Akhirnya, mereka pun sampai di rumah pukul 18.00, dan sudah masuk waktu magrib. Setelah menurunkan semua penumpangnya, Fatah pun langsung pamit pulang.
"Gua langsung pulang, Ger," pamit Fatah kepada Gerry."Gak mampir dulu, Mas Fatah? Kita makan malam dulu, kan cape dari tadi nyupir terus, meskipun di kasih cemilan mulu," tanya Pak Latif kepada Fatah."Ngga Pak, terimakasih tawarannya. Tapi, saya ada janji temu dengan seseorang, jadi mau langsung pulang," pamit Fatah kembali."Bilang aja Lu mau ngedate, Fat," ketus Gerry dan Fatah pun lalu tersenyum."Ya udah, saya pamit ya semuanya, Assalamu'alaikum," pamit Fatah akhirnya."Wa'alaikumsalam," jawab mereka serempak."Yuk masuk, takut keburu abis waktu magribnya,"ajak Pak Latif kepada semuanya. Pak Latif pun lalu membuka kunci pintu rumahnya dan berjalan kedalam duluan, lalu disusul oleh Bu Rina, Gerry dan Vani."Astagfirullah, Vani belum masak, Pak," ucap Vani sambil menepuk jidatnya setelah mereka sampai diruang tamu."Pesen online aja, Dek. Capek juga kan kalo kamu harus masak sekarang," kata Gerry kemudian."I, iya sih, tapi ..., " ucapan Vani pun terjeda."Mas yang bayar. Nih, pilih aja mau beli apa?" tanya Gerry sambil menyerahkan handphonenya yang sudah masuk ke aplikasi makanan online. Vani pun lalu mengambil hape itu dan duduk disebelah Gerry, dia nampak memilih beberapa makanan namun dikeluarkannya lagi, begitu seterusnya hingga membuat Gerry yang berada disampingnya nampak gusar."Tinggal pilih aja si, Dek. Mau nyari apaan? Dah lah, Mas aja yang pesen, nunggu kamu mah kelamaan, keburu mati kelaperan," ucap Gerry meledek dan Vani pun tampak tertawa meringis mendengar ucapan Gerry. Dia pun kemudian mengembalikan kembali hpnya kepada sang pemilik. Sebenarnya, Vani bingung mau membeli apa, karena takut jika yang dia pesan justru kemahalan dan malah memberatkan Gerry. Vani sebenarnya bisa saja, cukup dengan makan malam berupa mie instan atau telur saja, tapi dia pun harus memikirkan bagaimana makan malam untuk Gerry dan kedua orang tuanya.Pak Latif dan Bu Rina pun nampak terkekeh melihat tingkah keduanya."Bapak sama Ibu ke kamar duluan ya, mau mandi. Maaf Nak Gerry, disini kamar mandinya cuma 2, satu dikamar bapak, satu lagi di dekat dapur untuk Vani dan Adel," ucap Pak Latif."Iya Pak, gak papa kok," ucap Gerry. Setelah itu, Pak Latif dan Bu Rina pun lalu bergegas pergi kekamar mereka. Gerry pun nampak masih mengutak atik hapenya memesan beberapa makanan secara online sampai dia tidak sadar jika Vani sudah tak ada disebelahnya lagi."Minum dulu, Mas," kata Vani sambil menyerahkan gelas kepada Gerry."Makasih, Dek," jawab Gerry. Gerry pun lalu meletakkan hpnya ke kantong di samping kursi rodanya dan mengambil gelas yang diberikan Vani lalu meminumnya hingga hampir habis setengah."Udah pesennya, Mas? Terus mau mandi dulu gak? Tapi, nanti kamu ganti pake baju apa ya Mas? Masa pake bajuku?" tanya Vani kepada Gerry."Udah. Aku udah suru lapa kirimin tasku kesini kok, Dek. Paling bentar lagi juga nyampe," jawab Gerry. Dan benar saja, tak lama kemudian ada yang memanggil 'paket' didepan rumahnya. Vani langsung bergegas keluar dan menerima paket itu."Mbak Vani ya?" tanya sang driver berjaket hijau itu."Iya, Pak. Udah bayar belum, Pak?" tanya Vani kembali dan dijawab sudah oleh sang driver. Vani pun lalu menerima tas itu dan mengucapkan terimakasih, setelah itu kembali masuk kedalam rumah."Emm Mas, biasanya kamu mandi gimana?" tanya Vani sedikit ragu."Biasanya Fatah yang bantuin. Dia yang bawa aku kekamar mandi sama mandiin, tapi sekarang tanganku dah bisa gerak satu kok, jadi bisa mandi sendiri mah," jawab Gerry dan Vani pun mengangguk paham.Vani pun lalu membawa masuk tas Gerry kedalam kamarnya dan mengambil baju di dalam tasnya serta handuk baru di lemarinya lalu kembali menuju Gerry yang masih ada diruang tamu. Dia pun mendorong kursi roda Gerry menuju kamar mandi.Sesampainya di pintu kamar mandi, Vani pun membukanya dan membawa kursi rodanya masuk. Vani lalu membantu memindahkan Gerry dari kursi roda menuju WCnya. Kebetulan, posisi WC milik Vani sedikit lebih tinggi, jadi bisa untuk duduk disana. Setelah Gerry pindah dan duduk, Vani pun lalu mengeluarkan kursi rodanya.'Bismillah, semoga Mas Gerry gak punya pikiran macem-macem deh,' batin Vani dalam hati.Vani pun kembali masuk kedalam kamar mandi dan kemudian menguncinya. Hal itu mampu membuat tatapan yang heran dari Gerry."Ngapain, Dek?" tanya Gerry penasaran."Bantuin Mas mandi lah. Emang, Mas bisa mandi sendiri? Buka baju sendiri?" tanya Vani kembali."Ng ... nggak sih, he," jawab Gerry terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal."Tapi, Mas jangan macem-macem loh, ya," ancam Vani sambil membantu Gerry melepas kemejanya."Macem-macem juga gak papa, kan udah halal," jawab Gery dan langsung mendapat guyuran dari Vani."Duh, Dek ... tega banget dia mah sama suami sendiri," protes Gerry yang nampak gelagapan karena mendapat guyuran dadakan dari istrinya."Heleh, nikah karena terpaksa ini kok. Kalo bukan karena Pak Leon ngasih syarat gini, aku juga gak bakalan mau sama kamu. Lagi, siapa yang mau nikah sama pria lumpuh dan cacat kek kamu," ucap Vani dengan nada ketus."Maaf," ucap Gerry lirih.Vani nampak diam saja, tangannya nampak cekatan terus bergerak membantu melepas celana panjang milik Gerry dan hanya menyisakan celana pendeknya saja. Vani pun lalu segera mengguyur tubuh Gerry dan menyabuninya."Pernah ngelakuin ini, Dek? Kok kayanya biasa aja?" kata Gerry kepada istrinya yang saat ini sedang mengeramasinya."Pernah. Pas abis lulus sekolah, dapet kerja ngerawat lansia lumpuh jadi udah ada pengalaman," jawab Vani cuek. Sifat Vani saat ini berbanding terbaik dengan si Vani tadi, sehingga mampu membuat Gerry berpikir seribu kali untuk menggodanya.Setelah selesai memandikan Gerry dan menghandukinya, serta memakaikan kaosnya, Vani pun lalu membuka bajunya dan ikutan mandi juga."Tutup mata sana, jangan ngintip!" titah Vani kepada suaminya. Gerry pun nampak menundukkan matanya sambil berusaha menelan salivanya. Sungguh pemandangan didepannya begitu menggodanya. Akh, andai dia normal, mungkin dia akan menggoda istrinya itu. Setelah selesai mandi, dia pun lalu mengambil wudhu, begitu pun dengan Gerry, Vani membantunya mengambilkan air wudhu, setelah itu barulah mereka keluar dari kamar mandi dan langsung menuju kamar mereka.Setelah sampai dikamar, barulah mereka melaksanakan sholat magrib berjamaah. Setelah itu, barulah mereka keluar dari kamar dan menuju ruang makan.Di ruang makan, nampak banyak hidangan yang telah tersaji dan tersusun disana."Mas ... ini semua ... ?" pertanyaan Vani terjeda namun diangguki oleh Gerry."Yuk makan," ajak Gerry kepada Vani. Vani pun lalu menyendokkan nasi dan lauknya kedalam piring milik Gerry, setelah itu baru kedalam piring miliknya. Begitupun dengan Bu Rina yang menyendokkan nasi dan lauknya dulu kedalam piring milik Pak Latif, baru kedalam piringnya.Baru saja Vani hendak menyendokkan makananya kedalam mulutnya tiba-tiba Gerry berteriak."Akh ...," ucap Gerry. Sendok yang ada ditangannya pun kini terjatuh ke lantai."Mas kamu kenapa?" tanya Vani sedikit panik melihat Gerry."Tanganku mati rasa, Dek. Gak papa kok, nanti juga baikan lagi. Anterin Mas ke kamar aja yuk, mau istirahat aja kayanya" pinta Gerry kepada istrinya itu."Makan dulu, Ger. Kamu kan belum makan juga dari tadi. Van, suapin gih suami kamu! Kasian dia," titah Pak Latif kepada anaknya. Vani pun menghembuskan napas kasar menahan sedikit kesal.'Sabar Vani, sabar. Orang sabar badannya lebar' batin Vani didalam hati."Iya Pak. Sini biar Vani yang suapin Mas aja, nanti abis makan baru istirahat ya," ujar Vani kepada sang suami dan diangguki oleh Gerry."Makasih, Dek" jawab Gerry. Nampak sedikit senyum di sudut bibirnya mendengar ucapan Vani tersebut. Akhirnya, Gerry pun makan berdua bersama Vani dan disuapi olehnya.Setelah selesai makan malam dan membereskan sisa makanannya, Vani pun lalu mendorong suaminya menuju ruang keluarga lalu memindahkannya ke karpet bulu yang berada disana agar dia bisa meluruskan kakinya untuk bersantai seje
Vani pun nampak gusar karena Gerry yang tiba-tiba menci*m bibirnya. Karena kesal, akhirnya dia langsung saja pindah menuju pojok tempat tidur dan segera memejamkan matanya.Gerry masih nampak terkekeh melihat kelakuan istrinya itu."Kamu cantik, Dek, kalo lagi ngambek kaya gini. Andai aja aku normal, mungkin kamu gak akan malu nikah sama aku. Sayang aja, kamu dapet aku pas lagi kena sialnya. Duhh ... pingin meluk tapi susah. Takut ngambek pula lagi dia," ucap Gerry sambil memandang wajah istrinya yang sudah terpejam itu lalu membelai rambut panjangnya dan dia pun ikut memejamkan matanya.Perlahan, Vani membuka kembali matanya dan menatap wajah sang suami. Ternyata, dari tadi dia hanya pura-pura tidur dan mendengar semua ocehan suaminya."Kalo di liat-liat, kamu emang lebih cakep dibanding Mas Wisnu si. Semoga aja kamu bener-bener bisa bahagiain aku nantinya Mas," ucap Vani lirih. Dia pun mendekatkan tubuhnya ke suaminya dan langsung memeluk suamin
"Apa?" tanya Vani kepada Adel sang adik. Ternyata dia yang tadi berteriak memanggil namanya."Liat nih baju gua! Kenapa bisa ada disini? Terus inu kenapa robek disini? Ya Ampun Kak! Ini tu baju baru ya!" ucap Adel dengan histeris sambil mengarahkan bajunya kepada sang kakak. Sedangkan Vani, nampak menggedikkan bahu tanda tak paham."Lu gak tau kalo baju ini mahal? Gua beli ini tuh hampir empat ratus ribu ya kak! Dan sekarang malah kek lap gini? Gua gak mau tau, pokoknya lu harus ganti! Kalo gak, gua bilang Mas Wisnu loh," cecar Adel kembali."Hoax banget empat ratus ribu. Paling juga cuma empat puluh ribu, terus belinya di pasar malem," ledek Gerry. Vani yang mendengar itu berusaha menahan tawanya didepan mereka berdua. 'Bisa juga ternyata Mas Gerry ngeledek Adel,' batin Vani dalam hati."Ketawa mah ketawa aja, Dek. Gak usah kek nahan p*p gitu," ledek Gerry kepada sang istri yang berada disebelahnya."Mas ... resek banget dia mah ah," uja
"Wisnu, apa-apaan kamu!" bentak Pak Latif kepada menantunya itu. Dia tak suka dengan sikap Wisnu yang main asal lempar gelas kepada Gerry sehingga membuat luka di kepala Gerry. Darah pun keluar perlahan dari atas keningnya dan bergerak secara perlahan kebawah wajahnya."Maksud Mas apa bilang kaya gitu?! Aku tau Mas nyindir aku kan? Aku siap kok buat nikah, makanya aku berani nikah!" geram Wisnu kepada Gerry sambil mengepalkan tangannya.Suasana ruang makan pun nampak tegang karena perseteruan antara Gerry dan Wisnu. Gerry pun nampak terkekeh sambil mengusap sebelah keningnya tanda bahwa dia saat ini sedang marah. Tak di pedulikannya rasa sakit akibat luka di keningnya itu. Vani nampak panik melihat luka di kepala suaminya tetapi dia bingung apa yang harus dilakukannya."Termasuk siap dengan biaya?" tanya Gerry pelan namun mampu membuat Wisnu terdiam membeku. Ya biaya, pasalnya Wisnu kemaren tidak siap dengan biaya yang akan dikeluarkan olehnya."Bi -- biaya? Si -- siap kok. Kalo gak s
Tubuh Vani mendarat sempurna diatas tubuh Gerry. Gerry pun lalu menc*um bibir Vani dan memeluk tubuh istrinya itu sambil meghirup aroma khas tubuhnya. Vani yang tak siap dengan serangan mendadak itu, hanya bisa pasrah, dia takut jika melawan maka Gerry akan kembali marah."Bentar, Mas, tutup pintu dulu," ucap Vani saat Gerry telah melepaskan ci*mannya. Gerry pun lalu melepaskan pelukannya dan membiarkan Vani untuk menutup pintunya.Setelah pintu kamar terkunci, Vani lalu kembali ke dekat Gerry dan naik ke tempat tidur untuk ikut rebahan bersama Gerry. Gerry pun mengubah posisi tidurnya menjadi miring dengan bantuan Vani. Kini posisi mereka saling berhadap-hadapan, Vani membelai wajah sang suami dengan sangat lembut, begitupun dengan Gerry yang membelai rambut Vani dan perlahan menuju ke pinggangnya. Tangan kekarnya tetap berada di pinggang Vani, lalu dia pun menci*m kening wanitanya itu."Maaf udah ngebentak kamu, aku refleks tadi," ujar Gerry dengan penuh penyesalan. Vani pun menggel
Udah yuk, Yang, kita pergi aja dari sini. Parah banget emang Kak Vani sekarang," ajak Adel kepada Wisnu. Adel pun berjalan lebih dahulu menuju kamarnya."Van, kenapa Lu berubah?" tanya Wisnu lirih sambil terus menatap pintu kamar Vani. Setelah beberapa saat, barulah dia pergi menyusul Adel menuju kamarnya.***Keesokan harinya, Vani pun telah bersiap untuk pergi bekerja."Cantik banget, Dek," puji Gerry kepada istrinya itu, saat Vani mengoleskan lipstik di bibirnya."Makasih, Mas," kata Vani sambil terus merapihkan make upnya."Jangan cantik-cantik, Dek. Nanti ada yang naksir kamu lagi," kata Gerry kembali. Vani pun kemudian menghentikan aktivitasnya saat mendengar ucapan Gerry tersebut."Gak, Mas," ucap Vani lalu menghampiri Gerry. Dia pun lalu duduk dipangkuan Gerry kemudian menc*um bibirnya.Sebenarnya, Gerry ingin melakukan hal lebih dari sekedar kissing, tapi dia tak berani mel
"Mas," panggil gadis itu lalu berlari menghampiri Gerry di teras dengan seyum yang sangat menawan. Lesung pipit di pipi sebelah kirinya, mampu membuat siapa saja terpana, begitu pun dengan Gerry yang ikut tersenyum melihat tingkahnya.Tak berselang lama, terparkir lagi sebuah mobil dan Fatah pun turun dari mobil itu. Dua mobil series terbaru berjejer rapi di depan pagar pintu rumah Vani."Mas, kemana aja? Kok gak pulang-pulang? Katanya cuma seminggu doang?" tanya gadis itu bertubi-tubi setelah menyalami dan memeluk Gerry sebentar. Gerry pun menyuruhnya duduk terlebih dahulu di kursi yang berada didekatnya. Setelah itu menyalami Fatah yang berada dibelakangnya lalu menyuruhnya duduk di bangku sebrangnya."Ada disini. Kamu tau dari mana rumah ini?" tanya Gerry kepada gadis itu. Pasalnya, dia tak pernah memberi tahu rumah Vani sebelumnya."Dari Mas Fatah hehe. Jawab dulu pertanyaan Mira, Mas," pinta gadis itu yang ternyata bernama Amira."Ma
"Bisa apa, Pak?" tanya Gerry yang nampak kebingungan dengan ucapan Pak Latif."Kok bisa nyampe sini, kan tadi masih diteras?" tanya Pak Latif bingung, dan Gerry pun akhirnya tertawa, dia paham apa yabg dimaksud Pak Latif."Ini kan otomatis, Pak. Ada tombolnya disini yang bisa bantu aku gerakin kursi rodanya. Jadi gak perlu didorong," jelas Gerry sambil memberi tau tombol di kursi rodanya. Pak Latif pun memperhatikan tombol-tombol itu dengan seksama."Eh iya juga ya. Bagus juga ternyata kursi rodamu, Ger," puji Pak Latif dan Gerry pun nampak tersenyumTak lama, ada yang mengucapkan salam dari luar rumah dan langsung masuk begitu saja, ternyata itu adalah Bu Rina yang baru pulang."Wah, lagi pada apa ini?" tanya Bu Rina saat menghampiri Gerry dan Pak Latif di ruang tamu."Ini Bu, tadi Mas Fatah kesini nemuin Gerry, terus sekalian bawain makan siang," jawab Pak Latif sambil menunjukkan bungkusan hitam yang tadi diberikan oleh Gerry."Alhamdulillah, ada rejeki lebih ternyata," jawab Bu Ri