Share

Ayo Menari Bersamaku

Kembali ke Aletta yang memasuki ruangan demi ruangan untuk mencari teman-temannya yang kini telah berpencar entah ke mana.

Setelah kejadian bersama sosok putih tadi, Aletta yakin bahwa ada yang tidak beres di rumah yang mereka singgahi ini, saat ia berjalan ke tempat semula di ruang depan, Aletta tak lagi mendapati satu pun temannya. Gadis bergaun putih itupun memutuskan untuk mencari mereka.

Meski di bibir terus bergumam memanggil-manggil nama temannya. Namun, kenyataan hatinya tidak berada di sana, Aletta masih memikirkan kejadian bersama sosok putih tadi. Sungguh ia tidak mengerti dengan pesan yang disampaikan sosok bercahaya dalam cermin.

Tentang apa itu? Apa ini tentang dirinya? Atau peringatan untuk mereka yang mengikuti permainan di malam festival ini. Sungguh, pikiran Aletta tidaklah merasa tenang. Ditambah lagi, ia pun tak dapat melihat wajahnya dengan jelas.

Sosok itu hanya menyuruh Aletta untuk berkata jujur, padahal seingatnya selama ini ia selalu berkata jujur dan sebisa mungkin tak pernah berbohong.

Aletta merasa dirinya tipe gadis yang akan mengungkapkan apa pun sesuai isi hatinya tanpa ada yang ditutupi, ia bahkan berani terang-terangan berkata jika tidak nyaman dengan tatapan Kyler yang seakan mengintimidasi saat ditanya oleh anggota Osis tempo hari.

Aletta merasa telah menjadi sosok pribadi yang jujur. Namun, sosok tadi bilang ia harus jujur. Jujur tentang masalah apa?

Masih terus bertanya-tanya dalam hati, hingga Aletta tidak menyadari seorang pemuda berpakaian hitam datang dari arah kanan. Tidak pokus pada jalanan di depannya, Aletta pun menabrak tubuh sosok yang baru datang itu sehingga tubuh mereka berbenturan.

Akan tetapi, beruntung pemuda bertopeng labu itu dengan sigap memeluk tubuhnya hingga mereka berdua tak jatuh membentur lantai yang dingin.

"Aletta kalau jalan hati-hati dong!" tegur Kyler melepaskan pelukan mereka dan mulai menjaga jaraknya, suaranya terdengar kasar dan tak bersahabat.

Aletta mendongak untuk mendapati Kyler yang kini memakai topeng labunya.

"Maaf, Ketua... Saya tadi sedang melamun," jawab Aletta pelan syarat akan penuh penyesalan meski begitu alisnya mengerut menatap Sang Ketua Osis. Ada kebingungan di sana.

Kyler menghela napas gusar.

"Kenapa kamu selalu memanggilku dengan sebutan ketua?! Apakah kamu melupakan namaku?" tanyanya datar.

Aletta tersentak, lalu menggeleng panik menyangkal tuduhan Kyler. "Ng ... nggak kok. Mana mungkin saya lupa."

"Kalau begitu jangan memanggilku ketua, panggil saja aku dengan namaku." titah Kyler tegas.

"Tapi ..."

"Tidak ada tapi-tapian," bentak Kyler memotong ucapan Aletfa yang terlonjak kaget mendengar suara kerasnya. Ketua Osis ini terdengar seperti orang laib.

Aletta terdiam sejenak lalu menghela napas panjang, "Baiklah ...."

Jeda sejenak.

".... Kyler." Aletta memanggil dengan suara pelan sambil menatap sang Ketua Osis.

"Bagus," balas Kyler tertawa puas, Aletta pun kembali mengernyit dalam. Namun, mengangguk sebagai balasan karena tidak ingin memperpanjang masalah.

Hening ....

"Khem!" Kyler berdeham keras setelah hening beberapa saat. "Tadi kamu mau ke mana?"

"Aku ingin mencari Erna. Apa kamu tahu dia ke mana?" tanya Aletta sambil celingukan.

"Oh, Erna. Ya, aku juga sedang mencarinya. Ke mana itu anak? Aku tidak melihatnya dari tadi. Entah menghilang ke mana dia."

Kyler bertopang dagu terlihat berpikir keras, ia pun mengedarkan pandangan ke sekitar, sedangkan Aletta di sisinya termenung diam. Tidak biasanya Sang Ketua Osis mencari Erna yang dianggap musuh bebuyutan.

"Mau mencari bersamaku, tidak?!" tanya Kyler menawarkan bantuan, hal itu berhasil membuyarkan lamunan Aletta yang masih mencurigai pemuda di depannya. Namun, kembali Aletta menepisnya.

"Boleh," balas Aletta singkat.

Keduanya pun beriringan menelusuri rumah besar itu sambil sesekali bertukar cerita. Namun, pikiran Aletta terus berputar memikirkan sikap Kyler yang terlihat berbeda.

***

Sementara itu ....

Setelah memutuskan menyusul Aletta ke toilet, Erna melangkah mengikuti instingnya. Gadis berselendang pink itu lupa untuk menanyakan letak kamar mandi di rumah tua itu pada sang pemilik.

Akibat pertengkaran hebatnya dengan Karin, membuat ia tidak mendengar dengan jelas apa yang disampaikan oleh Jack, terkait lokasi kamar mandi. Alhasil Erna hanya mampu melangkah tak tentu arah seraya memanggil-manggul nama sahabatnya

"Aletta ...."

Suara Erna bergema di sepanjang lorong rumah. Sungguh, ia tak menyangka rumah tua yang tadi dilihatnya sangat luas jika berada di dalam rumah.

Bangunan tua bergaya Eropa kuno dengan asitektur yang terlihat sangat jadul. Sejak pertama kali menginjakaan kaki di gedung ini, Erna tak memiliki perasaan apa pun.

Dia mempercayai sepenuhnya apa yang disampaikan pemilik rumah bernama Jack itu. Namun, entah kenapa semakin lama ia menjelajahi pelosok ruangan, perasaannya semakin tak menentu, Erna sekarang merasa sedang diawasi seseorang.

"Aletta...."

Kembali memanggil nama sahabatnya. Namun, tetap tak ada balasan. Erna pun memutuskan berhenti melangkah. Dia pun berdiri di sebuah ruangan dengan pintu bercat merah di depannya.

Dari sekian banyak ruangan, pintu ini yang menarik Erna untuk mendekat, terlebih warna merah menyala sebagai pewarnanya, membuat ia makin penasaran. Memberanikan diri, Erna meraih gagang pintu, memutarnya, membuka perlahan-lahan sembari bergumam permisi.

Begitu pintu terbuka, tampaklah ruangan yang didominasi warna putih dengan aksen hitam sebagai pelengkapnya. Ruangan dengan berbagai macam foto tertempel di tembok, menghiasi hampir sebagian besar permukaan dinding.

Erna melangkah masuk sambil bergumam wow, penuh kekaguman mendekati berbagai alat musik yang ada di ruangan. Sekejap mata saja Erna bisa menyimpulkan bahwa ia tengah berada di ruangan musik.

Erna berjalan mengelilingi ruangan itu dengan sesekali memainkan berbagai macam alat musik yang tersedia. Mulai dari piano, gitar, biola hingga drum ada di ruangan itu.

Setelah mencoba memainkan alat musik. Iris mata Erna yang terpasang softlens berwarna merah delima itu terpaku pada melihat seperangkat DVD. Dengan perlahan Erna mendekati meja itu.

Tangan kanan Erna terjulur mengambil kepingan kaset yang berserakan di samping alat pemutar musik di meja.

"Wahhh, kayaknya kamu suka menari ya, Erna?"

Tanpa menoleh ke asal suara, Erna menjawab ketus. "Aku kira kamu hanya akan terus mengikutiku? Kamu berniat menguntitku atau apa?"

Ernq berkata sinis, sedikit pun tidak menyembunyikan ketidaksukaannya pada Kyler. Memang Erna sudah tahu dari awal bahwa ada sosok yang mengawasinya sendari awal mencari keberadaan Aletta.

Dari awal Erna sudah melihat siluet manusia berpakaian hitam yang terus mengawasinya dalam kegelapan. Namun, ia memilih untuk diam.

Aletta hanya tidak menyangka jika orang itu adalah Kyler. Untuk apa Ketua Osis mengikutinya?

Kyler sendiri tersenyum tipis. Seolah ia sudah tahu bahwa sang target mengetahui keberadaannya. Mesampingkan hal itu, Kyler memilih berjalan mendekati Erna, lalu berdiri di samping gadis berselendang itu.

"Jadi kamu sudah tahu kalau ada penguntit yang mengikutimu? Lalu kenapa tidak menegurnya?" tanya Kyler dibalas gumamam Erna yang masik asyik melihat kaset album di tangannya.

Hening ....

Melihat respon Erna yang seakan enggan menjawab pertanyaannya, Kyler pun kembali melanjutkan.

"Jahat sekali kamu mengabaikanku begitu? Apakah kamu lupa kalau aku Ketua Osis?!"

Mendengar teguran itu, Erna pun berbalik mendengar nada merajuk dari ucapan Kyler, ia mengernyit kebingungan.

"Kamu siapa? Kamu tidak seperti Kyler yang kukenal?" tanya Kyler menatap pemuda bertopeng labu. Pemuda dengan kostum Jack O'Lantern yang di ledeknya beberapa jam lalu.

Kyler menyeringai. "Aku Kyler. Memang siapa lagi?"

"Cih, aku tidak bertanya namamu. Dasar aneh," ketus ketus Erna membuang muka, lalu mengingat jawaban yang sama saat pembagian kelompok tadi.

Bukannya marah Kyler malah tertawa terbahak-bahak membuat gadis bergaun merah muda itu makin mengernyit tak mengerti.dengan sikap Ketua Osis yang kini tampak bersahabat, terkesan misterius.

"Kenapa?" tanya Kyler menghentikan tawanya, kemudian balas menatap Erna yang terdiam lalu menggeleng.

Gadis berkostum hantu Las Dames Balance itu memilih kembali melihat kepingan kaset di meja. Mungkin hanya perasaannya saja. Kyler tidak berubah sifat hanya dalam waktu semalam, bukan?

"Hei, kamubelum menjawab pertanyaanku."

Kyler kembali membuka percakapan setelah hening beberapa saat.

"Pertanyaan yang mana?" tanya balik Erna tanpa menoleh sedikitpun.

"Kamu suka menari, bukan?" tanya Kyler mengulang kembali pertanyaan diawal.

Erna mengembuskan napas gusar. "Ya, begitulah."

Kyler makin melebarkan senyum mendengar jawab singkat Erna. Meski itu tidak terlihat karena wajahnya tertutup topeng labu. Namun, nada suaranya yang kelewat ramah membuktikan bahwa pemuda itu tengah bahagia. Lagi-lagi hal itu membuat Erna tertegun dan menatap aneh Kyler. Namun, tetap menyetujui ajakan Kyler yang menantangnya adu breakdance.

"Memang kamu bisa menari juga? Jangan membual hanya untuk menjatuhkanku,"ledek Erna dengan tangan yang sibuk memasukan kaset musik ke DVD di depannya.

Kyler cekikian. "Jangan meremehkan begitu, Erna. Karena kamu bukan Pride."

"Bicara apa, sih? Kamu mulai melantur karena takut, ya?"

"Enak saja, aku itu jenius."

Erna mendengkus. Lagi ucapan nada sombong itu, membuat ia membenci pemuda di sampingnya. Tidak ingin merespon karena Erna tahu hanya akan terjadi perang dunia ke tiga jika ia membalas ucapan Kyler, Erna pun memilih diam dan menekan tombol mulai.

Seketika ruangan dipenuhi suara musik berdentum kencang. Erna berjalan menuju area kosong di depannya diikuti Kyler. Dua orang berbeda gender itu mulai menggerakan tubuh mengikuti alunan music DJ.

Erna menghentak-hentakan kakinya seirima dengan nada bergaung kencang. Bibirnya terus melantunkan lagu yang sama seperti yang dinyanyikan alat musik di depannya. Menikmati gerakan tubuhnya terlonjak sana sini. Tak lagi peduli dengan keringat yang mulai bercucuran seiring gerakan yang kian bringas penuh semangat.

Di sampingnya Kyler tampak membungkuk. Mengatur napas. Sudah lebih dari sepuluh menit mereka menari. Namun, Erna tak ada tanda-tanda untuk menghentikan gerakan dance-nya. Padahal lagu yang dimainkan sudah berganti lagi. Gadis berpakaian gaun selutut itu masih asik mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Pinggul rampingnya bergoyang selaras..

"Sdah kali. Istirahat dulu. Apa kamu tidak lelah? Ayo berhenti dulu!"

Bukannya membalas gerutuan Kyler. Erna malah tertawa riang dan terus melompat sana-sini.

"Dasar lemah! Sudah kubilang kamu tidak akan mampu mengalahkanku, baru menarisegitu saja, kamu sudah keringatan," ejek Erna angkuh.

Sayangnya, bukan membalas hinaan, Kyler justru terdiam, Erna tak menyangka bahwa Kyler akan menerima hinaan tadi mentah-mentah.

Pemuda yang diketahui berambut pirang itu tampak tak tersinggung sama sekali. Padahal biasanya Kyler akan mengamuk tak terima. Maklum saja, harga diri Kyler dan kesombongannya yang melegenda itu tentu sangat anti direndahkan.

Namun siapa sangka, justru Kyler malah tertawa seraya mengiyakan pernyataan Erna. Merendahkan dirinya sendiri, tidak biasanya Kyler bersikap rendah hati, Erna pun kembali mengernyit dalam.

"Kalau kamu lelah berhenti saja menarinya, Erna. Toh, mereka juga akan ikut berhenti kalau kamu tidak menyelesaikan tariannya."

Erna tertegun dengan ucapan aneh Kyler. Siapa yang dimaksdu mereka oleh Kyler? Bukannya kini mereka hanya berdua. Tiba-tiba buluk kuduk Erna berdiri. Hawa dingin kembali menyeruk. Angin berhembus entah dari mana. Poster dan foto-foto di ruangan tampak bergerak-gerak, berderit tertiup angin.

Gadis kostum Las Dames Balances itu pun mengusap tengkuknya pelan, ia merasa ada banyak orang yang mengawasinya di belakang sana. Perasaannya mengatakan bahwa bukan hanya dirinya yang sedang menari di sana. Samar siluet bayangan hitam bergerak seolah-olah mengikuti gerakan tariannya.

Melihat keterdiaman Erna yang melirik-lirik ke belakang. Namun, tak sedikitpun menghentikan gerak tubuhnya membuat Kyler mendengkus tak suka.

"Sudahlah berhenti saja. Nanti kamu kelelahan, aku khawatir, loh," rayu Kyler. Namun, Erna tetap tidak membalas. Namun, iris delimanya menatap Kyler penuh perhitungan.

"Gue gak akan berhenti menari!" putus Erna penuh tekad bulat. Ia yakin ada yang tidak beres dengan sikap Sang Ketua Osis di depannya.

Kembali tubuh Erna yang tadi sempat melambatkan gerak tarinya, kini dengan semangat menggerakan pinggul dan tangannya seirama lagu. Sebisa mungkin ia berusaha mengenyahkam segala pikiran negative di kepalanya. Mensugesti diri sendiri bahwa bayangan yang dilihatnya hanya halusinasi saja.

Dengan memejamkan mata erat, Erna menghentakkan tubuhnya penuh semangat. Adrenalin yang sempat meredup kini terpacu kuat. Erna menari dengan riang. Seolah dunia ada dalam genggamannya.

Melihat hal itu membuat Kyler mencebik tak suka. Terlebih ketika melihat satu persatu anak buahnya menghilang. Kyler menatap tajam gadis berselendang yang berhasil mematahkan tipu muslihatnya.

Erna menghentikan tarinya ketika kaset yang tadi memutar lagu mulai berhenti bersuara. Setelah selesai menari, ia pun membuka mata, tak ada lagi sosok Kyler di depannya.

Erna lalu memberanikan diri menoleh ke belakang.

Kosong ....

Tidak ada siapapun yang menemaninya menari tadi, Erna benar benar sendirian di ruangan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status