Share

Bab.7 POV Razan

Bi Nani keluar dari kamarnya setelah ibu pergi. Dia segera mendekat ke arahku dengan ekspresi tidak enak karena aku sudah mengerjakan pekerjaannya.

"Aduh, Non, kenapa Non nyuci piring? Kenapa gak dibiarin sampai besok saja, biar Bibi atau si Marni yang kerjakan!" katanya heboh sekali.

"Gak apa-apa Bi, saya lagi pengen cuci piring aja, Bibi istirahat saja," jawabku lembut.

"Non, kenapa? Kok keliatannya sedih begitu?" tanya Bi Nani padaku.

"Enggak kok Bi, saya gak apa-apa, saya ke kamar dulu ya," aku segera pergi menuju kamar untuk istirahat.

***********

Entah kapan Mas Razan pulang semalam. Saat aku terbangun, tiba-tiba dia sudah memelukku dari belakang, sepertinya Mas Razan masih tidur pagi ini. Aku melepas perlahan tangannya yang melingkar.

"Akan ku buat kamu menyesal sudah melakukan semua itu padaku Mas! Aku bukan wanita bodoh dan naif lagi sekarang, sekali kamu melukaiku, aku akan membalasmu seumur hidup!" ujarku pada Mas Razan yang masih terlelap tidur.

Aku segera membersihkan diri di pagi hari yang masih buta. Setelahnya aku mencoba merias wajah dengan make-up natural agar wajahku tampak segar tak seperti biasanya.

Sebuah pesan muncul di layar Handphone suamiku, karena penasaran aku segera membukanya.

[Mas bisa kesini gak? Aku minta uang 20 juta buat belanja pakaian, nanti malam ada acara pesta ulang tahun temenku, aku juga udah cari pengasuh Farel biar nantinya aku gak terlalu capek ngasuh dia] 

Isi pesan itu muncul dari nama kontak "Mrs.N" yang tak lain adalah nomer Kak Nita. 

Aku kembali menaruh Handphone itu ke atas nakas. Sambil mengepalkan tangan, aku memandang ke arah Mas Razan. Rasanya aku ingin memakannya hidup-hidup sekarang juga, tapi sayang aku bukanlah seorang kan*bal.

"Kamu mau kemana sayang, sudah dandan pagi-pagi?" tanya Mas Razan saat dia terbangun.

"Aku mau mencari pekerjaan Mas," jawabku singkat sambil memoles bibirku dengan lipstik lagi.

"Cari pekerjaan? Memangnya uang yang selama ini Mas kasih kurang ya?" tanyanya.

"Bukan begitu Mas, uang yang selama ini kamu kasih itu kan tetep uang kamu meski sudah di kasih ke aku, dan aku gak enak terus-terusan pake uang kamu, jadi aku mau cari kerja sekarang!" jawabku sambil berdiri lalu mengulurkan tanganku pada Mas Razan.

"Kamu masih marah atas kejadian kemarin Amira? Kita kan sudah bahas semuanya kemarin, dan kamu gak mempermasalahkan hal kemarin tapi kenapa sekarang tiba-tiba kamu bilang seperti itu sama Mas, Mas gak akan izinkan kamu bekerja!" kata Mas Razan dengan sorot matanya yang tajam.

"Kalau begitu, serahkan semua gajih yang Mas pegang sama aku, selama ini Mas hanya memberi aku setengah dari gajih Mas kan?" pintaku dengan syarat yang mungkin memberatkannya.

"Eu..kalau itu Mas belum bisa memberi semua gajih Mas sama kamu Amira, kamu kan tahu sendiri, Mas juga punya kebutuhan pribadi dan juga Mas harus membiayai Rania yang masih bersekolah SMA, jadi Mas gak bisa kasih semua gajih Mas sama kamu," jawabnya masih dengan alasan yang sama dengan beberapa tahun lalu.

"Kalau begitu aku mau cari kerja Mas, tolong izinkan aku bekerja!" kataku kekeh juga ingin mengujinya lalu berjalan hendak pergi.

"Nanti dulu! Jangan buru-buru gitu!" Mas Razan menarik tanganku membuatku duduk di atas ranjang.

"Terus?" 

"Baiklah, Mas akan mengizinkan kamu untuk bekerja Amira, tapi jangan hari ini, apa kata kedua orang tua kamu kalau kamu bekerja saat mereka masih ada di rumah ini? Mas akan malu sama mereka karena sudah mengizinkan kamu bekerja." Jelasnya lagi.

"Kamu benar-benar sudah berubah Mas, kamu juga mengizinkan aku bekerja sekarang, tidak seperti dulu yang selalu mencegahku karena kamu gak ingin aku capek-capek bekerja, semua pencegahan ini hanya pura-pura saja kamu lakukan, tidak seperti dulu," ucap batinku yang merasa miris sekali.

~~POV Razan~~

Namaku Muhammad Razan Al-fatih, aku adalah seorang Dokter di sebuah Rumah Sakit milik Kakekku. Aku sudah lama bekerja di Rumah Sakit sebelum menikah dengan Amira yang kini menjadi istri pertamaku. 

Ya, sekarang aku sudah punya dua istri. Amira adalah perempuan yang aku nikahi tujuh tahun lalu, dan dia belum bisa mengandung selama tujuh tahun pernikahan kami. 

Istri keduaku bernama Nita, dia adalah Kakak kandung Amira yang sudah aku nikahi dua tahun lalu tanpa sepengetahuan siapapun. Kami juga menikah di luar kota. Kami sebenarnya sudah berpacaran saat usia pernikahan pertamaku menginjak tahun ke tiga.

Ternyata aku lebih tertarik kepada Kak Nita yang selalu berpakaian seksi juga tentunya berbeda sekali dengan Amira yang selalu berpakaian sederhana juga tak banyak gaya.

Tanpa sepengetahuan Amira aku dan Kak Nita sudah menikah juga mempunyai anak yang selama ini aku harapkan berusia sekitar empat bulan bernama Farel. Kak Nita sebenarnya tidak tinggal di luar kota setelah kita menikah, kami tinggal di kota dekat dengan tempat tinggal Amira.

Karena Amira adalah gadis yang polos juga jarang bergaul keluar rumah, dia jadi tidak tahu sama sekali keberadaan kami di kota itu. Dia juga perempuan yang baik hati tak pernah menaruh rasa curiga saat tiba-tiba Kak Nita datang ke rumah untuk tinggal bersama kami dengan alasan punya anak dari seseorang.

Padahal itu dia lakukan agar aku dan dia bisa lebih sering bertemu tanpa harus mmbagi waktu untuk datang ke rumahnya.

O, ya, di Rumah sakit tempat aku bekerja ada seorang Dokter lumayan cantik bernama Sabrina yang selalu mencari perhatianku. Dia tak jarang mengajakku untuk tidur bersama karena statusnya kini sudah janda dua kali. 

Dia adalah teman lamaku di kampung, lebih tepatnya lagi dia adalah mantan pacarku. Saat ini kami tengah menjalin kedekatan sebagai teman. Ya, teman tapi mesra.

"Sayang...Mas mohon jangan cari kerja sekarang, tunggu Bapak dan Ibu pulang dulu, baru kamu cari kerja ya!" bujukku pada Amira yang tiba-tiba mau mencari pekerjaan.

Hari ini aku heran padanya, tidak ada angin tidak ada hujan, Amira tiba-tiba ingin mencari pekerjaan dengan berdalih tak enak terus-terusan memakai uang dariku. Dia mungkin sudah mempunyai firasat tentang perselingkuhanku, tapi aku akan biarkan dia untuk bekerja agar keuanganku juga bisa lebih baik tanpa harus membagi lebih banyak padanya.

"Iya," jawabnya menurut saja.

Aku tersenyum lalu memeluk tubuhnya juga mencium pipinya dengan lembut. Biasanya Amira akan tersenyum saat aku melakukan kemesraan padanya, tapi kali ini dia diam saja seperti patung. Apa dia sudah bosan padaku karena sudah lama sekali aku tidak pernah menyentuhnya? 

Entahlah bagaimana perasaannya itu, wanita memang sulit sekali untuk ditebak, apalagi jika ada kemauan, mereka cenderung selalu memakai kode-kodean dibanding megucapkannya secara langsung. Mungkin itulah yang diinginkan Amira, disentuh olehku tanpa mebgungkapkan keinginannya. Makannya dia selalu uring-uringan gak jelas.

"Kamu pengen ya?" tanyaku padanya yang masih terdiam.

"Hmmh?" Amira menoleh ke arahku.

"Kita sudah lama enggak melakukannya kan sayang?" tanyaku lagi.

"Iya, Mas," 

"Ya sudah, ayok kita lakukan sekarang mumpung masih pagi!" ajakku yang sangat bersemagat sekali.

"Ya, aku pengen semua ATM kamu aku yang pegang!" jawabnya yang membuatku langsung speeclesh.

Kenapa dia kekeh sekali ingin memegang semua ATMku? Apa sekarang dia sudah tidak bisa aku bohongi lagi?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status