Share

BAB 3

“Astaghfirullahaladzim ....” Aku berkali-kali mengucapkan istighfar menanggapi cerita Aldy. Aku sungguh tak menyangka dan aku tak tau apa-apa selama ini. Bahkan pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang kulihat tadi siang di restoran masih menggantung di benakku. Dan kini anakku mengungkapkan cerita tentang papanya yang selama ini tidak kuketahui. Ya Allah, aku bahkan belum sempat menanyakan hal ini kepada Mas Andri tapi sekarang harus menghadapi pertanyaan Aldy yang aku sendiri pun tak tau harus menjawab apa.

“Kita pulang yuk, Nak. Kasian adik kamu menunggu di rumah. Tidak semua apa yang kita lihat itu seperti apa yang kita bayangkan, Nak. Aldy tau papa kan, selama ini papa adalah papa yang sangat baik bagi kalian. Sebaiknya jangan berprasangka buruk dulu sebelum memastikan semuanya. Mama dan papa baik-baik saja Nak, tidak ada yang mama sembunyikan dari kamu dan adik kamu,” ucapku kemudian, walaupun batinku sendiri ragu dengan apa yang kuucapkan.

***

Aku memarkirkan mobilku di samping mobil Mas Andri. Ternyata Mas Andri pun sudah pulang ke rumah. Kuhela nafas panjang sebelum keluar dari mobil, Aldy melirikku sekilas. 

“Assalamualaikum,” ucapku berbarengan dengan Aldy.

“Walaikumsalam, horee mama dan abang sudah pulang,” sahut Mas Andri sambil menggendong Nanda yang terlihat baru mandi. 

“Gimana Abang sudah sehat belum? Abang kok agak pucat?” tanya Mas Andri pada Aldy, tangannya berusaha memegang kening Aldy. Mas Andri memang bisa memanggil Aldy dengan sebutan ‘abang’ katanya agar Nanda juga ikut terbiasa dengan panggilan abang pada kakaknya. Aldy tak menjawab, dia melengos ke arah kamarnya kemudian masuk dan menutup pintu. Kuhela nafasku. Mas Andri menatapku matanya seolah bertanya ada apa.

“Aldy kecapean Mas, biarkan dia istirahat dulu. Aku juga mau mandi dulu,” sahutku berlalu sambil tersenyum pada Nanda dan mencubit pipinya.

***

“Makanan ini dari siapa, Dek?” tanya Mas Andri sambil memegang kotak makanan yang kubawa tadi siang. Dia pasti membaca merk restorannya, restoran yang tadi siang dikunjunginya bersama Rini. Aku terdiam sambil memperhatikan perubahan wajahnya, dia tak menampakkan ekspresi apapun.

“Aku yang membelinya Mas, sengaja mampir di sana tadi siang beli makanan buat Aldy, beberapa hari ini dia kehilangan selera makan,” sahutku. “Aku tadi pun tadi siang sempatkan makan siang dan sholat Dzuhur di sana,” lanjutku kemudian sambil menatapnya, aku menunggu reaksinya.

“Loh, mas juga tadi siang makan di sana bareng anak-anak marketing. Mereka sukses mencapai target pemasaran bulan lalu, jadi mas traktir makan biar mereka tambah semangat. Mungkin kita selisihan waktunya jadi gak ketemu,” ucapnya panjang lebar.

“Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu, Mas. Apakah mas ada waktu?”

Ddddrrrtttttt….. DDdrrrrrtttt…. Gawaiku berbunyi. Kuraih dan melihat panggilan masuk dari Eko, orang kepercayaan Mas Andri. Sepertinya dia akan memberi kabar mengenai tugas yang kuberikan padanya.

“Assalamualaikum, Eko."

“Walaikumsalam, Bu. Saya sudah menemukan alamat yang ibu cari, bisakah malam ini Ibu ke sana? Sepertinya ada yang mereka mau sampaikan tapi mereka menunggu Ibu sendiri yang datang,” jelas Eko di telpon. Aku melirik Mas Andri, kurasa dia juga mendengar apa yang Eko katakan dari speaker ponselku.

“Baik Eko. Terima kasih atas informasinya. Insya Allah sore ini saya langsung kesana. Kirimkan alamat lengkapnya padaku,” jawabku mengakhiri panggilan.

Aku berdiri sambil menatap Mas Andri. “Mas, temani aku ke alamat yang dikirim Eko, ya,” pintaku.

“Iya, Sayang. Mas tak mungkin membiarkanmu menemuinya seorang diri. Tunggulah sebentar mas bersiap-siap dulu,” ucapnya berlalu di sampingku sembari mencuri membelai kepalaku.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status