dimas enteng.Deg!Tega banget Mas Dimas ngomong begitu!Seketika rasa benci dalam diri mulai bergejolak. Karena tak tahan, aku pun pergi dari cafe ini. Sebelumnya, aku memangil pelayan untuk membayar minuman tadi. Sebelum aku pergi tak lupa aku foto kelakuan da*jal Mas Dimas dan wanita itu.
BERSAMBUNGDalam perjalanan pulang, aku masih tidak habis pikir tentang apa yang aku lihat tadi. Tega sekali Mas Dimas, bisa-bisanya main api di belakangku!Tidak hanya itu, dia juga tega memberi aku nafkah yang tak seberapa ini, sedangkan dengan selingkuhannya dia sangat royal. Dasar suami jahat!Aku tidak boleh kalah darinya. Oh, bukan! Bukan berarti aku harus selingkuh, tapi aku balas dengan kesuksesanku. 'Aku akan buat kamu menyesal, Mas!' Dia pikir aku istri bodoh yang nggak bisa sukses? Kita lihat saja!Aku langsung menghubungi Aina untuk mengambil ruko yang tadi dia tawarkan. Kata Aina, besok sudah bisa masuk karena tadi penghuni ruko itu sudah keluar lebih cepat. Baguslah. Aku akan menjalankan rencanaku!***DrittDrittDritt Gawaiku bunyi. Ternyata mas Dimas yang menelpon."Hallo mas, ada apa?" kataku lebih dulu."Hallo Nel, hari ini mas lembur, kemungkinan pulang larut atau bisa jadi gak pulang. kamu makan dan tidur sendiri aja ya," kata mas Dimas diujung sana.lembur? lembur yang
Sesampainya di ruko Aina, dan melihat- lihat ruko kosong itu, Aina masi harus ngecat ulang dan membersikan ruko itu dulu baru aku tempati katanya tadi."Makasih ya Na, udah mau bantu aku dan maksih banyak loh ruko nya, " Kata ku."Santai aja Nel, jugaan ruko ini kan kamu sewa di aku," kata nya sambil tertawa."Hahaha kaya dong kamu, ehh lupa kamu kan emang udah kaya," Kelakar ku."Hahaha apaan sih Nel, besok sepertinya kamu udah bisa masuk." Kata Aina."Kamu mau beli perlengkapan, buat toko kamu ini gak?" lanjut nya lagi."Duh, besok aja ya aku hari ini ada janji sama mbak Fika, biasalah cuan," Kata ku."Widihhh, mau kaya dong," tukas Alina terbahak.Sahabat ku ini, memang tahu kalo sudah berurusan sama mbak Fika, brarti itu tentang cuan dan bukan sedikit tentunya."Yaudah deh, aku pergi dulu ya," pamit ku pada Aina."Hati- hati Nel," Aku pun pergi dari toko Aina, dan lanjut ke butik Mbak Fika.******"Hayy Nel, lama ya nunggunya?" Tanya mbak Fika padaku. "Lumaya mbak," jawabku."So
"Kalau aku bilang aku kaya, mungkin semua harta benda ku jatuh ke tangan Mas Dimas dan ibu mertuaku. Mungkin juga aku tidak tahu sifat asli mereka," jelasku pada Aina.Aku dan Aina menyusun rencana sedemikian rupa hingga, tak sadar sudah sore. akhirnya aku pamit pulang walaupun sebenarnya malas sekali aku pulang.----------Dua bulan berlalu, usaha toko kue semakin berkembang. Sekarng, penghasilanku diluar dugaan, bukan hanya hasil kue saja, tapi juga hasil dari proyek rancang baju bersama rekan-rekan mbak Fika. Mas Dimas tetap sama seperti dulu, masi saja izin lembur dan selalu pulang pagi. "Mas, kok kamu sering lembur?" tanyaku waktu kami sarapan bersama. "Mau gimana lagi? ini tugas kantor," jawab mas Dimas."Ohiya dek, uang bulanan kamu mas potong ya, lima ratus ribu buat ibu. Soalnya ada hajatan nanti di rumah saudara ibu jadi, ibu butuh uang," lanjut mas Dimas."Loh, kok gitu mas? trus lima ratus ribu untuk sebulan gitu?" tanyaku tak percya."iya, kamu cukup- cukupkan saja ya,
"Heh! mbak cepat berikan uang itu, ibu lebih perlu dari pada mbak! kelihtan mbak ngak bersyukur dengan uang bulanan dari mas ku! makanya kerja bantu suami biar ngak jadi beban suami!" hardik Ririn tanpa sadar diri.Dasar tidak sadar diri, dia pikir dia kerja? harap suami serabutan aja bangga. Malas sekali aku berdebat dengan dua wanita ini. ________Petengkaran masi berlanjut."Emang kamu kerja? harap suami serabutan aja bangga!" Sindirku keras.wajah Ririn pias seketika."Jaga mulut kamu wanita mandul!! sudah mandul, miskin, berlagak sok kuasa uang anak ku dasar tidak tahu malu!!" bentak ibu."Ohh, jadi selama ini ibu pikir aku mandul hah? tanya sama anak ibu kenapa aku tidak hamil!!" balasku tak mau kalah.Segera ku ambil uang lima ratus ribu yang tadi mas Dimas berikan kepadaku, aku lempar uang itu ke hadapan ibu."Ambil tuh uang ngak seberapa, aku tidak butuh!" Hardik ku "Dasar, tidak tahu bersyukur kamu! udah miskin tidak bersyukur pula," kata ibu, lalu berlalu pergi dari hadap
Pov Dimas."Selamat ya, semoga langgeng, ini kadonya," ucapan selamat dari wanita yang berbaris bersama rombongan tamu yang lain. Suaranya tidak asing ditelinga ku. Sambil menyerahkan kado amplop coklat, ia membuka kerudung dan kacamata yang tadi digunakannya.Aku terkejut bukan main. Keringat bercucuran diwajahku."Ne.. Nela?" kata ku gugup.segera kutarik dia kebelakang menanyakan semuanya."Dari mana kamu tahu?" tanya ku lagi."kenapa mas Kaget?" jawabnya santai.tentu saja aku kaget, aku tidak pernah membetitahu dia soal ini, bagimana dia bisa tahu?Amplop yang tadi dibawa nya ternyata surat gugatan cerai. Aku tidak terima jika dia menceraikan ku. Ibu dan Nela terus bertengkar. Tidak puas - puasnya ibu menghina Nela. Tidak hanya itu, balasan Nela juga sunguh keterlaluan dia menghina ibuku. Nela pun pergi setelah diusir ibu. Setelah kepergian Nela aku mendengar suara ribut - ribut didepan, ternyata Nela dan Ririn sedang bertengkar hebat.aku melihat wajah Ririn dicakar Nela.Tak
Dengan dijemput Aina aku pun pergi dari Rumah itu. Aku melihat Mas Dimas melihat ku memasuki mobil dengan tatapan binggung."Sekarng kita mau kemana?" tanya Aina."Ke toko saja, aku tinggal di sana untuk sementara," jawab ku.Aina menganguk dan terus menyetir, membela jalan yang kini mendung menyekimuti kota. Aku hanya punya toko di ruko Aina, terpaksa aku harus tinggal disini sementara. Tidak apa, di ruko itu sudah ada tempat tidur karna, memang aku sengaja menyiapkan untuk karyawanku kalau mau istirahat. Tidak mungkin aku nginap di rumah Aina, apalagi dia sudah bersuami dan punya anak. aku takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. seperti di filem - filem ikan terbang. "Apakah kamu menyesal?" tanya Aina. "Tentu saja tidak, rasa benci sudah melebihi rasa cintaku untuk mas Dimas," Jelasku. "Aku ingin pulang, tapi aku malu dengan papa dan mama," lanjut ku lagi."Nel, dengar ya, buang rasa malumu itu orang tua mu berhak tahu atas semua ini, kamu Tidak boleh egois sama perasaanmu s
PERCERAIAN."Apa?! kurang ajar si Dimas, berani- berani nya dia selingkuh, dan menikah lagi belakang kamu," Marah papa yang tadi ikut mendengar ceritaku.Aku menceritakan semuanya selama hampir dua tahun aku hidup bersama suamiku itu."Aku sudah mencari tahu seluk beluk Farah, Istri siri mas Dimas, dan ternyata dia bekerja sebagai manager disalah satu perusahan cabang Kak Bima di Kota," jelasku.Kak Bima adalah kaka kandung ku, yang sekarng tinggal di Kalimantan. Kak Bima sedang membuka usaha baru disana, bersama istri mbak Mila, dan dua anak nya, Bella dan Nando. "Bima, sekarang juga pecat Manager kamu yang ada di perusahan cabang di kota, namanya Farah," kata papa yang sedang telpon dengan Kak Bima......"Panjang ceritanya, ini masalah adikmu, Nela." jawab papa......."Tidak ada tapi- tapian, papa tunggu kabar nya besok!" tukas papa dengan nada tinggi."Kurang ajar Dimas, emang dari dulu aku tidak menyukai dia!!" kata papa penuh emosi."Mama juga, apalagi ibu mertua mu itu Nel, mu
Pov Dimas "Kok bisa kamu dipecat?" Tanya ku pada Farah yang baru menjadi istriku."Ngak tau mas, tiba- tiba saja aku dipecat. Katanya CEO asli yang langsung menyuru memecatku, padahal aku tidak pernah berbuat salah terhadap CEO ku itu." Jawab Farah. "Siapa nama CEO kamu?" tanyaku penasaran. Apa salah Farah sehingga dia pecat istriku ini?"Pak Bima Ferdian Prasetya," Jawab istriku yang membuatku mematung.Bima Prasetya? namanya sama seperti nama kakaknya Nela, Nela Feradina Prasetya."kenapa wajahmu mas? kamu kenal?" Tanya Farah binggung. "Seperti nama Kakanya Nela," gumam kecilku yang didengar Farah."Hah?! kamu udah gila? Nela mantan istri miskin mu itu? masa punya kaka yang CEO sih? ngaco kamu, mungkin namanya sama," Tukas Farah sambil terkekeh.Dia segera membuka gawainya, dan menunjukan foto kepadaku. "Nih, lihat CEO ku pak Bima. Ini waktu dia ada tugas disini. Mana mungkin pak Bima yang ganteng punya saudari kek Nela dekil itu. Katanya Keluarga pak Bima ini orang terkaya di k