"Bu ... ," ucap pria penagih hutang itu. Dia nampak sedikit kasihan dengan keadaan Vani.Dituntunnya Vani untuk berdiri dan dibawanya menuju kursi di salah satu terasnya lalu di dudukkannya."20 juta ... untuk biaya pernikahan? Astagfirullah," ucap Vani kembali sambil beristigfar."Iya, Bu. Jadi bagaimana, Bu?" tanyanya kembali."Saya bisa minta waktunya seminggu lagi gak, Pak? Biar saya tanya Mas Wisnu dulu," mohon Vani."Tapi janji ya, Bu, seminggu harus sudah ada uangnya," ujar si pria menegaskan."Akan saya usahakan, Pak," jawab Vani."Baik, saya permisi dulu, Bu," pamit pria tersebut.Seperginya pria itu, Vani pun kembali beristigfar melihat nota hutang yang diberikan sang pria tadi. Tak lama, Pak Latif dan Bu Rina pun datang sehabis mereka membantu merapikan sisa-sisa dekorasi pesta pernikahan anaknya itu."Assalamu'alaikum Van, siapa tadi yang datang?" tanya Pak Latif sesudah mengucapkan salam. Dia pun lalu duduk di kursi sebrang Vani yang hanya terhalang oleh meja kecil tempat
"Astagfirullah," guman Vani.Gerry terus bergerak hingga saat ini posisinya berada di samping Pak Leon. Dia pun lalu menundukkan pandangannya, tak berani menatap Vani dan keluarganya.Keluarga Vani pun nampak syok melihat keadaan Gerry."Perkenalkan, dia Gerry. Anak kandung saya, atau kakak tirinya Wisnu. Tenang saja, mereka tidak sedarah kok. Wisnu itu anak sambung saya, bawaan dari istri kedua saya. Jadi, mereka tak ada hubungan darah. Gerry mengalami kecelakaan 1 tahun lalu yang membuatnya harus menderita kelumpuhan sehingga tidak bisa berjalan dan menggerakan tangannya. Namun, ini sudah ada sedikit perubahan karena sekarang tangan kanannya sudah bisa bergerak," jelas Pak Leon memperkenalkan Gerry. Gerry mengangkat wajahnya sebentar lalu memaksakan diri untuk tersenyum kepada keluarga Vani, setelah itu menunduk kembali."Vani gak mau nikah sama dia!" tolak Vani dengan tegas. Tolakan Vani mampu membuat Gerry mengangkat kembali kepalanya yang tertunduk. Gerry pun mengarahkam pandanga
Mobil pun melaju di tengah jalanan ibukota yang mulai padat merayap. Setelah menempuh perjalanan selama 30menit, akhirnya mereka sampai di salah satu pertokoan. Nugea's Group, plang besar terpampang nyata di tengah atas salah satu ruko. Dibawahnya ada 3 plang yang sedikit lebih kecil di masing-masing ruko, setidaknya ada 3 ruko disana, Nugea's Advertising, Nugea's Boutique dan Nugea's Studio. Mobil pun berhenti tepat di depan Nugea`s Studio."Ayo turun," ajak Gerry kepada istri dan mertuanya. Fatah pun lalu membantu membuka pintu mobilnya dan membantu mendudukkan Gerry di kursi rodanya."Mas ...," ucap Vani terjeda sambil menatap ruko yang ada didepannya."Kamu tau ini, Dek?" tanya Gerry dan dia pun mengangguk mengiyakan."Ayo, masuk," ajak Fatah kepada mereka. Fatah berjalan duluan memimpin mereka berempat lalu membuka pintu masuk dan mengucapkan salam."Wa'alaikumsalam, Gerald ..., " panggil seorang wanita dari meja resepsonis lalu menghampiri mereka. Setelah berada tepat didepan Ge
Akhirnya, mereka pun sampai di rumah pukul 18.00, dan sudah masuk waktu magrib. Setelah menurunkan semua penumpangnya, Fatah pun langsung pamit pulang."Gua langsung pulang, Ger," pamit Fatah kepada Gerry."Gak mampir dulu, Mas Fatah? Kita makan malam dulu, kan cape dari tadi nyupir terus, meskipun di kasih cemilan mulu," tanya Pak Latif kepada Fatah."Ngga Pak, terimakasih tawarannya. Tapi, saya ada janji temu dengan seseorang, jadi mau langsung pulang," pamit Fatah kembali."Bilang aja Lu mau ngedate, Fat," ketus Gerry dan Fatah pun lalu tersenyum."Ya udah, saya pamit ya semuanya, Assalamu'alaikum," pamit Fatah akhirnya."Wa'alaikumsalam," jawab mereka serempak."Yuk masuk, takut keburu abis waktu magribnya,"ajak Pak Latif kepada semuanya. Pak Latif pun lalu membuka kunci pintu rumahnya dan berjalan kedalam duluan, lalu disusul oleh Bu Rina, Gerry dan Vani."Astagfirullah, Vani belum masak, Pak," ucap Vani sambil menepuk jidatnya setelah mereka sampai diruang tamu."Pesen online aj
"Mas kamu kenapa?" tanya Vani sedikit panik melihat Gerry."Tanganku mati rasa, Dek. Gak papa kok, nanti juga baikan lagi. Anterin Mas ke kamar aja yuk, mau istirahat aja kayanya" pinta Gerry kepada istrinya itu."Makan dulu, Ger. Kamu kan belum makan juga dari tadi. Van, suapin gih suami kamu! Kasian dia," titah Pak Latif kepada anaknya. Vani pun menghembuskan napas kasar menahan sedikit kesal.'Sabar Vani, sabar. Orang sabar badannya lebar' batin Vani didalam hati."Iya Pak. Sini biar Vani yang suapin Mas aja, nanti abis makan baru istirahat ya," ujar Vani kepada sang suami dan diangguki oleh Gerry."Makasih, Dek" jawab Gerry. Nampak sedikit senyum di sudut bibirnya mendengar ucapan Vani tersebut. Akhirnya, Gerry pun makan berdua bersama Vani dan disuapi olehnya.Setelah selesai makan malam dan membereskan sisa makanannya, Vani pun lalu mendorong suaminya menuju ruang keluarga lalu memindahkannya ke karpet bulu yang berada disana agar dia bisa meluruskan kakinya untuk bersantai seje
Vani pun nampak gusar karena Gerry yang tiba-tiba menci*m bibirnya. Karena kesal, akhirnya dia langsung saja pindah menuju pojok tempat tidur dan segera memejamkan matanya.Gerry masih nampak terkekeh melihat kelakuan istrinya itu."Kamu cantik, Dek, kalo lagi ngambek kaya gini. Andai aja aku normal, mungkin kamu gak akan malu nikah sama aku. Sayang aja, kamu dapet aku pas lagi kena sialnya. Duhh ... pingin meluk tapi susah. Takut ngambek pula lagi dia," ucap Gerry sambil memandang wajah istrinya yang sudah terpejam itu lalu membelai rambut panjangnya dan dia pun ikut memejamkan matanya.Perlahan, Vani membuka kembali matanya dan menatap wajah sang suami. Ternyata, dari tadi dia hanya pura-pura tidur dan mendengar semua ocehan suaminya."Kalo di liat-liat, kamu emang lebih cakep dibanding Mas Wisnu si. Semoga aja kamu bener-bener bisa bahagiain aku nantinya Mas," ucap Vani lirih. Dia pun mendekatkan tubuhnya ke suaminya dan langsung memeluk suamin
"Apa?" tanya Vani kepada Adel sang adik. Ternyata dia yang tadi berteriak memanggil namanya."Liat nih baju gua! Kenapa bisa ada disini? Terus inu kenapa robek disini? Ya Ampun Kak! Ini tu baju baru ya!" ucap Adel dengan histeris sambil mengarahkan bajunya kepada sang kakak. Sedangkan Vani, nampak menggedikkan bahu tanda tak paham."Lu gak tau kalo baju ini mahal? Gua beli ini tuh hampir empat ratus ribu ya kak! Dan sekarang malah kek lap gini? Gua gak mau tau, pokoknya lu harus ganti! Kalo gak, gua bilang Mas Wisnu loh," cecar Adel kembali."Hoax banget empat ratus ribu. Paling juga cuma empat puluh ribu, terus belinya di pasar malem," ledek Gerry. Vani yang mendengar itu berusaha menahan tawanya didepan mereka berdua. 'Bisa juga ternyata Mas Gerry ngeledek Adel,' batin Vani dalam hati."Ketawa mah ketawa aja, Dek. Gak usah kek nahan p*p gitu," ledek Gerry kepada sang istri yang berada disebelahnya."Mas ... resek banget dia mah ah," uja
"Wisnu, apa-apaan kamu!" bentak Pak Latif kepada menantunya itu. Dia tak suka dengan sikap Wisnu yang main asal lempar gelas kepada Gerry sehingga membuat luka di kepala Gerry. Darah pun keluar perlahan dari atas keningnya dan bergerak secara perlahan kebawah wajahnya."Maksud Mas apa bilang kaya gitu?! Aku tau Mas nyindir aku kan? Aku siap kok buat nikah, makanya aku berani nikah!" geram Wisnu kepada Gerry sambil mengepalkan tangannya.Suasana ruang makan pun nampak tegang karena perseteruan antara Gerry dan Wisnu. Gerry pun nampak terkekeh sambil mengusap sebelah keningnya tanda bahwa dia saat ini sedang marah. Tak di pedulikannya rasa sakit akibat luka di keningnya itu. Vani nampak panik melihat luka di kepala suaminya tetapi dia bingung apa yang harus dilakukannya."Termasuk siap dengan biaya?" tanya Gerry pelan namun mampu membuat Wisnu terdiam membeku. Ya biaya, pasalnya Wisnu kemaren tidak siap dengan biaya yang akan dikeluarkan olehnya."Bi -- biaya? Si -- siap kok. Kalo gak s