Share

Pertengkaran Berdarah

Keenam muda-mudi itu mengikuti langkah kaki Jack memasuki rumah. Sama dengan warna cat di depannya yang di dominasi warna putih, di dalam rumah pun warna dindingnya sebagian besar berwarna putih kelam.

Di dalam ruangan pun tidak banyak perabotan yang tersedia, terlebih banyak barang yang ditutupi kain lusuh berwarna hitam legam. Entah, apa alasannya, tapi itu membuktikan bahwa rumah ini sudah lama tidak di tempati.

Seakan menyadari kebingungan para tamunya, si pria paruh baya berkata, "Maaf! Rumahnya berantakan. Maklum saya baru pindah ke sini, jadi belum sempat untuk bersih-bersih."

Kyler dan kelima temannya saling pandang dalam keheningan, sampai Ben memecahkan kesunyian.

"Jadi, Anda baru pindah rumah, Tuan?" tanya Ben di balas anggukan dan tawa kecil pemilik rumah besar yang sekarang ia pijaki.

Ben mengerutkan alis. "Jika memang Anda sibuk dan banyak pekerjaan yang harus dilakukan, lalu kenapa Anda mengikuti permainan Halloween ini? Padahal Anda bisa menolaknya?"

Jack terdiam. Kebisuannya itu membuat Ben semakin memincingkan alis curiga, pemuda yang bergelar wakil ketua OSIS itu lalu beralih menatap Kyler.

"Apa?" ketus Kyler yang risih dipandangi sedemikian rupa oleh Ben.

"Hei, Anak buahmu tidak memaksa penduduk sini untuk mengikuti permainan bodoh ini, kan?"

Mendengar tuduhan itu, Kyler melotot tajam. Tidak terima dengan tudingan Ben yang tak berdasar.

"Enak saja, untuk apa aku melakukannya? Buang-buang waktu," jawab Kyler membuang muka cuek.

Ketua Osis itu lalu berjalan menuju salah satu sudut ruangan, kemudian tangannya sibuk menarik selembar kain yang menutupi kursi sofa. Debu pun bertebaran kemana-mana saat Kyler menghempaskan objek yang menghalanginya.

Dengan sigap Kyler pun menutup hidungnya dengan lengan baju sambil berkomentar jijik. "Kotor sekali."

Pemuda yang dikenal sombong seantero sekolah itu lalu kembali berbalik menatap si Tuan rumah yang juga kebetulan sedang melihat kearahnya.

"Sebenarnya untuk apa Anda mengajak kami masuk ke rumah ini?" tanya Kyler.

Jack terkekeh canggung.

"Ah, maafkan saya, tapi aturan dalam permainan Track or Treat ini, kalian harus melakukan perintah apapun yang disuruh oleh si Tuan Rumah untuk mendapatkan kotak misteri itu bukan?" tanyanya.

Kyler dan Ben saling pandang, sedangkan Valen dari tadi sibuk melihat-lihat sekitar dan sesekali mengambil gambar dengan ponselnya. Sementara ketiga gadis lainnya hanya diam menjadi pendengar.

"Benar, Tuan. Lalu apa yang Anda inginkan dari kami sebagai penukaran?" tanya Ben.

"Hehehe ...." Kembali Jack terkekeh sebelum menjawab. "Tidak banyak anak muda, aku hanya ingin kalian membantuku saja."

"Membantu apa?" tanya Valen yang akhirnya ikut masuk ke dalam pembicaraan setelah menyimpan ponselnya dalam saku kostum hantu yang ia kenakan.

"Apa membantu membersihkan rumah ini begitu?" sambung Valen menebak.

Jack tersenyum tipis. "Ya, kurang lebih seperti itu."

Jawaban Jack menuai berbagai ekspresi keenam tamunya. Mereka terkejut bukan main dengan pengakuan itu. Pasalnya sekelas pelajar seperti mereka yang rata-rata berasal dari kalangan kolongmerat disuruh menjadi pembantu.

"Jadi kita disuruh jadi babu begitu?" tanya Karin menaikkan suaranya jengkel. Iris berlensa kotak coklat itu menatap tajam Jack yang hanya mampu menggaruk tengkuknya gugup.

Melihat sikap itu, Karin meraung tak terima. Gadis berkostum Bloody Marry itupun langsung menghardik tak sopan. "Enak saja. Kita bukan pembantumu, Pak Tua!"

"Hey, jangan kurang ajar. Sopan sedikit sama yang lebih tua," tegur Erna tak suka dengan sikap Karin. Irisnya melirik Jack yang terdiam menerima bentakan Karin.

Erna berpikir bahwa mungkin saja Jack tersinggung dengan ucapan kasar Karin, meskipun sekarang ekspresi wajah Jack tetap datar, tetapi Erna tetap merasa kasihan.

"Apa?" Bukannya meminta maaf, Karin justru balik menyentak Erna. Sikapnya yang seolah menantang itu semakin menabuh genderang perang.

Karin berdecih sinis sambil memandang remeh gadis berpakaian seksi yang berdiri di sebelah Aletta.

"Kalian berdua sih memang cocok jadi babu. Beres-beres yang kotor begitu pasti sudah biasa. Berbeda denganku yang kaya raya ini. Dasar Sampah!"

"Apa kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi!" geram Erna berjalan mendekati Karin.

Akan tetapi, bukannya takut Karin justru ikut maju ke depan dengan pandangan remeh yang sama. "Kamu dan Aletta, kalian berdua sampah."

"Sialan kamu! Kurang ajar."

Dikuasai oleh api amarah, Erna pun menarik rambut tergerai Karin dan menjambaknya, membuat gadis bergaun hitam panjang itu meraung marah dan kesakitan.

Karin terus meringis sambil memegangi rambutnya yang terasa perih. "Lepaskan, Jalang! Rambutku bisa rusak."

Akan tetapi, teriaknya tidak digubris oleh Erna. Tidak terima dengen penyerangan itu, Karin balas menarik selendang pink dileher Erna membuat gadis Les Dames Balances itu tercekik.

Keduanya terus bertengkar hebat, saling menyakiti satu sama lain, sehingga membuat keributan semakin memanas.

"Eh, sudah-sudah hentikan pertengkaran kalian."

Aletta, salah satu gadis yang ada di sana berusaha memisahkan keduanya. Aletta mati-matian menarik tubuh Erna agar melepaskan cengkraman tangan sahabatnya dari rambut Karin.

Akan tetapi, dibalik aksinya yang bersusah payah untuk menghentikan pertengkaran dua gadis itu, Ketiga pemuda yang ada di sana hanya menonton tanpa berniat ikut campur. Justru dalam hati mereka senang melihat pergulatan yang ada, lumayan buat hiburan.

Dalam hati ketiga pemuda itu merasa seru melihat dua orang bergender wanita yang kini tengah berubah menjadi pegulat professional. Sampai tanpa sengaja siku tangan Erna yang di pegang oleh Aletta mengenai hidung gadis bergaun putih itu, Aletta pun terhempas, terdorong beberapa senti ke belakang.

Sang sekretaris OSIS lantas memegangi hidungnya yang tampak perih. Lalu, terlihat darah segar merembes di sela jari-jari tangannya.

"Aletta, kamu tidak apa-apa? Apa kamu terluka? Hidung berdarah?" tanya Ben beruntun sambil memegang pundak Aletta, guna memeriksa hidungnya yang berdarah. Mimisan.

Di sisi lain Kyler mengepalkan tangan kuat. Dia bergerak kalah cepat dari Wakil Ketua Osis yang kini mengeluarkan sapu tangan biru laut, mengusap membersihkan hidung Aletta yang ternoda darah.

"Aletta ... maafkan aku, aku tidak sengaja melukaimu. Apakah sakit?" sesal Erna berdiri di samping Aletta, raut wajahnya penuh penyesalan dan rasa bersalah karena telah membuat sahabat baiknya terluka.

"Ini semua agra-gara Jalang satu ini." Erna menunjuk wajah Karin dengan perasaan benci.

Tidak terima disalahkan, Karin balas melotot tajam. "Kenapa menyalahkanku? Pada dasarnya kamu saja yang bruntal, Dasar Preman."

Sadar situasi kembali memanas. Kyler berdiri di tengah-tengah kedua gadis tersebut. Sang Ketua OSIS menggunakan wibawanya sebagai pemimpin untuk menengahi situasi kacau ini.

"Sudah, cukup!" bentak Kyler menghentikan segala apa yang akan diucapkan oleh Erna dan Karin.

Gadis Les Dames Balances yang pada dasarnya memendam rasa tidak suka pada Kyler pun hanya bisa berdecih, memilih untuk mengalah dan tidak memperpanjang keributan lagi.

Sama halnya dengan Karin yang membuang muka. Hancur sudah reputasinya di depan Kyler. Semakin kacau saja imagenya di depan pria pirang yang ia sukai. Namun, setidaknya Karin cukup senang karena secara tak sengaja berhasil melukai Aletta, musuhnya.

Aletta sendiri hanya bisa menghembuskan napas lega melihat pertengkaran kedua gadis di depannya berhenti. Dengan memegang sapu tangan pemberian Ben, Aletta maju berhadapan dengan Jack yang sendari awal terdiam menyaksikan pertarungan Erna Vs Karin.

"Maaf, Tuan. Kami akan membantu membereskan ruangan ini dengam imbalan kotak Misteri itu."

Tanpa meminta persetujuan dari kelima temannya, Aletta menyetujui syarat yang diajukan oleh Jack tadi. Pria berjaket hitam itu hanya terdiam, tidak membalas apa pun.

"Tapi sebelum itu ... saya boleh tahu letak toiletnya. Saya ingin membersihkan diri!" pinta Aletta menunduk sopan. Entah kenapa ia tak berniat berlama-lama berbicara dengan Sang Tuan Rumah.

Jujur saja Aletta merasa tak nyaman berada di dekat Jack. Aura yang dipancarkan pria itu membuat bulu kuduknya meremang, merinding seperti berada dalam situasi yang menakutkan. Namun, Aletta berusaha menepisnya.

"Di sana. Dekat dapur belok kanan ada pintu warna biru."

Jack menunjuk kearah jam 2, Aletta mengikuti arah yang ditunjukan, kemudian mengangguk lalu berlalu pergi setelah mengucapkan terima kasih.

Setelah kepergian Aletta menuju kamar kecil, suasana hening beberapa detik hingga Jack membuka suara, meminta izin pergi sebentar untuk mengambil kotak hadiah di kamarnya. Pria berjaket itu naik ke lantai dua meninggalkan kelima remaja lainnya kembali dalam keheningan mencengkam.

"Terus apa yang harus kita lakukan sekarang " tanya Karin membuka suara.

"Bersih-bersihlah. Memangnya mau apa lagi? Berdansa? Nanyi?" Erna berkomentar pedas mencibir pertanyaan polos Karin. Jujur saja, Amarahnya masih belum surut karena pertengkaran tadi.

"Kamu ...."

"Apa?"

Bahu Karin ditahan oleh Kyler yang akan menghampiri Erna dan membali menghajar gadis seksi itu. Mau tidak mau Karin membatalkan niatnya. Dia tidak ingin terlihat jahat di depan Kyler.

Erna mendengkus remeh melihat Karin yang luluh dan menurut pada Kyler. Dilihat dari sudut manapun juga terlihat jelas bahwa Karin menyukai Kyler.

"Sudahlah, aku akan menyusul Aletta saja."

Erna berlalu menuju arah kepergian Aletta. Tindakannya itu menuai delikan tajam dari Karin yang berteriak memanggil namanya. Namun, gadis bergaun merah muda itu tetap melanjutkan langkahnya, tak menggubris suara penuh amarah Karin.

"Mau kemana? Mau lari dari tanggung jawab juga?" ejek Karin memprovokasi Erna.

"Bodo amat!" ketus Erna bersikap tak acuh seolah Karin tidak ada. Hal itu membuat Karin kembali tersulut emosi. Jika saja Kyler tidak pergi meninggalkannya.

"Kyler ... mau kemana? Aku ikut" teriak Karin manja. Berlari menyusul Kyler yang berlalu menjauh. Sama seperti Erna, Kyler pun tidak memedulikan teriakan Karin.

Satu-persatu dari mereka pun mulai berpencar meninggalkan Valen dan Ben yang masih berdiam diri di tempat.

"Terus kita ngapain?" tanya Valen setelah semuanya pergi meninggalkan dirinya berdua saja dengan Wakil Ketua Osis.

Ben manarik napas panjang. Mulai merasa lelah dengan semua yang terjadi padanya hari ini. Harusnya ia tidak menyetujui ide Kyler untuk membuat permainan konyol ini, atau dari awal harusnya ia tak mengikuti permaianan ini.

Akan tetapi, menyesal sekarang pun tidak ada gunanya. Nasi sudah menjadi bubur, Ben hanya bisa berharap permainan ini cepat selesai dan tidak berbuntut panjang.

"Kita cari alat-alat kebersihan dan mulai merapikan ruangan ini," jawab Ben menuai helaan napas lelah dari Valen. Mau tidak mau akhirnya ia mengikuti Ben mencari perkakas kebersihan.

Tanpa mereka sadari sesosok makhluk dengan baju hitam melihat dari kejuhan. Wajahnya yang tertutup topeng labu tampak menyeringai lebar seperti ekspresi yang ditunjukan topengnya.

"Babak pertama menuju Neraka dimulai!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status