Share

Pijatan Pak Latif

"Mas kamu kenapa?" tanya Vani sedikit panik melihat Gerry.

"Tanganku mati rasa, Dek. Gak papa kok, nanti juga baikan lagi. Anterin Mas ke kamar aja yuk, mau istirahat aja kayanya" pinta Gerry kepada istrinya itu.

"Makan dulu, Ger. Kamu kan belum makan juga dari tadi. Van, suapin gih suami kamu! Kasian dia," titah Pak Latif kepada anaknya. Vani pun menghembuskan napas kasar menahan sedikit kesal.

'Sabar Vani, sabar. Orang sabar badannya lebar' batin Vani didalam hati.

"Iya Pak. Sini biar Vani yang suapin Mas aja, nanti abis makan baru istirahat ya," ujar Vani kepada sang suami dan diangguki oleh Gerry.

"Makasih, Dek" jawab Gerry. Nampak sedikit senyum di sudut bibirnya mendengar ucapan Vani tersebut. Akhirnya, Gerry pun makan berdua bersama Vani dan disuapi olehnya.

Setelah selesai makan malam dan membereskan sisa makanannya, Vani pun lalu mendorong suaminya menuju ruang keluarga lalu memindahkannya ke karpet bulu yang berada disana agar dia bisa meluruskan kakinya untuk bersantai sejenak sambil menunggu waktu isya datang.

"Sering begitu, Ger?" tanya Pak Latif kepada Gerry saat mereka sudah berada di ruang keluarga.

"Iya. Biasanya kalo abis nulis atau terlalu banyak ngerjain sesuatu suka mati rasa. Tapi kalo dah diisitahatin ya sembuh lagi," jawab Gerry.

Sebenarnya, tadi Gerry hanya berpura-pura saja agar Vani bisa menyuapinya, namun dia tak menyangka bahwa hal itu juga mampu membuat sang mertua sedikit panik.

"Sini, coba bapak pijetin. Kali aja bisa mendingan," tawar Pak Latif dan diangguki oleh Gerry.

Pak Latif pun lalu meraih tangan kanan Gerry lalu memijat-mijat area pergelangan tangannya. Setelah itu beralih ke lengan atas lalu kebawah lagi. Begitu terus sampai sekitar 5menit baru berpindah ke daerah belakang leher.

"Sakit Pak disitu," rintih Gerry sambil meringis saat pijatan Pak Latif mengarah ke area sana.

"Tahan sebentar ya. Biasanya kalo leher dah rada enakan, nanti semua badan juga enakan. Pernah berobat ke alternatif Ger?" tanya Pak Latif kepada menantunya itu.

"Belum, Pak. Baru di rumah sakit aja, terus terapi. Tapi baru bisa sembuh satu tangan, rasanya udah gak mau terapi lagi. Karena, percuma sembuh juga. Gak bakal ada yang peduli," ujar Gerry. Matanya menatap lurus kedepan, namun pikirannya menerawang jauh ke masalalunya. Tanpa sadar ada sebulir air mata yang hampir jatuh namun berhasil dia hapus sebelum terlihat oleh Vani dan keluarganya.

"Kok ngomong gitu? Gak boleh kaya gitu. Itu menyalahi takdir namanya," ujar Pak Latif dengan lembut sambil terus memijat Gerry. Sekarang pijatannya, sudah berganti posisi di lengan sebelah kirinya. Vani yang tadi berada disisi sebelah kiri Gerry pun lalu pindah duduknya karena sang bapak akan memijat suaminya.

"Sejak nikah sama si Wiwik, papa seakan gak peduli lagi sama aku dan juga mamah. Malah, karena masalah apa gitu aku lupa, kayanya mah Wisnu, mama sampe dihajar habis-habisan sama papa. Mama juga sempet hampir gila waktu itu, gara-gara ulah si Wiwik yang suka ngadu domba papa dan mama. Akhirnya pas aku masuk SMA, mama mutusin buat keluar dari rumah itu. Hidupku tadinya baik-baik aja meskipun awalnya sulit. Tapi, dengan ada mama disamping aku, setidaknya dia bisa jadi penyemangat aku. Tapi, sejak mama meninggal setahun kemaren, rasanya hidup aku hampa dan gak berasa punya semangat lagi apalagi keadaan aku juga lumpuh total waktu itu. Kalau bukan karena keluarga Fatah, aku gak bakalan bisa kaya gini," cerita Gerry panjang kali lebar kepada Pak Latif.

"Apa sekarang pikiran kamu juga masih kaya gitu? Hidup masih hampa?" tanya Pak Latif mengintrogasi. Pijatannya sekarang sudah beralih ke area kaki.

"Ngga. Aku punya Vani sekarang. Meskipun aku tau, pernikahan ini juga terpaksa. Tapi setidaknya aku harus berjuang buat sembuh biar bisa ngebahagiain dia. Siapa tau nanti, cinta itu datang seiring berjalannya waktu," ucap Gerry sambil melihat ke arah Vani. Pipi Vani pun nampak bersemu merah mendengar ucapan suaminya itu dan langsung memeluk sang suami.

"Heh, mesraannya nanti aja dikamar! Bapak masih ngurut suaminu ini!" ucap Pak Latif dengan sedikit membentak melihat tingkah anaknya itu. Meskipun terlihat seperti membentak, namun sebenarnya Pak Latif masih berbicara dengan lembut dan ada nada meledek terhadap anaknya itu.

"Refleks, Pak," bela Vani. Vani pun nampak malu akan tingkahnya tadi, lalu dia pun tertawa karenanya, sehingga membuat ke 3 orang lainnya pun tertawa.

"Bapak suka ngurut?" tanya Gerry kepada Pak Latif. Karena pijatannya tadi, benar-benar membuat badannya sedikit rileks dan nyaman.

"Bisa sedikit. Dulu kan bapak pernah jadi tukang urut. Sekarang juga si, cuma karena dah tua tenaganya gak sekuat dulu jadi udah gak mau nerima jasa urut lagi. Paling kalo anak-anak masih mau lah," jelas Pak Latif dan Gerry pun mengangguk tanda paham.

Mereka pun bersantai sejenak sambil menonton acara TV. Sekitar pukul 20.00, barulah Vani mengajak suaminy itu kekamar setelah sebelumnya ke kamar mandi dahulu untuk berwudhu dan akan menunaikan salat isya.

Di dalam kamar, setelah menunaikan salat isya, Vani pun lalu membantu Gerry untuk beristirahat di kasurnya. Setelah itu, dia mengambil kasur bulu yang berada di pojok kamarnya dan menggelarnya disampingnya tempat tidurnya

"Itu buat apaan, Dek?" tanya Gerry tak paham.

"Tidur lah. Aku gak mau tidur seranjang sama Mas," ucap Vani dengan nada sedikit ketus. Gerry pun lalu menghembuskan napas kasarnya.

"Kamu disini aja, Dek. Biar Mas yang dibawah," ujar Gerry. Dia tak mungkin tega melihat istrinya itu tidur dibawah sementara dirinya tidur di kasur yang empuk.

"Ribet nanti kalo kamu dibawah mah. Susah gotonganya," jswab Vani dengan nada yang masih sama ketusnya.

"Aku di kursi roda aja. Kamu jangan tidur dibawah. Gak baik, nanti masuk angin. Siniin lagi coba itu kursi rodanya, biar aku disana aja," titah Gerry kepada sang istri.

Vani pun nampak menghembuskan napas kasar. Di satu sisi dia tak ingin tidur bersama sang suami. Namun, di satu sisi juga dia tak tega kalau menyuruh suaminya tidur dibawah atau dikursi roda. Akhirnya, dia pun mengalah untuk tidur bersama suaminya di kasur.

"Huh. Sial amat nasib gue. Udah gagal nikah, eh sekalinya nikah malah dapet suami cacat modelan gini. Ngerepotin sumpah," gerutu Vani kepada suaminya itu.

"Coba inget - inget, dulu lu pernah buat dosa apa sampe punya laki cacat kek gua?" tanya Gerry balik. Gerry nampak sedikit kesal dengan gerutuan Vani. Pasalnya, sikap Vani jika berdua saja dengannya selalu ketus dan jutek, berbeda jika berada didekat orang tuanya yang sangat lemah lembut kepadanya.

"Gak tau. Sial banget emang. Akh, andai lu kek di novel-novel gitu, yang cuma pura-pura lumpuh demi nyari wanita yang bisa nerima dia apa adanya. Atau mungkin beneran lumpuh, tapi setidaknya dia tajir melintir," jawab Vani asal.

"Mimpi lu kejauhan," ujar Gerry sambil menjitak kepala istrinya yang saat itu sudah berada duduk disampingnya itu dengan sedikit gemas.

"Huh. Sana geseran lagi," ujar Vani kepada Gerry. Namun, bukannya bergeser, Gery malah ...

"Maaaaasssss ... " teriak Vani sedikit agak pelan kepada suaminya. Sedangkan Gerry nampak sedikit terkekeh melihat tampang istrinya itu.

Kira-kira apa yang dilakukan Gerry ya?

Komen (8)
goodnovel comment avatar
for you
udah bodoh di tipu calon suami ibu dan adik nya masih songong si vani ,nanti ujung ujung nya mau juga harus nya ga perlu di bikin jual mahal si vani biasa saja gitu
goodnovel comment avatar
Santi Kasim
vani jual mahal
goodnovel comment avatar
Roro Halus
gak bisa berhenti baca ... bikin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status