"Apa?" tanya Vani kepada Adel sang adik. Ternyata dia yang tadi berteriak memanggil namanya.
"Liat nih baju gua! Kenapa bisa ada disini? Terus inu kenapa robek disini? Ya Ampun Kak! Ini tu baju baru ya!" ucap Adel dengan histeris sambil mengarahkan bajunya kepada sang kakak. Sedangkan Vani, nampak menggedikkan bahu tanda tak paham."Lu gak tau kalo baju ini mahal? Gua beli ini tuh hampir empat ratus ribu ya kak! Dan sekarang malah kek lap gini? Gua gak mau tau, pokoknya lu harus ganti! Kalo gak, gua bilang Mas Wisnu loh," cecar Adel kembali."Hoax banget empat ratus ribu. Paling juga cuma empat puluh ribu, terus belinya di pasar malem," ledek Gerry. Vani yang mendengar itu berusaha menahan tawanya didepan mereka berdua. 'Bisa juga ternyata Mas Gerry ngeledek Adel,' batin Vani dalam hati."Ketawa mah ketawa aja, Dek. Gak usah kek nahan p*p gitu," ledek Gerry kepada sang istri yang berada disebelahnya."Mas ... resek banget dia mah ah," uja"Wisnu, apa-apaan kamu!" bentak Pak Latif kepada menantunya itu. Dia tak suka dengan sikap Wisnu yang main asal lempar gelas kepada Gerry sehingga membuat luka di kepala Gerry. Darah pun keluar perlahan dari atas keningnya dan bergerak secara perlahan kebawah wajahnya."Maksud Mas apa bilang kaya gitu?! Aku tau Mas nyindir aku kan? Aku siap kok buat nikah, makanya aku berani nikah!" geram Wisnu kepada Gerry sambil mengepalkan tangannya.Suasana ruang makan pun nampak tegang karena perseteruan antara Gerry dan Wisnu. Gerry pun nampak terkekeh sambil mengusap sebelah keningnya tanda bahwa dia saat ini sedang marah. Tak di pedulikannya rasa sakit akibat luka di keningnya itu. Vani nampak panik melihat luka di kepala suaminya tetapi dia bingung apa yang harus dilakukannya."Termasuk siap dengan biaya?" tanya Gerry pelan namun mampu membuat Wisnu terdiam membeku. Ya biaya, pasalnya Wisnu kemaren tidak siap dengan biaya yang akan dikeluarkan olehnya."Bi -- biaya? Si -- siap kok. Kalo gak s
Tubuh Vani mendarat sempurna diatas tubuh Gerry. Gerry pun lalu menc*um bibir Vani dan memeluk tubuh istrinya itu sambil meghirup aroma khas tubuhnya. Vani yang tak siap dengan serangan mendadak itu, hanya bisa pasrah, dia takut jika melawan maka Gerry akan kembali marah."Bentar, Mas, tutup pintu dulu," ucap Vani saat Gerry telah melepaskan ci*mannya. Gerry pun lalu melepaskan pelukannya dan membiarkan Vani untuk menutup pintunya.Setelah pintu kamar terkunci, Vani lalu kembali ke dekat Gerry dan naik ke tempat tidur untuk ikut rebahan bersama Gerry. Gerry pun mengubah posisi tidurnya menjadi miring dengan bantuan Vani. Kini posisi mereka saling berhadap-hadapan, Vani membelai wajah sang suami dengan sangat lembut, begitupun dengan Gerry yang membelai rambut Vani dan perlahan menuju ke pinggangnya. Tangan kekarnya tetap berada di pinggang Vani, lalu dia pun menci*m kening wanitanya itu."Maaf udah ngebentak kamu, aku refleks tadi," ujar Gerry dengan penuh penyesalan. Vani pun menggel
Udah yuk, Yang, kita pergi aja dari sini. Parah banget emang Kak Vani sekarang," ajak Adel kepada Wisnu. Adel pun berjalan lebih dahulu menuju kamarnya."Van, kenapa Lu berubah?" tanya Wisnu lirih sambil terus menatap pintu kamar Vani. Setelah beberapa saat, barulah dia pergi menyusul Adel menuju kamarnya.***Keesokan harinya, Vani pun telah bersiap untuk pergi bekerja."Cantik banget, Dek," puji Gerry kepada istrinya itu, saat Vani mengoleskan lipstik di bibirnya."Makasih, Mas," kata Vani sambil terus merapihkan make upnya."Jangan cantik-cantik, Dek. Nanti ada yang naksir kamu lagi," kata Gerry kembali. Vani pun kemudian menghentikan aktivitasnya saat mendengar ucapan Gerry tersebut."Gak, Mas," ucap Vani lalu menghampiri Gerry. Dia pun lalu duduk dipangkuan Gerry kemudian menc*um bibirnya.Sebenarnya, Gerry ingin melakukan hal lebih dari sekedar kissing, tapi dia tak berani mel
"Mas," panggil gadis itu lalu berlari menghampiri Gerry di teras dengan seyum yang sangat menawan. Lesung pipit di pipi sebelah kirinya, mampu membuat siapa saja terpana, begitu pun dengan Gerry yang ikut tersenyum melihat tingkahnya.Tak berselang lama, terparkir lagi sebuah mobil dan Fatah pun turun dari mobil itu. Dua mobil series terbaru berjejer rapi di depan pagar pintu rumah Vani."Mas, kemana aja? Kok gak pulang-pulang? Katanya cuma seminggu doang?" tanya gadis itu bertubi-tubi setelah menyalami dan memeluk Gerry sebentar. Gerry pun menyuruhnya duduk terlebih dahulu di kursi yang berada didekatnya. Setelah itu menyalami Fatah yang berada dibelakangnya lalu menyuruhnya duduk di bangku sebrangnya."Ada disini. Kamu tau dari mana rumah ini?" tanya Gerry kepada gadis itu. Pasalnya, dia tak pernah memberi tahu rumah Vani sebelumnya."Dari Mas Fatah hehe. Jawab dulu pertanyaan Mira, Mas," pinta gadis itu yang ternyata bernama Amira."Ma
"Bisa apa, Pak?" tanya Gerry yang nampak kebingungan dengan ucapan Pak Latif."Kok bisa nyampe sini, kan tadi masih diteras?" tanya Pak Latif bingung, dan Gerry pun akhirnya tertawa, dia paham apa yabg dimaksud Pak Latif."Ini kan otomatis, Pak. Ada tombolnya disini yang bisa bantu aku gerakin kursi rodanya. Jadi gak perlu didorong," jelas Gerry sambil memberi tau tombol di kursi rodanya. Pak Latif pun memperhatikan tombol-tombol itu dengan seksama."Eh iya juga ya. Bagus juga ternyata kursi rodamu, Ger," puji Pak Latif dan Gerry pun nampak tersenyumTak lama, ada yang mengucapkan salam dari luar rumah dan langsung masuk begitu saja, ternyata itu adalah Bu Rina yang baru pulang."Wah, lagi pada apa ini?" tanya Bu Rina saat menghampiri Gerry dan Pak Latif di ruang tamu."Ini Bu, tadi Mas Fatah kesini nemuin Gerry, terus sekalian bawain makan siang," jawab Pak Latif sambil menunjukkan bungkusan hitam yang tadi diberikan oleh Gerry."Alhamdulillah, ada rejeki lebih ternyata," jawab Bu Ri
"Tuman. Dikasih hati minta jantung," ucap Vani dengan sedikit ketus. Dia pun lalu mengelus kepala suaminya yang tadi sempat ditimpuknya dengan bantal."Jangan kasar-kasar napa sama suami sendiri," oceh sang suami. Vani pun nampak menghembuskan napas kasar karena ucapannya itu.Setelah itu, mereka pun lalu melaksanakan salat maghrib dan makan malam bersama.Setelah makam malam selesai, Adel pun memberikan sesuatu kepada ibunya."Bu, ini ada titipan dari Mas Wisnu," ucap Adel seraya menberikan sebuah amplop coklat yang kemungkinan berisi uang kepada ibunya itu.Bu Rina pun mengambil amplop itu dan mengeluarkannya. Pak Latif pun nampak memperhatikannya, begitupun dengan Vani dan Gerry. Vani pun memegang tangan kiri Gerry lalu meremasnya seperti menahan amarah. Mungkin dia iri atau apa. Beruntung tangan yang di remas Vani merupakan tangan yang mati rasa, sehingga Gerry tak terlalu merasakan sakitnya. Kemudian, Gerry pun na
Brak !Bunyi pintu kamar yang dibanting oleh Vani. Pak Latif yang berada diruang tamu pun, segera mematikan tv-nya dan pergi ke kamarnya. Adel yang saat itu sedang mengerjakan laporan dikamarnya pun nampak kaget karena bunyi itu."Kakak kenapa, Yang?" tanya Adel sambil mengernyitkan dahinya kepada Wisnu yang baru saja masuk."Gak tau. Marah-marah gak jelas," ucap Wisnu berbohong. Adel pun segera membereskan laporannya dan berlalu menuju tempat tidurnya bersama Wisnu.Sementara itu di kamar Vani."Dek ... ," ucap Gerry dengan nada yang lembut. Dia tak berani menatap wajah Vani yang nampak merah padam menahan amarah. Dia pun hanya bisa tertunduk."Mas gak papa?" tanya Vani sambil melihat wajah suaminya. Diangkatnya wajah itu agar matanya bersitatap dengannya."Mas gak papa ko. Kamu kenapa marah-marah,Dek?" tanya Gerry penasaran lalu membelai rambut panjang Vani."Kamu beneran gak
"Li -- lima juta? Yang bener aja? Cincin sekecil ini bisa semahal itu?" tanya Vani kembali dengan nada tak percaya."Emang kecil keliatannya. Tapi liat lebih jeli dong, ini tuh berlian ya. Udah deh, kalo lu masih tetep gak percaya, ayo ikut gua ke toko emas langganan gua. Biar lu tanya langsung," ajak Gita kemudian."Boleh. Balik gawe gimana?" tanya Vani dan diangguki oleh Gita.Vani pun masih terus memikirkan ucapan Gita barusan, 'apa iya ini berlian asli? Jika iya, pantes aja waktu itu dia semper nahan biar gak dilepas,' batin Vani***Sepulang dari kantor, sesuai kesepakatan tadi, akhirnya Vani dan Gita pun menuju toko emas langganan Gita di salah satu mall yang ada di daerah Fatmawati.Sesampainya di toko emas itu, sang pemilik pun lalu bertanya."Oi Neng Gita, kemana aja baru keliatan? Mau borong kah?" tanya si Kokoh dengan logat aksen cindo."Ada, Koh. Ngga, Koh, aku mau nanya