Share

Bab.6 Laki-laki muda

Aku dan Mas Razan sudah selesai bicara empat mata untuk menyelesaikan masalah yang baru saja terjadi dalam kehidupan rumah tangga kami.

Mas Razan pamit pergi kembali ke Rumah Sakit setelah memastikan aku tidak lagi marah padanya. Sedangkan aku segera menghubungi Kak Nita untuk mengetahui dimana keberadaannya sekarang mumpung Bapak dan Ibu masih istirahat.

Ternyata Kak Nita sudah pergi ke rumah temannya yang terletak tak jauh dari rumahku. Dia bilang, untuk sementara waktu dia akan menginap di rumah temannya.

"Baiklah kalau Kakak mau nginap disana, tapi ingat, telpon aku kalau butuh apa-apa atau terjadi sesuatu lagi sama Farel," suruhku padanya dalam panggilan telpon.

"Iya, nanti Kakak telpon kamu kalau Kakak butuh sesuatu, udah dulu ya, ini Farel nangis baru bangun tidur dia," Jawabnya sambil menutup telpon tanpa menunggu jawabanku.

Aku pasrah saja, lalu bergegas pergi untuk membeli kebutuhan dapur yang sudah mulai menipis.

Sesampainya di Mall aku berjalan menuju tempat bahan makanan yang akan ku beli. Tapi begitu terkejutnya aku ketika melihat Mas Razan juga Kak Nita ternyata sedang ada di Mall yang sama denganku.

Aku segera bersembunyi di balik tempat makanan agar mereka tak melihatku. Aku berjalan mendekati mereka dengan terus bersembunyi, aku ingin tahu apa yang sebenarnya mereka bicarakan. Tega sekali mereka membohongiku dengan berdalih alasan yang membuatku percaya begitu saja.

"Mas, Amira gak akan tahu kita disini kan? Gimana kalau dia tiba-tiba kesini?" tanya Kaka Nita pada Mas Razan yang entah sedang apa.

"Dia gak akan tahu kok, kan Mas sudah bilang kalau Mas akan pergi ke Rumah Sakit, padahal hari ini Mas sudah izin libur sama Pak Ridwan. Mas masih kangen sama Farel, dia juga pasti kangen banget sama Papahnya, iya kan sayangku,, bayiku yang lucu,," jawab Mas Razan yang membuat air mataku lolos begitu saja.

Bayiku? Mas Razan mengaku Farel sebagai bayinya? batinku seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Mas Razan.

Karena merasa syok, tubuhku tidak seimbang lagi. Kepalaku terasa pusing dan hampir saja aku pingsan jika seorang lelaki tak menangkap tubuhku.

"Mbak gak papa?" tanyanya padaku yang hanya menggeleng karena takut akan ketahuan jika bersuara.

Aku melepaskan diri dari pria muda itu dengan segera berlari cepat keluar dari Mal. Air mata tak hentinya mengalir membasahi pipi. Sungguh fakta yang menyakitkan juga mengejutkan bagiku.

Apa ini mimpi? Apa aku baru saja bermimpi seperti malam itu?

Di dalam mobilpun aku tak fokus menyetir. Pikiran dan hati seakan tak bisa berkomfromi lagi. Kacau, sangat kacau sekali perasaannku.

Ckieet!

Aku menghentikan mobil karena sebuah sepeda motor menghadang mobilku. Ada apa ini? Apakah dia begal yang akan mengambil mobilku lalu memb*nuhku agar aksinya tidak bisa diketahui? Pikirku gugup sekali.

Tok! Tok! Tok!

Dia mengetuk kaca jendela mobil setelah turun dari motor sportnya.

Laki-laki itu masih mengenakan helm di kepalanya, wajahnya juga tidak jelas, dan entah apa yang diakatakan. Dengan tangan bergetar aku segera membuka kaca jendela mobilku.

"Mbak, dari tadi saya teriak-teriak kok Mbak malah ngebut terus sih? Di kejar orang ganteng bukannya senang malah kabur!" ujarnya setelah kaca jendela terbuka.

"Maaf Mas, apa urusan Mas sama saya, kalau mau begal mobil, jangan bunuh saya ya! Ambil saja mobilnya, ini juga bukan mobil saya," jawabku kesal karena dia juga sombong mengaku dirinya tampan.

Laki-laki itu membuka maskernya mungkin ingi pamer wajah yang dia anggap ganteng itu, atau entahlah niatnya. Tapi jika dilihat-lihat wajahnya memang tampan mirip dengan seorang artis korea bernama Taehyung. Meskipun begitu aku tidak tertarik sama sekali, mau mirip artis korea mau apa, begal ya tetap begal!

"Hahahaha..siapa juga yang mau begal mobil Mbak, saya kejar Mbak dari tadi cuma mau ngasih ini!" katany sambil mengukurkan sebuah dompet berwarna coklat milikku.

"Ya ampun! Itu kan dompet saya?! Kenapa bisa ada di tangan Mas?"tanyaku sambil mengambil dompet itu.

"O, ya, ingat sekali lagi ya Mbak, aku juga bukan copet yang suka nyuri dompet orang, aku tadi nemuin dompet Mbak jatuh pas lagi nangkap Mbak tadi," jawabnya seperti jujur.

Aku berpikir sejenak mencerna ucapannya ada benarnya juga, mana mungkin laki-laki dengan penampilan bersih seperti ini bekerja kriminal sebagai copet. Pastinya dia adalah anak orang kaya, terlihat dari cara berpakaian dan juga motor sport yang di tumpanginya.

"Woi! Mbak! Gak mau ucapin terimakasih apa? Hehehe,," ucapnya lalu cengengesan.

"Oh, iya, maaf, saya lupa, terimlasih Mas, maaf saya tadi sempat bilang kalau Mas begal," ucapky tak enak hati.

"Gak apa-apa Mbak, saya mah udah biasa dianggap begal, yang penting saya gak pernah melakukan itu meski penampilan saya seperti ini, tapi saya tidak pernah melakukan hal seperti itu," jelasnya panjang lebar.

"Kalau begitu saya permisi mau pulang dulu Mas, tolong pinggirkan dulu motornya ya," jawabku.

Dia segera bergegas meminggirkan motor untuk memberi jalan. Lalu aku memberi simbol terimakasih dengan klakson mobilku.

********

Aku bersama Ibu dan Bapak selesai makan malam bersama tanpa Mas Razan yang mengirimkan pesan akan pulang terlambat. Tanpa membalas pesannya, aku menikmati makan malam bersama keluarga karena aku tahu dimana keberadaan Mas Razan sekarang.

"Kenapa jam segini Razan belum pulang?" tanya Ibu padaku yang sedang mencuci piring di wastafel.

"Kata Mas Razan dia masih ada pekerjaan dan akan pulang terlambat malam ini," jawabku sambil menoleh ke arah ibu yang masih berdiri di sampingku.

"Kamu ini polos atau gimana sih Amira! Jangan mau dibohongi sama laki-laki! Pintar sedikit jadi orang, kamu pikir Razan jujur sama kamu? Mungkin saja dia lagi selingkuh sekarang!" kata Ibu yang seperti biasa selalu mengomeliku.

Aku hanya terdiam karena apa yang dikatakannya itu memang benar. Bahkan Ibu tidak tahu dengan siapa Mas Razan kini tengah berselingkuh. Anak kesayangan dan kebanggaannya yang selalu dia puja karena selalu membanggakan juga bersekolah tinggilah yang sudah merenggut kebahagianku dan sekaligus sudah menghancurkan rumah tanggaku.

"Kenapa diam? Tersinggung ibu bilang gini? Ibu cuma ngasih tahu kamu aja, ada baiknya kamu tuh selidiki sikap gak wajar dari suami kamu yang selalu pulang terlambat jangan dibiarin gitu aja, kamu tahu sendirikan laki-laki jaman sekarang meski udah punya istri tetep nyari yang baru yang masih seger," Ibu membantuku mengelap piring lalu menaruhnya di tempatnya.

"Iya, bu," ucapku dengan menahan air mataku sebisa mungkin.

Bagaimana aku bisa kuat seperti ini? Ibuku seperti mengucapkan fitasatnya fengan benar. Ada rasa sesal di hati karena aku sudah mengabaikan restunya dulu untuk menikah dengan Mas Razan.

"Ibu mau istirahat dulu, ingat pesan ibu! Jangan bodoh jadi cewek!" katanya sebelum berlalu pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status