Share

Pemicu Salah Paham

Sudah Aldo duga sebelumnya, ada yang salah dengan rumah besar dekat hutan yang ia singgahi ini. Sungguh, padahal Aldo sudah berusaha semaksimal mungkin menjelaskan pada kedua teman setimnya tentang keanehan yang terjadi.

Akan tetapi, mereka menolak dan justru mentertawainya. Mereka berdua tidak percaya dengan ucapan Aldo yang menuturkan jika tingkah si Pemilik Rumah terkesan aneh dan misterius. Namun, mereka justru menganggap bahwa Aldo terlalu paranoid. Sekarang terbukti sudah, pemilik rumah kuno ini bukan manusia.

Dengan kostum putih yang compang-camping, Aldo berlari di lorong ruangan. Sekujur tubuhnya tergores luka akibat benda tajam, memar kemerahan pun terlukis mengerikan.

Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan niat Aldo untuk terus berlari mencari jalan keluar. Pemuda yang awalnya mengenakan kostum Pocong itu, bahkan tak lagi dapat merasakan nyeri.

Kepalanya penuh dengan pikiran, bahwa ia harus keluar dari rumah hantu ini. Rasa sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan situasi mencengkam yang seumur-umur baru ia alami. Ini seperti terjebak dalam dunia lain saja.

Entah sudah berapa jam Aldo berusaha melarikan diri dari pria berpakaian hitam bertopeng labu yang membawa tombak tajam di tangannya. Koridor luas yang seolah tak ada ujung, tidak membuat Aldo gentar dan menghentikan larinya. Sebaliknya Aldo makin mempercepat larinya.

Dari awal Aldo sudah memperkirakan bahwa ada yang tidak beres dengan luas rumah ini. Bagaimana mungkin rumah berlantai dua itu memiliki banyak ruangan dan koridor panjang layaknya istana kerajaan zaman dulu. Padahal jika melihat ukuran rumahnya dari luas, tak terlihat begitu luas dari lapang olahraga di Sekolah.

Sungguh tak masuk akal. Memang sejak awal semuanya tak masuk akal. Bahkan Aldo kini harus kehilangan dua temannya, Wesley dan Bagas yang sudah lebih dulu ditangkap oleh monster labu itu. hantu labu itu. Entah apa yang setan itu perbuat, pasti bukan sesuatu yang baik.

Sejak seorang pria paruh baya bernama Jack yang mengaku sebagai pemilik rumah meminta mereka untuk dijadikan bahan boneka. Orang itu membawa Aldo dan timnya dalam rumah. Setelah itu ia menghilang begitu saja.

Entah Aldo tak ingat bagaimana detailnya mereka bisa berpiash, yang pasti setelah melihat Jack =membunuh Wesley, tepat di depan mata. Bagas dan dirinya langsung lari terbirit-birit menyelamatkan diri.

"Maafkan aku Wesley. Aku tidak bisa menyelamatkanmu. Aku meninggalkan kamh sendirian, maafkan aku teman. Tapi sungguh aku berjanji akan kembali ke sini dengan bala bantuan," sesal Aldo bertekad untuk bisa keluar dari Neraka dunia ini.

Wesley yang memang bertubuh tambun, memiliki gerak yang lambat sehingga mudah tertangkap oleh monster labu itu. Tapi mungkin juga sendari awal Iblis itu telah mengincar Wesley.

Sambil mempercepat larinya, Aldo tak memedulikan berapa benda yang jatuh tertabrak olehnya karena terlalu pokus. Dalam pikiran pemuda berkaos putih itu hanya ada statement untuk melarikan diri.

"Hei, Manusia. Apa kamu pikir bisa lari dariku?"

Tidak perlu menoleh untuk mengetahui suara siapa itu, Aldo sangat hapal dengan suara dan sikap Kyler, ia tak akan terkecoh. Di sisi lain pemuda berpakaian hitam tampak mengejar sembari mengacungkan tombaknya tinggi-tinggi.

Tongkat besi runcing itu berkilat tajam. Sekali sabet saja sudah di pastikan tubuh korbannya akan terkoyak. Aldo meneguk ludah kasar.

"Bukankah lebih baik kamu menyerah saja? Toh, kedua temanmu juga sudah mati. Menyerahlah, sudah tidak perlu lagi berjuang untuk bertahan hidup, semuanya sudah selesai."

Aldo merasakan jantungnya berdegup kian kencang. Terlebih kenyataan bahwa temannya kini telah gugur. Aldo tahu, bahwa Wesley telah lama mati. Namun, ia tak mengira, jika b=Bahas juga telah tertangkap. Apa yang harus Alddo lakukan saat ini?

Menyadari ketakutan dan keraguan dari pemuda berkaos putih di depannya. Kyler tertawa senang, terlebih targetnya mulai melambatkan laju larinya. Entah karena lelah atau terguncang. Kyler tak peduli, yang penting Aldo harus mati malam ini.

"Benar, lebih baik kamu menyerah saja. Percaya padaku perjuanganmu akan sia-sia. Pada akhirnya kami pun akan mati seperti kedua temanmu itu," tawa Kyler tidak membuat Aldo tenang. Sebaliknya ia makin panik dan semakin takut bukan main akan kalimat manipulasi Kyler yang terus membujuknya untuk mati.

"Sudahlah jangan membuang waktuku lagi, menyerah saja dan aku berjanji kematianmu akan indah. Aku tidak akan menyakitimu lebih dari ini."

'Tipuan itu lagi?!' batin Aldo mendengkus. Entah berapa kali Kyler akan membujuknya dengan tipu muslihat rendahan seperti itu. Berbohong jika kematian adalah suatu kebahagiaan.

Aldo tidaklah senaif itu. Mau bagaimanapun caranya, mati tetaplah mati. Sakratul maut tetap akan terasa menyakitkan. Terlebih Aldo tidak tahu, kehidupan apa yang menantinya setelah kematian. Mungkinkah akan dilempar ke Surga atau Neraka?

"Cukup! Kamu iblis, aku tidak akan tertipu dua kali oleh muslihat busukmu, camkan itu, Kyler!" kecam Aldo sinis dan tetap teguh dengan pendiriannya untuk tidak termakan bujuk rayu Ketua Osis.

Lelah terus berlari, Aldo berhenti untuk menarik napasnya yang terengah memburu seiring pasukan oksigen yang mulai menipis. Namun, Aldo tak putus asa, ia kembali mempercepat larinya. Yakin bahwa ia akan selamat dan meminta pertolongan pada teman-temannya yang lain.

Kyler menggeram marah melihat mangsanya justru makin semangat kabur darinya. Bukan, raja Iblis namanya jika melepas targetnya begitu saja.. Seringai terukir di wajah Kyler sebelum akhirnya ia mehilang tertelan gelapnya ruangan yang tak tersorot cahaya lampu.

Aldo memperlambat laju larinya ketika tak lagi mendengar suara gaduh di belakangnya. Bunyi derap kaki yang mengentahuinya beberapa jam lalu, menghilang. Meski begitu, Aldo enggan menghentikan larinya.

Walaupun tubuhnya jelas-jelas memerlukan oksigen, sebelum kehabisan napas. Namun, kematian dua temannya tak boleh sia-sia, Aldo harus bisa keluar dengan selamat.

Terus berlari dengan optisme dan pikiran positif bahwa ia pasti selamat. Dalam hati dan pikirannya, Aldo berdoa pada Tuhan agar menolongnya keluar dari rumah hantu yang dipijakinya ini.

Aldo mengerjap kemudian mengucek kedua matanya tak percaya. Di depan sana pintu keluar yang beberapa jam lalu ia lewati bersama teman setimnya, tampak berada tak jauh dari tempatnya kini. Dengan langkah panjang, Aldo bergegas mendekati pintu berwarna krem itu dan meraih gagang pintu memutarnya dengan perasaan penuh suka cita. Sebentar lagi ia akan bebas.

'Terima kasih, Tuhan,' batin Aldo penuh rasa syukur.

Bruk ... namun terlambat. Sebuah tombak panjang telah menembus perutnya. Aldo terbatuk hebat. Darah mengalir deras di mulutnya yang membuka lebar. Aldo memegang senjata besi yang dilemparkan padanya. Iris Aldo membulat tak percaya. Dirinya gugur seperti Wesley dan Bagas.

"Kyaaaa ... Kyler apa yang kamu lakukan? Kamu membunuhnya?"

Sayangnya bukan hanya Aldo yang terkejut karena Iblis itu berhasil membunuhnya, namun seorang gadis bergaun merah muda berselendang pun terkejut melihat kejadian pembunuhan di depannya.

Tragedi yang berlalu begitu cepat, hingga Erna pun tak bisa menghentikannya. Iris merah delima itu makin membulat lebar, tatakala tubuh Aldo ambruk membentur lantai dengan darah mengalir deras mengotori kaos putihnya.

Kyler, si pemuda bertopeng labu yang menyadari ada yang memergoki aksi membunuhnya langsung berlari meninggalkan lokasi kejadian.

Erna berniat mengejarnya, jika saja erangan kesakitan Aldo tak menghemntikannya. Glasya berjalan mendekat, menghampiri Aldo yang sekarat.

"Aldo, bukan? Apa yang terjadi? Apa kamu baik-baik saja?"

Sungguh, pertanyaan bodoh. Diam-diam Erna meruntuki apa yang keluar dari mulutnya. Tentu saja, Aldo kenapa-kenapa, perutnya saja kini ternoda darah segar yang terus mengalir. Jika tidak ditolong sekarang, pemuda berkaos putih dipangkuannya ini pasti akan mati.

Memikirkan hal itu membuat wajah Erna memucat. Matanya memanas, hingga tanpa sadar bening itu meluncur membasahi pipinya. Erna menangis dalam diam seraya mengusap wajah Aldo yang juga lembab seperti habis dipukuli. Apa yang sebenarnya Kyler lakukan?

"Pembunuh Kyler ... pembunuh!" gumam Erna mwngecam tindakan jahat Ketua Osis dengan sorot mata penuh kebencian. Pandangan itu begitu tajam ke arah kepergian Kyler. Jika tatapan bisa membunuh, mungkin Kyler sudah mati.

Aldo yang tengah berada di antara hidup dan mati hanya mampu meringis, menahan sakit. Aldo sadar waktunya tak akan banyak lagi. Sejujurnya, Aldo sangat terkejut dengan kehadiran Erna di rumah ini. Berarti bukan hanya timnya yang terjabk tapi mungkin yang lainnya.

Wajah Aldo menegang. Dia harus memberitahukan semuanya sebelum terlambat. Terlebih Erna menyebut-nyebut nama Ketua Osis. Aldo harus meluruskan kesalahpahaman ini.

"E---Erna? Akh."

Aldo kembali meringis nyeri dan kesakitan, ia bahkan tak sanggup memanggil nama gadis berselendang itu dengan jelas. Jangankan bercerita, membuka mulutnya saja Aldo merasa sangat sulit.

Rasa sakit yang dideritanya sudah cukup sebagai bukti bahwa mereka tidak sedang bermimpi. Ini kenyataan mereka semua terjebak permainan Iblis.

Dengan sigap Erna berusaha memperingati Aldo untuk jangan banyak bergerak. "Kamu jangan banyak bicara dulu. Aku akan segera mencark pertolongan, jadi tolong bertahanlah sebentar."

Erna meminta sambil mengusap air matanya kasar, hendak bangkit berdiri jika saja tangan Aldo tak menahannya untuk pergi.

"Ja...ja..ja..ngan...di...di..dia..bu..bu."

Erna mengernyit dengan kalimat terbata-bata Aldo yang tak dimengerti olehnya, Aldo sendiri semakin susah mengeluarkan suaranya.

"Bu ... apa Aldo? Maaf, aku tak mengerti apa yang kamu katakan? Kamu mau apa?" tanya Erna tak sabar. Di situasi seperti ini Aldo pasti ingin mengatakan sesuatu yang penting.

Akan tetapi, apa? Erna tak bisa menebaknya. Untuk itu ia hanya bisa menguatkan genggaman tangan mereka, seolah memberikan kekuatan pada Aldo untuk menceritakan semuanya.

"Bu...bu...bu...kan...Ky....Ky."

Namun, terlambat. Aldo tak berhasil menyelesaikan tugasnya. Pemuda berkaos putih itu menghembuskan napas terakhirnya dipangkuan Erna, sedangkan si gadis berselendang pink yang menyaksikan kematian temannya kembali menangis histeris.

Erna meraung-raung memanggil nama Aldo sembari mengguncang tubuh tak bernyawanya. Satu yang ada dipikiran ia kini hanyalah tentang Kyler si pemuda. Apalagi perkataan Aldo tadi seakan ingin menyebut nama Kyler tapi tak sempat.

Benarkah begitu maksud Aldo? Atau ada hal yang lain?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status